Pengelolaan Manfaat Zakat Maal

Sumber Besar Mempercepat Pengentasan Kemiskinan

Oleh:
Yunus Supanto
Wartawan Senor Pegiat Dakwah Sosial Politik

Bulan Ramadhan, tidak terasa akan segera di ujung waktu. Tetapi Sebagian aghniya’ (orang kaya) masih menghitung ekstra cermat pembayaran zakat. Terutama zakat maal (kekayaan) yang sudah mencukupi nishab (batas minimal kena zakat). Zakat, bagai hujan menyiram ladang gersang. Menjadi pengharapan untuk mempercepat pengentasan kemiskinan. Zakat fitrah, manfaatnya nyata, walau sekejap. Sedangkan zakat maal (harta kekayaan) dapat dimanfaatkan dalam jangka panjang, di-distribusi-kan sebagai bantuan permodalan usaha.
Zakat maal, juga wajib disetorkan setiap aghniya’ (muslim berkecukupan). Sehingga menunaikan zakat bukan hanya dengan disetor oleh muzaki. melainkan dipungut oleh petugas. Secara lex specialist telah diterbitkan UU Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan zakat. Pada pasal 23 ayat (2) dinyatakan, “Bukti setoran zakat digunakan sebagai pengurang penghasuilan kena pajak.” Nyata-nyata berkait langsung dengan pajak penghasilan (PPh). Yakni, pengurangan pada penghasilan bruto. Maka penghasilan kena pajak otomatis berkurang. Menguntungkan wajib pajak.
Namun paradigma zakat hingga kini masih bersifat “sukarela.” Walau saat ini terdapat kelembagaan konsultan zakat yang bisa diminta menghitung nilai zakat per-orangan (untuk penghasilan). Zakat mal (harta kekayaan) masih dihitung secara self-assessment, seperti pajak. Namun nominalnya belum sesuai nishab (takaran). Masih banyak yang disembunyikan oleh muzaki (wajib zakat). Seolah-olah zakat hanya akan mengurangi harta.
Potensi zakat nasional mal setiap tahun bisa mencapai Rp 307,5 trilyun (pada tahun 2023). Dana besar zakat terutama dari perhitungan zakat penghasilan, jasa pertanian, peternakan, kelautan, dan sektor lainnya. Setidaknya, terdapat sembilan jenis zakat harta kekayaan. Termasuk di dalamnhya, zakat atas perniagaan, zakat hasil pertanian, peternakan, zakat simpanan uang dan perhiasan. Juga hasil pertambangan, dan zakat atas harta rikaz (harta temuan).
Seluruh jenis kekayaan, wajib dikeluarkan zakat, sepanjang telah memenuhi nishab, dan haul (waktu setahun). Nishab emas, adalah (minimal) 85 gram, yang telah dimiliki selama 1 tahun. Wajib zakat sebesar 2,5% dari nilai emas. Sedangkan zakat uang (dan simpanan uang, serta surat berharga) di-setara-kan dengan emas. Para ulama juga telah meng-kalkulasi (memudahkan) zakat pertanian. Nishab zakat seberat 652,8 kilogram. Nominal zakat pertanian sebesar 10% jika tergolong sawah tadah hujan. Sedangkan sawah irigasi teknis hanya 5%.

Menghitung Zakat Maal
Zakat maal untuk kekayaan hasil temuan (rikaz) sebesar 20%. Rikaz, dibedakan dengan bahan galian yang bisa dikategori tambang. Rikaz saat ini sudah sangat langka. Namun terdapat penghasilan yang digolognkan sebagai Rikaz. Antara lain hadiah yang tidak terduga. Sedangkan zakat pertambangan, biasa disebut ma’din (emas, besi, timah, marmer, minyak dan gas) dipungut sebesar 2,5%. Tetapi Ketika sudah menjadi komoditas perdagangan, maka zakatnya menjadi 20%.
Sehingga seyogianya, nominal zakat barang pertambangan dikonsultasikan kepada ulama. Agar tidak terselip harta hak orang miskin. Berdasar UU 23 Tahun 2011, pemerintah membentuk Baznas, terdiri dari 11 personel (3 dari unsur pemerintah). Juga Baznas propinsi, serta Baznas Kabupaten dan Kota. Selain kewenangan pengumpulan zakat, Baznas juga diberi kewenangan pendistribusian, dan pendayagunaan manfaat zakat.
Baznas juga bisa membentuk UPZ (Unit Pengumpul Zakat) di tingkat kecamatan, kampung, pada BUMN, dan perusahaan swasta. Secara khusus kelompok masyarakat (Ormas) bidang Pendidikan, dakwah, dan sosial, juga diberi kewenangan membentuk LAZ (Lembaga Amil Zakat) di bawah pembinaan (dan supervisi) Baznas. Antara lain, NU (Nahdlatul Ulama), Muhammadiyah, MUI, dan DMI (Dewan Masjid Indonesia). Seluruh LAZ wajib memberi laporan periodik hasil pemungutan zakat, secara by name by address. Serta dikukuhkan akuntan publik.
Pada tahun 2022, perolehan Baznas ditargetkan bisa memungut sekitar Rp 26,2 trilyun. Tetapi realisasinya sebesar Rp 21 trilyun (80% lebih). Artinya, masih terdapat “lubang” sekitar 20% yang harus di-optimal-kan. Berdasar data Baznas, terdapat sebanyak 57,650 juta jiwa mustahik (penerima manfaat zakat). Tetapi realisasinya sebesar Rp 21 trilyun (80% lebih). Artinya, masih terdapat “lubang” sekitar 20% yang harus di-optimal-kan.
Menurut data BPS (Badan Pusat Statistik), sebanyak 28% mustahik gakin, sudah terentas dari status miskin. Sehingga program pengentasan kemiskinan bagai memperoleh jurus baru melalui zakat. Bisa membantu pemerintah dalam pengentasan gakin, lebih cepat sampai 3,5 tahun. Sebanyak 36% gakin mustahik, kini telah berpotensi menjadi pembayar zakat. Sehingga jumlah pembayar zakat akan bertambah pada setiap tahun.
Telah banyak LAZ di tengah masyarakat. Menjadi pemungut terbesar. Walau sebenarnya kepercayaan masyarakat belum optimal. Hanya sekitar 5% dari total potensi zakat yang bisa dipungut. Begitu pula Baznas hanya mampu memungut 5,2% zakat. Terutama dari zakat PNS (Pegawai Negeri Sipil), kalangan pegawai BUMN. Meliputi zakat penghasilan, dan zakat harta kekayaan (zakat maal). Namun kemanfaatannya telah terasa.

Dari Rakyat untuk Rakyat
Telah terdapat aturan detil berupa Peraturan Menteri Agama untuk pemanfaatan zakat. Yakni Permenag Nomor Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Syarat dan Tatacara Penghitungan Zakat Mal dan Zakat Fitrah Serta Pendayagunaan Zakat Untuk Usaha Produktif. Pada pasal 34, dinyatakan, penerima manfaat wajib memenuhi kriteria “mustaik.” Yakni, fakir miskin. Sehingga usaha produktif akan berupa skala mikro, dan ultra mikro. Termasuk di dalamnya industri ultra-mikro skala rumah tangga (antara lain penjahit pakaian).
Begitu pula zakat yang dikumpulkan oleh Baznas, maupun organisasi kemasyarakatan, biasanya dikelola dengan berbagai program kemanfaatan. Termasuk permodalan usaha mikro dan kecil. Berdasar penelitian Baznas, hasil zakat telah meng-angkat penghasilan mustahik (gakin penerima zakat). Hampir seluruh (97,88%) gakin penerima program berhasil meningkatkan penghasilan keluarga. Semula pra-sejahtera menjadi sejahtera.
Nilai zakat secara nasional ditaksir sebesar 1,57% total nilai PDB (Produk Domestik Bruto). Tumbuh sekitar 8% per-tahun. Zakat fitrah (berupa beras seberat 2,5 kilogram) pada tahun 2023, senilai Rp 6,6 trilyun. Terserap langsung selama bulan Ramadhan. Zakat seharusnya diberikan oleh aghniya’ (orang kaya) secara bermartabat. Warga miskin tidak perlu antre, cukup menunggu di rumah. Diharapkan, dengan zakat tidak ditemukan keluarga yang kelaparan pada hari raya Idul Fitri.
Sejak awal syariat Islam, manfaat zakat ber-prinsip dari rakyat untuk rakyat. Ke-manfaat-an zakat patut diupayakan untuk mewujudkan kemakmuran rakyat. Dengan PDB per-kapita sebesar Rp 70 juta, mayoritas rakyat Indonesia tergolong muzakki (wajib zakat). Dana besar zakat terutama dari perhitungan zakat penghasilan, jasa pertanian, peternakan, kelautan, dan sektor lainnya. Belum termasuk zakat fitrah yang biasa dibayarkan pada setiap menjelang Idul Fitri, bagai “habis pakai.”
Di ujung Ramadhan, semua keluarga (muslim) patut bergembira, dengan kecukupan makanan, dan berpakaian yang paling baik (baru). Dengan pengelolaan zakat maal terdapat pengharapan menjadi pembayar zakat pada tahun depan, dengan pemanfaatan usaha produktif.

——— 000 ———

Rate this article!
Tags: