Penimbun Dana APBD Tertinggi, Surabaya Terancam Disanksi

Vinsensius Awey

Vinsensius Awey

DPRD Surabaya, Bhirawa
Pemkot Surabaya terancam mendapatkan sanksi pada 2016 dari pemerintah pusat jika masih menahan pencairan anggaran atau serapan APBD terendah untuk level pemerintah kota se-Indonesia pada tahun anggaran 2015.
“Kami menyesalkan jika Surabaya mendapatkan sanksi akibat rendahnya serapan APBD ini,” kata anggota Komisi C DPRD Surabaya Vinsensius Awey, Minggu (23/8).
Untuk diketahui Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro di Jakarta, Jumat (21/8) mengatakan sejak 2011 hingga Juni 2015 masih ada dana pemerintah daerah di perbankan yang menganggur dan nilainya hingga Rp 273,5 triliun. Jumlah ini berpotensi meningkat, apabila tidak ada terobosan dalam hal pencairan anggaran.
Kondisi ini bisa menghambat pendanaan belanja daerah, terutama belanja modal untuk pembangunan sarana infrastruktur yang dibutuhkan untuk menggairahkan kinerja perekonomian agar tidak terus-terusan mengalami kelesuan.
Kementerian Keuangan mencatat lima provinsi yang masih memiliki dana menganggur terbanyak di perbankan atau idle sejak 2011 antara lain DKI Jakarta, Jawa Barat, Riau, Papua dan Kalimantan Timur.
Sedangkan untuk tingkat pemerintah kota yang masih mempunyai dana menganggur atau idle di bank nasional dan bank daerah hingga Juni 2015, Surabaya menduduki posisi teratas disusul Medan, Cimahi, Tangerang dan Semarang. Sedangkan tingkat Pemerintah Kabupaten, Kutai Kertanegara menduduki posisi teratas disusul Kabupaten Malang, Bengkalis, Berau dan Bogor.
Adapun sanksi yang diberikan berupa penyaluran non tunai dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN). Penyaluran non tunai dilakukan melalui konversi penyaluran dana alokasi umum atau dana bagi hasil dalam bentuk surat berharga negara bagi daerah yang mempunyai dana idle di bank dalam jumlah yang tidak wajar. Penyaluran dana transfer ke daerah dalam bentuk non tunai tersebut, misalnya diganti SBN dengan tenor tiga tahun dan non-tradable yang baru bisa dicairkan apabila pemerintah melakukan pembelian kembali (buy back).
Menurut Awey, tentu penghargaan ini bukanlah sebuah prestasi yang patut dibanggakan. Tingginya dana idle menunjukan rendahnya serapan APBD, khususnya serapan di Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Pematusan Surabaya yang mana sampai Agustus 2015 baru terserap 18 persen.  “Sedangkan di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang sampai dengan Agustus baru sekitar 29 persen. Total realisasi belanja Pemkot Surabaya sampai Agustus baru 39  persen,” katanya.
Ia mengatakan dana besar yang mengendap di perbankan dengan bunga yang sangat kecil, seharusnya disalurkan ke program pembangunan infrastruktur dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. “Dengan adanya dana besar yang masih tersimpan, tampak belanja pemerintah belum maksimal. Hal ini juga menjadi salah satu penyebab menurunnya pertumbuhan ekonomi,” ujar anggota Badan Anggaran DPRD Surabaya ini.
Apalagi di tengah himpitan ekonomi seperti saat ini, lanjut dia, nilai mata uang rupiah melemah terus dan daya beli masyarakat rendah. “Seharusnya serapan yang baik dari pemerintah setidak-tidaknya akan dapat memberikan kontribusi positif bagi dorongan pertumbuhan ekonomi di kota Surabaya,” ujarnya. Tahun lalu, kata dia, terjadinya peningkatan sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa) APBD sehingga terhenti penyaluran DAK (Dana Alokasi Khusus).  “Pemkot tidak pernah mau belajar dari prestasi buruk tahun sebelumnya. Saat ini terulang lagu di mana Surabaya tercatat sebagai kota penimbun dana APBD teratas,” ujarnya.
Untuk itu, kata Awey, DPRD Kota Surabaya harus secara rutin menggelar rapat pertemuan dengan Dinas dinas terkait dalam hal optimalisasi penyerapan anggaran.  “Hal itu berguna agar Surabaya di tahun berikutnya tidak lagi mendapat prestasi terbaik dalam kategori penimbun terbesar dana APBD,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Kota (Sekkota) Surabaya Hendro Gunawan hingga kemarin petang belum bisa dikonfirmasi. Saat dihubungi melalui ponselnya tidak aktif.
Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Surabaya Eric Cahyadi mengatakan sebetulnya yang lebih mengetahui soal itu Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya. Ia mengatakan untuk dana dari pemerintah pusat yang diserahkan ke Pemkot Surabaya itu di antaranya seperti Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk Dinas Pendidikan dan cukai rokok untuk Dinas Kesehatan.  “Sedangankan untuk dinas saya untuk perbaikan kampung. Tapi ini belum bisa dijalankan karena juknisnya belum turun dari pemerintah pusat,” ujarnya.
Saat ditanya serapan rendah di Dinas Cipta Karya, Eric menjelaskan bahwa serapan anggaran di dinasnya sampai sekarang sudah mencapai 60 persen.  “Jika ada yang mengatakan 29 persen, itu perencanaan yang ada diaplikasi e-project. Tapi yang jelas Oktober-November itu penyerapan dan Desember diharapkan bisa 100 persen. Tahun lalu mencapai 90 persen,” ujarnya. [gat]

Tags: