Pengembangan Kakao Ditarget 100 Ribu Hektar

Pemprov Jatim, Bhirawa
Pengembangan areal tanam kakao di Jatim terus dilakukan. Jika saat ini luas lahan mencapai 65 ribu hektare, ditargetkan meningkat hingga 100 ribu hektare di 2019 mendatang. Salah satu upaya yang telah dilakukan adalah dengan membuat kawasan budidaya kakao di sepanjang pantai selatan Jatim, mulai Pacitan hingga Banyuwangi.
“Saat ini produksi kakao Jatim mencapai 32 ribu ton biji kering di 2013. Dengan perluasan areal tanam, maka produksi tahun ini juga ditarget meningkat jadi 35 ribu ton,” kata Kepala Dinas Perkebunan Jatim, Ir Moch Samsul Arifien MMA, saat dikonfirmasi kemarin, Minggu (16/2).
Sebenarnya Pemprov Jatim ingin mengembalikan kejayaan kakao beberapa tahun lalu, dimana produksi coklat sangat besar, mencapai 35.000 lebih. “Jalannya melalui optimalisasi budidaya kakao lewat perkebunan rakyat, bukan melalui industri besar. Karena potensinya sangat besar, pohon kakao bisa ditanam dimanapun asal sesuai dengan tata caranya,”terang Samsul Arifien.
Beberapa puluh tahun lalu, Jatim memang menjadi salah satu provinsi penghasil coklat. Beberapa industri besar masuk dan mengembangkan komoditas coklat di Jatim. Karena perkebunan coklat milik industri besar tersebut banyak terjadi gesekan dengan masyarakat sekitar, akhirnya pohon coklat banyak di tebang dan produksinya terus menurun.
Samsul menjelaskan, untuk menanam pohon coklat cukup mudah. Hanya saja, karena selama ini petani tidak terbiasa dan kurang bisa memahami teknik budidaya komoditas coklat, akhirnya banyak yang menemukan kegagalan.
“Coklat bisa ditanam di lahan kering, di bawah cengkeh, di bawapohon kelapa, yang penting pohon coklat tidak terkena sinar matahari langsung, harus ada pelindung. Dan coklat ini termasuk tanaman paling disukai karena panennya bisa tiap minggu,” jelasnya.
Terkait pasar coklat, ia mengatakan sangat potensial, khususnya untuk pasar ekspor. Hingga 2016, diperkirakan pasar coklat dunia mencapai USD 98,3 miliar, padahal pada tahun 2010 masih dikisaran USD 83,2 miliar.
Untuk Asia pasar coklat utama adalah Jepang, dengan market share 39,7%. Sementara Amerika Serikat masih merupakan pasar utama. Coklat di Amerika Utara dengan market share di kawasan tersebut 86%. Di Eropa, Inggris merupakan negara dengan permintaan terbesar dengan market share 16,4% dan diikuti Jerman 15,9%. “Karena permintaan terus mengalami kenaikan, harga coklat menjadi sangat menggiurkan dan tidak pernah terjadi penurunan,” tuturnya.
Saat ini, harga dikisaran Rp 18 ribu hingga Rp 20 ribu per kilogram biji kering. Sementara penghasil coklat terbesar adalah Pantai Gading sebesar 1,35 juta ton per tahun, disusul Ghana 1,3 juta ton per tahun dan Indonesia menduduki peringkat ketiga besar dunia dengan produksinya secara nasional sebesar 800 ribu ton per tahun.  [rac.hel]