Peningkatan Bed Isolasi Jatim Tembus Hingga 15.864

Pekerja saat memasang karpet lantai di lapangan tembak yang dipersiapkan untuk RS Lapangan yang digunakan untuk warga isolasi yang positif Covid-19.

Pemprov, Bhirawa
Peningkatan kasus Covid-19 di Jatim mengalami tren peningkatan yang signifikan. Rate of transmission (RT) kini telah mencapai angka 1,23 dengan total kasus aktif sebesar 13.842 orang per tanggal 7 Juli, kemarin. Berbagai upaya dilakukan untuk menghadapi lonjakan kasus ini, baik dari sisi kuratif dengan penambahan bed isolasi maupun preventif dengan memasifkan vaksinasi serta pemberlakuan PPKM Darurat.
Juru Bicara Satgas Covid-19 Jatim dr Makhyan Jibril Al Farabi mengatakan, peningkatan kasus Covid-19 di Jatim mendorong pemerintah untuk meningkatkan ketersediaan bed isolasi. Di Jatim sendiri, peningkatan ruang isolasi saat ini telah mencapai 15.864 bed meningkat dari 7.954 bed, atau meningkat dua kali lipat sejak 1 Juni lalu. Secara rinci, peningkatan terjadi untuk ruang isolasi ICU dari 844 bed menjadi 1.310 bed dan ruang isolasi biasa dari 7.110 bed menjadi 14.554 bed.
“Memang kasus di Jatim terjadi peningkatan trend yang signifikan. Tiga zona merah bertambah 17 daerah menjadi 20 daerah. Penyebabnya karena kenaikan kasus yang jauh lebih tinggi dari minggu-minggu sebelumnya, zonasi berubah setelah ada peningkatan kasus atau kematian dua kali lipat dari minggu sebelumnya,” tutur Jibril.
Kenaikan zona merah ini telah dilakukan berbagai peningkatan upaya promotif dan preventif maupun tracing. Kontribusi peningkatan bed isolasi ini berasal dari berbagai rumah sakit baik yang dikelola Pemprov Jatim maupun oleh kabupaten / kota masing-masing. Sementara testing dari 20 ribu menjadi 30 – 40 ribu per minggu. Namun, semua upaya tersebut tidak akan cukup karena hanya mampu membendung hilirnya. Sementara untuk menekan kasus Covid-19 ini harus ditahan mulai dari hulunya yaitu asal muasal penularan yang diakibatkan dari mobilitas masyarakat.
“Maka PPKM Darurat ini, pesan kita adalah 1 M, manutto (Patuh) dengan aturan PPKM darurat. Karena di PPKM darurat ini harapannya bisa menekan semua hal yang beresiko dalam menularkan Covid-19. Dan kita bisa menangani peningkatan BOR di rumah sakit,” ujar dia.
Jibril juga menegaskan pentingnya kesadaran masyarakat untuk melaporkan diri saat mengalami gejala Covid-19. Hal ini agar mereka terpantau kondisinya saat melakukan isolasi mandiri. “Kondisi sekarang berbeda dengan awal Covid-19 mewabah. Banyak pasien yang isolasi mandiri tanpa melaporkan kondisinya ke pusat layanan medis,” ujar dia.
Menurutnya, saat ini banyak lembaga atau layanan kesehatan yang menggelar swab antigen. Sehingga, masyarakat pun banyak yang memanfaatkan layanan tersebut. Mereka yang hasil swab antigen-nya positif langsung menjalani karantina mandiri dan berusaha mengobati gejala secara mandiri.
“Biasanya, bertanya pada orang yang pernah terpapar Covid-19. Proses pengobatan itu dilakukan tanpa pantauan dari tenaga medis,” tambah Jibril.
Idealnya, masyarakat yang hasil swab antigennya positif harus melaporkan kondisinya ke tenaga medis, RT, atau RW. Setelah itu, ada tim medis yang memantau secara berkala. Dengan begitu, perkembangan pasien diamati secara berkala. “‘Itu akan membuat pasien aman dan potensi sembuh sangat besar,” kata dia.
Pola seperti itu menurutnya juga menjadi pemicu banyak korban berjatuhan. Jibril berharap, PPKM Darurat tidak hanya membatasi aktivitas masyarakat. Pemantauan terhadap warga yang terpapar Covid-19 harus ditingkatkan.
Dia menambahkan, data yang dimiliki Satgas Covid-19 bersumber dari perawatan pasien di lapangan. Yakni dari puskesmas dikirim ke Dinas Kesehatan daerah. Lalu diteruskan ke Dinas Kesehatan provinsi Jatim. Warga yang melakukan isolasi mandiri dan tidak melapor, tidak terdata. ”Itu yang berisiko tinggi,” katanya. [tam]

Tags: