Penguatan Integritas Aparatur Desa dalam Pencegahan Korupsi

Oleh
Dr Sayekti Suindyah D
Dosen FEB Univ. Wijaya Putra Surabaya ; Bendahara JatimPAK

Salah satu berkah dari Undang-Undang Nomer 6 tahun 2014 tentang Desa adalah adanya alokasi anggaran berupa Dana Desa. Masing- masing desa mendapatkan kucuran Dana Desa sebesar Rp 600 juta – Rp 1,4 Miliar oleh Menteri Keuangan melalui Kemendes dan Daerah Tertinggal.

Penggunaan Dana Desa ini diatur dengan Peraturan Daerah atau Peraturan Bupati di masing-masing Kabupaten/Kota.

Sasaran dari pengelolaan dana desa, antar lain : 1) untuk memperbaiki kehidupan ekonomi masyarakat desa, 2) memperbaiki kehidupan segi sosial, budaya dan politik masyarakat desa. Keberhasilan pengelolaan dana desa dapat dilihat dari jumlah atau angka partisipasi dari masyarakat desa setempat. Pengelolaan dana desa diusulkan dalam musyawarah desa, begitu juga dengan penggunaan dana desa untuk dimasukkan dalam APBDesa.

Dana desa dapat dikelola dan digunakan di luar perencanaan yang telah disepakati dalam musyawarah desa setelah mendapatkan persetujuan dari Bupati. Tata cara penggunaandan pengelolaan dana desa di luar hasil musyawarah desa tersebut diatur dalam PMK Nomor 93/PMK_07/2015 (Kementerian Keuangan, 2015).

Dalam pasal 4 Permendes RI Nomor 21 tahun 2015 disebutkan bahwa dana desa dipergunakan untuk pelaksanaan pem-bangunan dan pemberdayaan masyarakat. Prioritas dana desa adalah digunakan untuk membiayai program dan kegiatan di lokal desa, di bidang pembangunan fisik desa dan pemberdayaan desa.

Program pembangun-an fisik desa berupa pembangunan, pe-ngembangan dan pemeliharaan infra-struktur, kewirausahaan masyarakat mandiri, sarana dan prasarana produksi dan distribusi, energi terbarukan, pelestraian lingkungan hidup. Program pemberdayaan masyarakat antara lain berupa kegiatan yang dengan tujuan untuk meningkatkan kapasitas/kemampuan masyarakat dalam rangka pengembangan kewirausahaan, peningkatan pendapatan, dan perluasan skala ekonomi masyarakat desa baik secara individu maupun kelompok.

Sejak dikucurkannya dana desa ke setiap desa di seluruh wilayah NKRI, maka Kepala Desa memiliki tanggung jawab yang besar untuk mengelola dana desa tersebut sesuai dengan peruntukan dan sasarannya. Karena adanya tugas baru tersebut, maka sangat diperlukan untuk menanamkan nilai-nilai integritas bagi Aparatur Pemerintahan Desa. Tujuan daripada penanaman nilai-nilai integritas adalah agar para Aparatur Pemerintahan Desa tidak terjerat atau takut melakukan korupsi.

Integritas adalah keseuaian antara sikap dan ucapan seseorang. Integritas patut dan wajib ditanamkan kepada para Aparatur Pemerintah Desa dengan tujuan untuk dapat perbuatan mencegah perbuatan curang, serakah, menyalah gunakan jabatan/wewenang, merugikan keuangan negara, menyuap, gratifikasi, pemerasan dan lain sebagainya. Perbuatan yang sudah disebutkan tersebut itu akan mengarah kepada tindakan untuk melakukan korupsi.

Korupsi dapat terjadi karena adanya kekuasaan, monopoli, keserakahan, kesempatan, kebutuhan, pengungkapan, motivasi, tekanan, kemauan dan lain sebagainya.

Salah satu teori yang terkenal tentang penyebab korupsi adalah Fraud Triangle Theory, yang menyatakan bahwa penyebab korupsi itu karena adanya kesempatan, motivasi dan tekanan. Untuk mencegah dan menghindari adanya penyalah gunaan dana desa oleh Aparatur Pemerintahan Desa, maka sangat diperlukan adanya pengenalan dan penanaman nilai-nilai integritas atau nilai-nilai anti korupsi.

Berdasarkan UU Nomer 31 tahun 1999 juncto UU Nomer 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, korupsi itu dikelompokan menjadi 7 (tujuh) delik tindak pidana korupsi, yaitu: kerugian keuangan negara (pasal 2 ayat (1), pasal 3); pemebrian sesuatu atau janji kepada pegawai negeri (penyuapan) (pasal 5 ayat (1) a dan b, pasal 13, pasal 5 ayat (2), pasal 12 a dan b, pasal 11, pasal 6 ayat (1) a dan b, pasal 6 ayat (2) dan pasal 12 c dan d; penggelapan dalam jabatan (pasal 8, 9, 10 a, b dan c); pemerasan (pasal 12 huruf e, f dan g); perbuatan curang (pasal 7 ayat (1) huruf a,b,c,d, pasal 7 ayat (2), pasal 12 huruf h; benturan kepentingan dalam pengadaan (pasal 12 huruf i; dan gratifikasi (pasal 128 juncto pasal 12 huruf c.

Pemerintah telah berusaha untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi sejak jaman orde lama sampai reformasi. Salah satu bentuk kepedulian pemerintah untuk mencegah dan memberantas korupsi adalah dengan dikeluarkannya UU Nomer 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemeberantasan Korupsi.

Lembaga baru yang telah terbentuk tersebut telah melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi dengan cara-cara: 1. Represif (penindakan); 2. Pencegahan; 3. Pendidikan. Untuk membuktikan langkah-langkah yang ditempuh KPK tersebut, salah satunya melalui pendidikan antikorupsi. Pendidikan antikorupsi tidak hanya diberikan kepada para anak sekolah dan kuliah tetapi perlu juga diberikan kepada para ASN dan Aparatur Pemerintahan Desa yang berkecimpung langsung dengan anggaran daerah dan negara. Oleh karena itu perlu membangun zona integritas dengan cara mengenalkan dan menanamkan nilai-nilai integritas pada ASN dan Aparatur Pemerintah Desa.

Nilai-nilai integritas yang wajib dikenalkan dan ditanamkan kepada para Aparatur Pemerintahan Desa, antara lain nilai inti (jujur, tanggung jawab dab disiplin), nilai etos kerja (mandiri, kerja keras dan sederhana) dan nilai sikap (berani, peduli dan adil). Jika para Aparatur Pemerintahan Desa sudah mengenal nilai-nilai integritas, pastinya akan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari khususnya di lingkungan keluarga, kerja dan desanya. Jika sudah mengimplementasikan nilai-nilai integritas, maka para Aparatur Pemerintahan Desa akan merasa malu untuk melakukan kecurangan dalam berbagai bentuk, sikap yang dimiliki ini akan mampu untuk melakukan tindakan pencegahan melakukan korupsi bagi diri sendiri, kelurga, linkungan kerja dan sebagainya.

———- *** ———–

Tags: