Penguatan Berantas Narkoba

karikatur ilustrasi

Wilayah perairan Indonesia yang luas, menjadi area paling empuk perdagangan narkoba. Sindikat internasional telah memasuki relung-relung pantai pulau Jawa. Diperlukan penjagaan pantai lebih ketat, tak terkecuali mengelilingi pulau Madura. BNN (Badan Nasional Narkotika) patut diberi keleluasaan bekerjasama dengan TNI-AL. Juga diperlukan eksekusi lebih cepat terhadap Bandar narkoba.
Pengungkapan sabu “jatah” Sampang (Madura) seberat 9 kilogram, menunjukkan ancaman yang makin miris. Telah tiga tahun Indonesia dalam situasi darurat narkoba. Pemberantasan telah gigih dilakukan, namun terasa masih sangat kurang. Berkali-kali pula dilakukan penangkapan, namun pasokan dari luar negeri tetap kerap dikirim. Seolah-olah masih banyak “order” dari dalam negeri. Juga bagai selalu terdapat celah peredaran narkoba ke berbagai daerah.
Tembak mati telah dilakukan di Sidoarjo terhadap pengedar dan pen-suplai narkoba ke penjara. Juga tembak mati di pantai Anyer (Banten), dan Jakarta. Itu membuktikan rekrutmen pengedar narkoba (oleh etnis minoritas tertentu), cukup diminati. Maka diperlukan cara lebih sistemik melawan peredaran narkoba. Terrmasuk percepatan proses hukum bandar gede, mulai tingkat pertama (Pengadilan Negeri) hingga tingkat kasasi.
Tidak perlu lama menunggu. Karena gembong narkoba, rata-rata masih menjadi pengendali peredaran narkotika terlarang itu walau dari dala, jeruji penjara. Niscaya, ada yang membantu mem-fasilitasi, termasuk sipir petugas penjara, sampai kepala Lapas. Berdasar rekam jejak oleh BNN (Badan Nasional Narkotika), 60% peredaran narkotika dikenadalikan oleh napi (narapidana) narkoba. Bahkan masih aktif merekrut kurir baru untuk mengedarkan narkoba yang baru di-impor.
Bandar gede narkoba yang berada di dalam penjara, dalam keseharian juga disapa dengan panggilan bos. Karena sebagian kegiatan lapas dibiayai oleh bos. Bandar gede masih sangat kaya raya, juga tak kurang omzet. Keuntungan tetap mengalir walau telah meringkuk di dalam penjara (yang ruangannya diubah bagai hotel berbintang). Masih ada telepon seluler (malah telepon satelit), makanan dipesan sesuai selera. Juga bisa minta layanan “bilik asmara.”
Boleh jadi perlu digunakan “metode Duterte,” untuk memberantas peredaran narkoba di Indonesia. Cara presiden Filipina, itu terbukti efektif sebagai syok terapi, terutama pada kalangan bandar lokal. Duterete, telah tercatat sebagai pemberantas narkoba paling kejam di dunia. Sampai dicemooh oleh negara-negara Eropa dan Amerika Serikat (AS). Tetapi harus diakui, cara Duterte, paling ampuh memberantas sindikasi peredaran narkoba.
Ratusan bandar narkoba menyerahkan diri, atau (jika tidak) bisa dihakimi masyarakat. Cara keras ini dikecam, dituduh melanggar HAM (hak asasi manusia). Termasuk ditentang Wakil Presiden Filipina (Leni Robredo). Tetapi Duterte punya alasan kuat. Filipina tengah dilanda peredaran narkoba, sejak Duterte menjadi Walikota Davao, ibukota kepulauan Mindanao (selama lebih dari 22 tahun). Pada masa kampanye pilpres, Duterte berjanji akan “menghakimi” 10 ribu orang pelaku kriminal. Terutama pengedar narkoba.
Indonesia juga memiliki alasan kuat untuk memperkuat proses hukum pemberantasan narkoba. Antaralain, dalam sehari, sebanyak 40-an jiwa melayang karena over dosis narkoba. Saat ini sudah lebih dari 5,9 juta orang “pemakai” menjalani rehabilitasi. Sepertiganya tidak tertolong. Bahkan di Surabaya telah terdapat kompleks rusun (rumah susun) yang dihuni pecandu narkoba. Serta kampong narkoba di Bangkalan (Madura).
Penjara, serta diskotek dan arena hiburan malam menjadi terminal peredaran narkoba. Karena itu diperlukan cara lebih sistemik, terstruktur dan efektif melawan narkoba. Harus diakui, peredaran narkoba di-inisiasi oleh etnis minoritas tertentu. Karena itu juga diperlukan “pedang sosial” melawan Bandar narkoba. Tidak perlu ditunding melanggar HAM. Seluruh rakyat Indonesia akan menyokong cara lebih tegas memberantas narkoba.

                                                                                                                          ———   000   ———
 

Rate this article!
Tags: