Pengelolaan Sekolah di Provinsi Jatim Lemah

Dinas Pendidikan Surabaya mengumpulkan wakil kepala SMA dan teknisi untuk bimtek Dapodik di SMKN 6 Surabaya, Rabu (16/9).

Dinas Pendidikan Surabaya mengumpulkan wakil kepala SMA dan teknisi untuk bimtek Dapodik di SMKN 6 Surabaya, Rabu (16/9).

Pendataan Dapodik Jatim Jatuh di Peringkat 22
Dindik Jatim, Bhirawa
Lemahnya pengelolaan sekolah di kabupaten/kota dinilai menjadi salah satu sebab satuan pendidikan lambat mengisi Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Padahal, pengisian Dapodik menjadi kewajiban sekolah yang tidak bisa diabaikan.
Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim Saiful Rachman menyatakan, kesalahan terkait pengisian Dapodik tidak boleh dilimpahkan seluruhnya kepada sekolah. Besar kemungkinan sekolah tersebut belum menerima sosialisasi. Utamanya sekolah-sekolah baru yang juga diminta mengisi Dapodik. “Kita tidak boleh menyalahkan sekolah 100 persen,” kata dia usai membuka Pameran Karya Cipta Siswa SMK/Mahasiswa dan Job Matching di JX International, Kamis (17/9).
Mantan Kepala Badan Diklat (Badiklat) Jatim ini menegaskan, yang mengelola sekolah saat ini ialah pemerintah kabupaten/kota. Dan sistem birokrasi di daerah ternyata membuat banyak sekolah tidak tahu pengisian Dapodik. Ada kemungkinan koordinasi antara sekolah dan daerah kurang baik.
Menurut Saiful, pihaknya tidak akan tinggal diam. Dindik provinsi memiliki peluang untuk membimbing sekolah-sekolah supaya mengisi Dapodik sampai tuntas. “Mengisi Dapodik itu kewajiban. Sekolah akan kami dorong untuk menuntaskannya,” ujar dia.
Menurut dia, dengan munculnya ancaman vonis dari Kemendikbud bagi sekolah yang tidak menuntaskan Dapodik, dipercaya membuat sekolah lebih greget mengisi Dapodik.
Disinggung terkait peringkat Provinsi Jatim yang berada di posisi 22 secara nasional dalam persentase indikator kualitas kelengkapan data Dapodik tingkat SMA/SMK, Saiful mengaku itu sebagai hal yang wajar. Menurut dia, Jatim merupakan provinsi besar dengan jumlah sekolah yang banyak. Tidak bisa dibandingkan dengan provinsi kecil seperti Daerah Istimewa Jogjakarta  atau provinsi lainnya.
“Jatim itu termasuk provinsi terbesar di Indonesia dan jumlah sekolahnya juga terbanyak. Jadi sangat kompleks urusannya dengan sekolah, jadi itu wajar,” tegasnya.
Sekadar diketahui, kelengkapan data identitas satuan pendidikan Jatim di Dapodik SMA/SMK baru sekitar 89,47 persen. Data Pendidik dan Tenaga Pendidikan (PTK) baru masuk 82,89 persen, data peserta didik 69,22 persen, sarana dan prasarana baru 97,89 persen. Jika dipersentasekan rata-rata kualitas elengkapan data untuk Jatim baru 84,87 persen.
Di peringkat pertama secara nasional ialah Provinsi Kalimantan Tengah (89,06 persen), selanjutnya Provinsi Bengkulu (88,18 persen), Provinsi Kalimantan Timur (88,16 persen), Provinsi Aceh (87,82 persen), Nusa Tenggara Barat (87,25 persen), Jogjakarta (87,09 persen). Jatim berada di peringkat 22.
Sementara itu, perkembangan sinkronisasi data di Surabaya terus mengalami progress positif. Kabid Dikmen Dindik Surabaya Sudarminto menuturkan, peringatan dari Kemendikbud telah berhasil menggugah sekolah untuk mengebut pengisian Dapodik.
“Meski belum semuanya mengisi 100 persen, tapi semua sekolah di Surabaya sudah menuju sinkronisasi,” terang Sudarminto.
Dari total 22 sekolah pada Selasa (15/9), tersisa 2 sekolah yang tidak melakukan pengisian, yakni SMA Terbuka 19 dan SMAS Jiwanala, pada Kamis (17/9) kemarin. Dua sekolah itu memang masih terdaftar, tapi sebenarnya sudah tidak perlu melakukan pengisian Dapodik.
“Alasannya, SMA 19 Terbuka sudah sejak dua tahun lalu bergabung dengan SMAN 19. “SMAS Jiwanala memang sudah merger,” tambah laki-laki 53 tahun tersebut. [tam]

Tags: