Pengemplang Pajak KPU Jatim Terancam Miskin

Dua-terdakwa-dari-lima-terdakwa-kasus-penggelapan-PPh-dan-PPn-dalam-pengadaan-barang-dan-jasa-di-KPU-Jatim-disidang-di-PN-Surabaya-Kamis-[18/2].-[abednego/bhirawa].

Dua-terdakwa-dari-lima-terdakwa-kasus-penggelapan-PPh-dan-PPn-dalam-pengadaan-barang-dan-jasa-di-KPU-Jatim-disidang-di-PN-Surabaya-Kamis-[18/2].-[abednego/bhirawa].

PN Surabaya, Bhirawa
Perkara penggelapan Pajak Penghasilan (PPh) Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dalam pengadaan barang dan jasa di KPU Jatim akhirnya disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (18/2). Atas kasus ini, lima terdakwa yang terdiri dari tiga PNS KPU Jatim dan dua honorer ini terancam 6 tahun penjara dan denda 4 kali lipat dari kerugian negara sekitar Rp 2,1 miliar.
Lima terdakwa ini adalah Subandi, Ade Agung dan Kamal Kombang mereka merupakan PNS KPU Jatim, sedangkan Ilham Hardiono dan M Edy Sunarko merupakan Pegawai Honorer di KPU Jatim. Dalam dakwaan yang dibacakan dua Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Surabaya, Jolvis Samboe  dan  Demy Febriana.
Dihadapan Ketua Majelis Hakim Isjunaedi, Jaksa Jolvis menyebutkan bahwa kelima terdakwa melakukan penggelapan Pajak Penghasilan (PPh) Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dalam pengadaan barang dan jasa di KPU Jatim pada 2009 lalu.
Untuk itu, kelima terdakwa dijerat dengan Pasal berlapis, yaitu Pasal 39 ayat (1) huruf i atau Pasal 39A huruf a Jo Pasal 43 ayat (1) UU 6/1983 yang diubah dengan UU 16/2009 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
Dijelaskan Jolvis, kelima terdakwa ini melakukan penggelapan pajak saat Pemilihan Gubernur (Pilgub) 2008 dan Pemilihan Legislatif (Pileg) 2009. Pajak yang tidak dibayarkan adalah pengadaan sampul segel, stiker, percetakan surat suara, dan pencetakan formulir.
“Sebenarnya pajak PPh dan PPn sebesar Rp 2,1 miliar ini telah dipungut oleh Bendahara Hibah KPU Jatim, Asmurijono. Asmurijono kemudikan menugaskan tersangka Ade Agung untuk membayarkan ke Bank Jatim. Tapi, oleh Ade Agung tidak menjalankan tugas itu,” kata Jolvis dalam surat dakwaan yang dibacakan dihadapan Ketua Majelis Hakim Isjunaedi, Kamis (18/2).
Lebih lanjut, Jolvis menambahkan bahwa Ade Agung pergi ke Bank Jatim sambil membawa uang pajak. Namun, uang tersebut malah diberikan kepada terdakwa Edy Sunarko yang sudah menunggu di loby Bank Jatim, dan bukan dimasukkan ke dalam Bank Jatim. Untuk selanjutnya, uang tersebut diberikan ke Ilham Hardiono atas perintah terdakwa Kamal Kombang dan terdakwa Subandi.
Para terdakwa ini cukup kreatif untuk menyembunyikan aksi jahatnya itu. Melalui terdakwa Edy Sunarko mereka membuat Surat Setoran Pajak (SSP) PPN-PPh fiktif bahkan seakan akan sudah ada validasi dari Bank Jatim. “Akibat perbuatan terdakwa, negera dirugikan Rp 2,1 miliar,” tambah Jolvis.
Selanjutnya, sambung Jolvis, uang tersebut sudah dibagi rata pada kelima terdakwa. Tak hanya terancam hukuman maksimal 6 tahun penjara dan minimal 2 tahun penjara. “Tidak hanya kurungan badan, kelimanya bakal dijerat dengan denda hingga 4 kali lipat dari kerugian negara,” pungkas Jaksa Jolvis.
Usai mendengar pembacaan surat dakwaan, kelima terdakwa sepakat mengajukan keberatan. Hanya saja terdakwa Edy Sunarko sempat mengatakan akan maju sendiri tanpa pengacara. Sedangkan empat terdakwa lainnya menggunakan pengacara. Namun setelah ketua majelis hakim menyebutkan ancaman hukuman sampai 6 tahun, Edy Sunarko menjaid pikir pikir dan berencana menggunakan pengacara.
Sementara itu, pengacara Ilham Hardiono, Naen Suryono mengatakan, pihaknya akan mengajukan keberatan atau eksepsi. Dia mengatakan bahwa atau tempat kejadian berada di wilayah hukum Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo. Selain itu, dia mengaku bahwa kasus ini lebih tepat diarahkan ke korupsi bukan peradilan umum.
“Kasus ini lebih pada penyalahgunaan wewenang dan terjadinya kerugian uang negara,” tandasnya. [bed]

Tags: