Pengganti UN: Asesmen Kompetensi Minimum & Survei Karakter

Dunia pendidikkan tanah air, kembali menghangat menjadi perbincangan ditengah-tengah masyarakat. Perbincangan kali ini berkaitan dengan wacana pergantian metode evaluasi pembelajaran ujian nasional (UN) menjadi asesmen kompetensi. Pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mewacanakan bahwa yang UN kemungkinan akan ditiadakan setelah 2020 nanti.
Penghapusan UN setelah tahun 2020, rupanya bukan tanpa alasan. Pasalnya, realisasi penghapusan ini harus merevisi Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Selain itu, wacana penghapusan UN muncul karena banyak aspirasi dari masyarakat, guru, murid dan orang tua mengenai UN, (indozone.id, 7/12).
Perlu tidaknya UN dipertahankan selalu menjadi perdebatan, termasuk di kalangan tenaga pendidik. Banyak yang menyebut UN yang dilaksanakan di akhir masa studi tidak lagi relevan dipertahankan karena sejak 2015. UN dinilai tidak lagi menjadi tolok ukur kelulusan siswa. Wacana penghapusan UN sesungguhnya bukan hal yang baru. Wacana ini sering muncul ketika terjadi pergantian mendikbud. Namun sebelumnya rencana ini sering batal karena kerap menimbulkan pro dan kontra. Namun, saat ini sepertinya beda, keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim mengganti Ujian Nasional (UN) dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter benar-benar akan direalisasikan.
Pengubahan metode evaluasi pemelajaran siswa dari ujian nasional (UN) menjadi asesmen kompetensi minimum dan survei karakter yang akan dilaksanakan mulai 2021 tidak hanya untuk mengevaluasi siswa. Hal ini agar pemelajaran tidak sekadar mengejar nilai, tetapi kontekstualisasi ilmu dan kemampuan bernalar serta sikap yang baik untuk kehidupan sehari-hari siswa. Selain itu, juga untuk meningkatkan kompetensi guru. Pasalnya, guru akan menjadi kunci keberhasilan sistem tersebut. Selain itu, pemelajaran tidak sekadar mengejar nilai, tetapi kontekstualisasi ilmu dan kemampuan bernalar serta sikap yang baik untuk kehidupan sehari-hari siswa, (tempo.co, 20/12).
Masyud
Pengajar FKIP Universitas Muhammadiyah Malang

Tags: