Penghasil Kakao Peringkat Tiga Dunia

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Surabaya, Bhirawa
Sebagai negara penghasil kakao terbesar di dunia (peringkat ke 3), ternyata tidak sepadan dengan konsumsinya. Sesuai data yang ada, Indonesia ternyata memiliki riwayat konsumsi coklat terendah dibanding negara tetangga seperti Malasyia dan Singapura.
Jika di negara tetangga menjadikan coklat sebagai minuman atau makanan ringan penghantar disaat pagi maupun malam, baik anak-anak maupun orang dewasa, namun tidak demikian dengan di Indonesia yang lebih memilih minum teh atau kopi sebagai minuman keseharian.
“Kita akui jika konsumsi coklat di Indonesia sangat rendah, dibanding dengan produksinya yang mampu di peringkat ke 3 di dunia. Maka sudah saatnya pemerintah melakukan sosialisasi ke masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi coklat. Selain untuk camilan dan minuman ternyata coklat bisa menyembuhkan kanker,”aku Asisten II Sekdaprov Jatim, Hadi Prasetyo.
Menurutnya, sebenarnya harga kakao bisa murah jika ada pemilahan produksi terlebih dahulu. Dimana untuk konsumsi masyarakat cukup kelas empat misalnya, untuk kelas satu dan dua bisa diekspor, sementara kelas tiga dijual ke produsen makanan atau minuman. Termasuk soal pajak seharusnya Pemkab/Pemkot memberlakukan minim misalnya 0,2 persen tidaklagi 10 persen, Dengan begitu masyarakat bisa menjangkaunya.
Apalagi tambahnya,  coklat ini mempunyai value tinggi untuk berbisnis, baik skala besar maupun UMKM. Apalagi Cokelat juga terus diteliti di bidang farmasi karena bisa mengurangi penyakit kanker. “Meski posisi Jatim hanya 5 persen terhadap nasional tapi eksport Indonesia untuk Luar negeri kebanyak melalui Surabaya, maka ini peluang. Jadi tidak bisa langsung. Sama dengan kopi. Coklat punya prospek bagus di Cina,” papar mantan Kepala Bappeda Jatim ini.
Karenanya Jatim akan mengembangkan kakao seluas 50 hektar. Masing-masing 10 hektar di Pacitan, Trenggalek, Blitar, Malang dan Bondowoso,” kata Hadi Prasetyo, saat membuka acara Pengembangan Ekonomi Daerah melalui Ekonomi Daerah melalui Budidaya Kakao Berkelanjutan di Blitar, kemarin.
Menurutnya, menambah 50 hektar lahan untuk kakao ini menambah lahan kakao di Jatim yang sementara ini luasnya mencapai 34ribu hektar. Dari sekitar 34.000 ha kebun kakao itu mampu mensupplay 32 ribu ton per tahun. Sedangkan lahan kakao Nasional Indonesia total 700.000 hektaran. “Jadi Jatim ini baru tidak ada 5 persen terhadap produksi nasional. Tapi kita akan mencoba mendorong, chocolate cocoa sebagai bagian strategic comoditi untuk membangun ekonomi Jawa Timur,” jelasnya.
Sementara itu, Samsul Arifien, Kepala Dinas Perkebunan Jawa Timur juga mengapresiasi animo masyarakat untuk menanam dan berbisnis cokelat. “Kampung cokelat di Blitar ini bisa dikunjungi 3000 orang perhari. Ini sebuah peluang usaha yang sangat menguntungkan. Kita akan support yang seperti ini di daerah lain,” kata Samsul bangga.
Sementara itu, Kadis Perkebunan Jatim, Samsul menambahkan, Kakao itu bisa dikembangkan dengan lokasi spesifik. Seperti Jalur Jalur lintas Selatan Jawa Timur, paling cocok untuk tanaman Kakao. Disana sudah banyak kebun rakyat yang mulai menanam kakao. “Sekarang produksi kita sudah 34 ribu ton Jatim. Itupun 80 persen sudah ditanam di kebun rakyat. Selebihnya adalah PTPN,” terang Samsul. [cty]

Rate this article!
Tags: