Pengembangan Model Korporasi bagi Petani

Menghadirkan strategi dan terobosan untuk terus mengawal ketersediaan pangan dan kesejahteraan petani merupakan suatu prioritas yang tidak pernah padam untuk diwujudkan di negeri ini. Apalagi, saat ini pertanian merupakan sektor terbaik dalam menopang pertumbuhan ekonomi nasional. Menjadi logis adanya, jika sampai saat ini, pemerintah masih terus melakukan pengawalan pada ketahanan pangan dan kesejahteraan petani. Salah satu, upaya yang saat ini sedang gencar dibahas oleh Presiden Joko Widodo adalah menyoal model korporasi petani.

Melalui model korporasi petani diharapkan mampu mengubah pola kerja petani agar lebih maju dan modern. Menurut Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman korporasi petani dibentuk dari kelompok tani, gabungan kelompok tani hingga kelompok petani besar atau koperasi petani yang nantinya akan mendapat kepemilikan saham bersama dengan BUMN. Selebihnya, pemerintah akan menyediakan 4.000 hektare lahan untuk digarap dalam konsep korporasi pertanian, (kompas.com, 11/10).

Adapun, landasan hukum atau regulasi pengimplementasian korporasi petani tersebut, pemerintah sampai saat ini masih mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 18/Permentan/RC.040/4/1018, tentang Pendoman Pengembangan Kawasan Pertanian Berbasis Korporasi Petani. Melalui regulasi tersebut, ada beberapa keuntungan yang akan didapat petani dalam korporasi, diantaranya. Pertama, melalui konsep korporasi petani tidak akan menjual gabah lagi, melainkan beras sehingga dapat meningkatkan nilai tambah untuk petani. Kedua, kepemilikan saham petani sebesar 49 persen, sedangkan 51 persen dipegang BUMN untuk melindungi petani. Ketiga, produksi pertanian bisa diasuransikan jika terkena kekeringan atau serangan hama. Keempat, korporasi petani dilengkapi dengan alat mesin pertanian (alsintan). Kelima, petani yang terdaftar dalam korporasi bisa mengakses bank untuk permodalan.

Selajutnya, supaya pengimplementasian korporasi petani tersebut lebih mendulang keuntungan, maka logikanya regulasi Permentan No. 18/Permentan/RC.040/4/1018 tersebut perlu terus disosialisasikan ke patani agar para petani yang tergabung dalam korporasi lebih mudah dan cepat mendapat transfer teknologi dan pendampingan. Sehingga, dengan begitu segala pengaksesan pembiayaan, informasi dan teknologi akan meningkatkan efisiensi dan memperkuat pemasaran petani.

Gumoyo Mumpuni Ningsih
Pengajar Universitas Muhammadiyah Malang

Tags: