Pengusutan PD AU Sidoarjo Temui Titik Terang

karikatur ilustrasi

Sidoarjo, Bhirawa
Untuk memastikan adanya dugaan korupsi di PD Aneka Usaha (PD AU), Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo, tinggal menunggu pemeriksaan saksi dari PT BTA yang sudah kali ketiga mangkir dari panggilan Kejaksaan. BUMD milik Pemkab melakukan praktek makelar dari distribusi gas yang diekplorasi PT Lapindo Brantas.
Tim Kejari Sidoarjo terus melakukan Pengumpulan Barang Bukti dan Keterangan (Pulbaket), serta Pengumpulan Data (Puldata) untuk membongkar skandal korupsi  perusahaan milik Pemkab Sidoarjo ini. PD AU menjalankan bisnis distribusi gas di luar bisnis intinya yakni Properti dan percetakan. Gas yang dibeli dari PT Lapindo Brantas Inc dijual kembali dalam bentuk mentah kepada PT BTA, yang kemudian diolah menjadi CNG. AU mengambil keuntungan atas hak partisipasi (Partisipasi interest) sebesar 10% sejak tahun 2011.
Dalam perjalanan kerjasama bisnis ini tidak mulus, PT BTA wanprestasi dengan tidak membayar sebagian kewajiban sesuai perjanjian. Menjadi pertanyaan pula, kenapa AU hanya menjual gas ke PT BTA. Bagaimana dengan tanggungjawab AU dalam melunasi hutangnya kepada LBI (Lapindo Brantas Inc).
Menurut Angota Komisi B DPRD, M Kayan, bila AU membeli gas dengan harga murah dan kemudian menjualnya kembali dengan harga mahal logikanya mengambil keuntungan besar. Tetapi selama ini Komisi B DPRD tidak pernah tahu berapa belanja dan pendapatan perusahaan ini. Dalam LKPJ Bupati 2015 juga tidak disebut PAD nya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD, Emir Firdaus, menyatakan setiap kali rapat dengar pendapat komisi B dengan Direktur PD Aneka Usaha, Amral, selalu menunjukkan jawaban dengan nada ketus. Gaya bicaranya tidak bersahabat bila ditanya pendapatan perusahaan. Soal hutangnya AU ke Aneka Usaha itu menjadi tanggungjawab AU.
Sesuai PP Nomor 35 tahun 2014 bahwa KKKS (Kontraktor Kerjasama) Migas berkewajiban menawarkan hak partisipasi 10% dari produksi Migas. Peluang ini ditangkap BUMD untuk mengambil porsi sebagai mitra LBI. Padahal AU sebenarnya bergerak di bisnis Percetakkan. Dengan menabrak UU yang mengatur bisnis Migas harus dipisahkan dengan  bisnis lain. Perusahaan Migas harus berdiri sendiri dengan ketentuan persero hanya  boleh mengelola Migas saja.
Untuk mensiasti aturan, AU mengajukan Raperda Aneka Usaha dari PD (Perusahaan Daerah) menjadi PT (Persero Terbatas) ke DPRD. Dengan harapan bila rancangan ini disetujui maka bisnis Migas bisa disandingkan dengan unit property dan percetakan dalam satu perusahaan.
Ketua Pansus Raperda Aneka Usaha, Khoirul Huda, menegaskan, Raperda usulan Pemkab Sidoarjo ditolak mentah-mentah oleh Pansus karena Migas tidak bisa dicampur baur dengan bisnis lain dalam satu perusahaan. Migas harus dikelola satu perusahaan. Pansus sudah berkonsultasi dengan ahli ekonomi yang memberikan pencerahan seperti itu, justru pelanggaran hukum bila pengelolaan Migas ini diteruskan AU.
Meskipun Pansus memberikan sinyal kuat bahwa AU tidak boleh mengelola Migas, property dan percetakaan dalam satu perusahaan, namun peringatan diabaikan, padahal bsinis ini berpotensi menjadi perkara hukum. [hds]

Tags: