Pengunjung Berebut Menikmati Salak Wedi

Ratusan pengunjung memadati acara Festival Salak di Desa Wedi Kecamatan Kapas Kabupaten Bojonegoro, Kamis (26/1).

Bojonegoro, Bhirawa  
Untuk pertama kalinya  Festival Salak digelar di Bojonegoro. Selain untuk mempromosikan produk salak lokal, kegiatan ini juga untuk memperingati hari kelahiran perintis tanaman salak di desa setempat.
Ketua Panitia Festival Salak, Subkhan mengatakan Festival Salak yang digelar merupakan rangkaian dari Haul KH Basir Mujtaba ke-94.  Selain mengenalkan salak lokal, dalam kegiatan ini  masyarakat yang hadir bisa memakan salak secara gratis.
“Kami menyediakan 40 ribu salak  yakni 30 ribu buah salak diletakkan di wadah untuk dinikmati warga secara gratis. Sedangkan 10 ribu salak lainnya  digunakan untuk gunungan,” kata Subkhan, Kamis (26/1).
Dalam festival salak kemarin, warga setempat mengarak gunungan salak setinggi sekitar 2 meter yang terdiri dari sekitar 30.000 salak dari balai desa menuju masjid setempat dengan jarak sekitar 750 meter.
Gunungan salak dengan berat sekitar 4 kuintal itu diiringi ibu-ibu yang membawa berbagai aneka kuliner dengan bahan salak, juga dimeriahkan tabuhan hadrah yang melantunkan lagu-lagu Islami.
Di sepanjang perjalanan warga juga para pelajar mulai siswa PAUD, TK, juga pelajar lainnya menyambut arak-arakan dengan bendera merah putih.
Subkhan mengatakan mungkin belum ada banyak yang tahu, asal usul tanaman salak di Desa Wedi Kecamatan Kapas Kabupaten Bojonegoro. Sehingga melalui kegiatan festival ini masyarakat bisa mengenalnya.
“Karena salak Wedi ada sejarahnya. Kenapa dikirap dari balai desa ke masjid, juga ada filosofinya,” jelasnya.
Dia menceritakan asal usul salak Wedi itu pertama kali ditanam KH Basir Mujtaba sekitar 1910, sebelum wafat pada 1923. ” Bibit salak Wedi yang ditanam itu diberi Mbah Cholil dari Bangkalan Madura,”ceritanya.
KH Basir Mujtaba dulunya belajar ilmu agama di Mbah Cholil Bangkalan, sebelum diminta H Abu Bakar dan Abdul Jabar yang waktu itu menjabat Kades dan Carek atau umaro  Desa Wedi pada zaman itu.
“Mbah Cholil berpesan pada Haji Basir Mujtaba (orang Pacul), supaya mengembangkan Islam di Desa Wedi. Salak yang diberikan itu agar kalau ada tamu bisa disajikan,” ungkapnya.
Waktu itu, ceritanya KH Basir Mujtaba diberi satu janjang atau sekitar 15 sampai 20 buah dan bijinya ditanam sendiri. Sehingga sampai sekarang ini sekitar 90 persen warga Desa Wedi punya pohon salak semuanya. ” Untuk itu melalui festival ini, selain mengenang jasa-jasa beliau. Juga kirab dari balai desa ke masjid itu karena hubungan ulama dan umaro yang sudah terjalin,” pungkasnya.
Sementara itu Pemkab Bojonegoro mengharapkan objek wisata kebun salak di Desa Wedi mampu meningkatkan ekonomi masyarakat setelah dikembangkan sebagai desa wisata berbasis salak.
“Saya harapkan dengan dijadikannya Desa Wedi menjadi desa wisata berbasis salak, mampu meningkatkan ekonomi masyarakat,” kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Bojonegoro Amir Syahid.
Ia optimistis Desa Wedi bisa menjadi sebuah desa wisata, karena di sejumlah desa di Kecamatan Kapas, memiliki potensi tanaman salak seluas 75 hektare yang sudah ada sejak 1907.
Oleh karena itu, menurut dia, persyaratan sebuah desa menjadi sebuah desa wisata yakni warga harus melakukan kegiatan berkesinambungan, seperti Festival Salak yang akan dilakukan setiap tahun.
“Pengembangan desa wisata salak juga membutuhkan dukungan Dinas Pengairan yang bisa mengatur sistem pengairan di kebun salak agar tanaman salak bisa terus berkembang dengan baik,” ucapnya. [bas]

Tags: