Pengusaha Korban Lumpur Sidoarjo Kecewa Pembubaran BPLS

Foto Ilustrasi

Sidoarjo, Bhirawa
Pengusaha tergabung dalam GPKLS (Gabungan Pengusaha Korban Lumpur Sidoarjo) mengaku kecewa dengan pemerintah yang telah membubarkan BPLS (Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo). Pasalnya, mereka mengaku belum dapat ganti rugi, tetapi BPLS malah dibubarkan.
Salah satu pengusaha furniture, Jhoni Osaka mengaku sangat kecewa dengan pembubaran Perpres 21 tahun 2017 tentang Pembubaran BPLS per tanggal 2 Maret 2017. Ia mengaku kalau keputusan itu merupakan keputusan politik bukan keputusan yang berdasarkan rasa keadilan.  ”Karena belum mendapatkan ganti rugi apa-apa, kalau sudah seperti ini kita harus mengadu kepada siapa,” keluh Jhoni saat ditemui, Selasa (14/3) kemarin.
Ia sangat kecewa khususnya dalam pasal V (a), yang mana ganti rugi dialihkan kepada pihak Lapindo, tetapi tidak ada jangka waktu sampai kapan harus terbayarkan. ”Bagimana kalau pihak Lapindo mau membayar 100 tahun lagi. Mestinya keputusan itu harus ada batas waktunya, kita ini sudah menjadi korban selama 11 tahun, hingga kini belum juga mendapatkan ganti apa-apa.
Kalau melihat Keputusan MK Nomor 83 tahun 2013, sudah empat tahun pemerintah tak melaksanakan keputusan itu. ”Disitu ditegaskan bahwa pemerintah harus hadir, harus menjamin keputusan ganti rugi dan memastikan ganti rugi terhadap korban lumpur. Ternyata sampai sekarang belum ada kabarnya, terus kita harus diminta seperti apalagi,” katanya.
Seluruh anggota GPKLS sebanyak 26 perusahaan, yang menampung sekitar 10 ribu karyawan, hingga kini pemiliknya terus mengeluh belum dapat ganti rugi yang memadai. Mereka ternyata ada yang belum mendapatkan ganti rugi sama sekali, sedangkan yang lain hanya berkisar 20% hingga 30% saja.
Ketua GPKLS (Gabungan Pengusaha Korban Lompur Sidoarjo) Ritonga, juga pernah mengaku sangat kecewa sekali, pengusaha yang sudah stres beban berat tolong pemerintah buka pintu, jalan damai supaya perusahaan ini bisa buka kembali, eksis kembali membantu pemerintah daerah mengarungi pengangguran.
”Disamping itu kami juga termasuk penyumbang pajak daerah. Kami ingin nominal ganti rugi disamakan dengan warga korban lumpur. Nilai tanah milik pengusaha per-meternya dihargai antara Rp300 ribu hingga Rp350 ribu. Untuk bangunannya dinilai Rp500 ribu sampai Rp600 ribu, nilai itu tahun 2006 yang lalu. Kalau dibandingkan dengan  sekarang untuk mencari lahan sama, dengan ganti rugi sebesar itu tidak akan dapat lagi. Karena harga tanah sudah melambung tinggi. Jika kerugian kami kalau dinilai sama dengan warga, harga tanah Rp1 juta, bangunan Rp1,5 juta, dari 26 pengusaha korban lumpur akan mendapatkan nominal sekitar Rp780 miliyar,” jelasnya.
Sementara itu, Humas BPLS, Khusnul Khuluk juga menjelaskan kalau masih banyak warga yang belum terbayar. Menurutnya jumlah berkas seluruhnya sebanyak 8.853 berkas, yang sudah terbayar sebanyak 8.101 berkas. Sisa yang belum berbayar sebanyak 752 berkas dengan nilai sekitar Rp360 miliyar.
”Jadi sambil menunggu transisi dari kementerian, kami tetap menerima pengaduan masyarakat. Nantinya, petugas yang menjalankan pengganti BPLS tetap bisa berjalan dengan baik,” jelas Khusnul Khuluk. [ach]

Tags: