Penggunaan Media Massa untuk Sarana Kampanye Tak Bisa Dihindari

Surabaya, Bhirawa
Penggunaan media massa sebagai sarana atau alat kampanye para peserta Pilkada Serentak 2018 memang tidak bisa dihindari. Hal yang sama juga berlaku bagi Provinsi Jatim yang pada kesempatan tersebut juga mencari gubernur baru demi keberlanjutan pemerintahan.
Peran serta media massa tersebut, menurut Sekretaris PWI Jatim Eko Pamudji memang juga tidak dapat dipungkiri. Dia melihat bahwa posisi media memiliki kekuatan besar dalam mempengaruhi opini publik.
“Dalam demokrasi modern pun kampanye melalui media massa ini merupakan cara primer. Partai politik dan para kandidat melakukan promosi terhadap produk politik yang akan mereka pasarkan ya melalui media massa ini. Selain itu, pesan media massa ini juga bersifat umum. Sehingga bisa menjangkau khalayak yang luas serta menembus berbagai lapisan masyarakat,” kata Eko di acara diskusi yang diprakarsai oleh KPU Jatim, Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia(LSISI) dan Universitas Airlangga, Rabu (28/2).
Di sisi lain, ia juga tidak memungkiri bahwa keterlibatan media massa dalam suatu politik praktis memiliki sisi dilema tersendiri. “Salah satunya adalah bisa terjadi bias dalam hal fungsi dan peran media massa. Karena media itu di satu sisi harus bisa menjadi kontrol, tapi kondisinya tidak akan mudah ketika mereka juga dimanfaatkan oleh para peserta Pemilu untuk berkampanye,” jelasnya.
Eko juga melihat relasi media dan politik praktis juga bisa melahirkan hegemoni media. Yakni pemanfaatan media untuk memelihara kekuatan di mana pada akhirnya adalah kontribusi pada pengendalian yang dilakukan oleh penguasa.
Lalu bagaimana solusi untuk hal tersebut? Menurutnya, profesionalisme dari para jurnalis bisa menjadi salah satu jawaban. “Kerangka utamanya adalah mengacu pada UU Pers No 40 Tahun 1999 di mana para jurnalis bekerja dengan payung kode etik jurnalis. “Nah kode etik itu yang akan menjadi rambu-rambu mereka dalam bekerja. Karena secara kode etik, wartawan ini menjaga keseimbangan. Baik antara masyarakat maupun kepentingan politik lainnya,” pungkasnya.
Pada kesempatan yang sama, Riko Abdiono selaku wartawan politik di salah satu media juga menegaskan bahwa para jurnalis harus berani untuk mengambil posisi netral di tahun politik ini. Pasalnya, menurut pria yang juga Ketua Kelompok Kerja Wartawan di DPRD Jatim itu, para pewarta atau jurnalis memiliki tanggung jawab yang besar dalam memberikan pendidikan politik kepada masyarakat.
“Tidak bisa dipungkiri, dalam kaidah pemberitaan seringkali muncul idiom bad news is a good news. Kalau memang ingin meraih pembaca dengan cara tersebut sesungguhnya tidak masalah. Hanya saja dalam kaitan ini akan sangat bijak kalau tidak menyangkut dengan berita hoax, fitnah, cabul, sadis, dan berita dusta,” katanya. [cty]

Tags: