Pengusaha Hotel Terdampak Lambannya Pertumbuhan Ekonomi

Pendapatan hotel mengalami penurunan selama pertumbuhan ekonomi nasional melambat.

Pendapatan hotel mengalami penurunan selama pertumbuhan ekonomi nasional melambat.

Surabaya, Bhirawa
Melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I-2015 yang hanya mencapai 4,71 persen sangat mempengaruhi pendapatan bisnis perhotelan di Jatim. Pendapatan perhotelan menurun hingga 30 persen selama selama kuartal I-2015.
“Jelas sangat menganggu secara mikro pertumbuhan maupun pendapatan hotel dengan kondisi ekonomi yang melambat dalam kuartal I ini,” ungkap Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Timur, M Soleh, Selasa (12/5) kemarin.
Soleh menambahkan, selama pertumbuhan ekonomi turun maka pendapatan hotel juga turun dan apabila pertumbuhan ekonomi naik, pendapatan juga naik karena perhotelan sebagai pendukung pertumbuhan ekonomi negara.
Sementara dampak yang dialami perhotelan yakni okupansi tumbuh stagnan dan lebih cenderung turun. “Kebijakan pemerintah salah satunya yang membuat pendapatan hotel turun seperti adanya kebijakan dari Presiden Jokowi untuk melakukan penghematan dan efisiensi,” ujarnya.
Selain itu juga adanya kebijakan larangan rapat lembaga pemerintah di hotel, meskipun kini sudah diperbolehkan kembali. “Pendapatan hotel paling banyak dari rapat-rapat kalau keuntungan kamar tidak seberapa, namun kini corporate juga sudah mulai mendominasi,” kata Soleh.
Ia menyakini pertumbuhan ekonomi akan naik di kuartal ke II ini. “Perkiraan saya bulan Mei pasti akan ada kenaikkan pendapatan meskipun di bulan Juni hingga Juli okupansi hotel mengalami penuruan akibat adanya puasa Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri,” jelasnya.
Sementara itu Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Bahlil Lahadalia yang dikutip di detikfinance mengungkapkan faktor penyebab ekonomi Indonesia lesu di awal tahun salah satunya faktor kebijakan pemerintah yang memukul sektor usaha, meskipun ada pengaruh dari perlambatan ekonomi global.
“Kondisi pahit di awal tahun ini termasuk yang dirasakannya sebagai pengusaha lintas bisnis. Misalnya sektor perhotelan, sektor ini mengalami penurunan pendapatan 40 persen selama 3 bulan pertama. Penyebabnya adalah kebijakan larangan rapat-rapat lembaga pemerintah di hotel, walaupun kini sudah diperlonggar,” pungkasnya.
Sehingga pendapatan turun ada yang sampai 40 persen, dimana pPendapatan hotel paling banyak dari rapat-rapat,  sementara kamar untung bersih hanya Rp 150.000/kamar. “Kalau tamu datang, nggak ada rapat maka mati hotel,” tuturnya.
Menurut General Manager Mercure Grand Mirama Surabaya, Sugito Adhi, dibandingkan dengan kuartal pertama tahun lalu sebenarnya tidak begitu banyak perubahan hampir sama sehingga pengaruhnya tidak begitu signifikan namun terasa.
“Sedangkan yang berpengaruh sebenarnya dari segi insentif biaya karena harga pada naik, seperti UMK, pembelanjaan sementara pendapatan masih tetap. Untuk itu kami akan memanfaatkan SDM yang ada sehingga hotel tetap eksis, tetap berjalan dan tanpa adanya pengurangan karyawan,” ujarnya. [riq]

Tags: