Peningkatan Riset Indonesia Tertinggi di Dunia

Menristekdikti Mohamad Nasir

Pasuruan, Bhirawa
Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti ) Mohamad Nasir mengatakan peningkatan kegiatanriset perguruan tinggi di Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia.
“Ketika saya awal menjadi menteri, riset perguruan tinggi hanya 5.200 per tahun. Oktober 2018 terjadi kejutan dengan jumlah riset mencapai 20.000,” kata Nasir saat memberikan orasi ilmiah di hadapan wisudawan Universitas Yudharta Pasuruan di Pasuruan, Minggu (21/10).
Menristekdikti Nasir mengatakan saat dia awal menjadi menteri, jumlah riset perguruan tinggi Indonesia 5.200 per tahun masih di bawah Thailand (9.500), dan Singapura (19.000).
Saat menjabat sebagai menteri, dia melakukan berbagai upaya perbaikan,yang salah satunya adalah mendorong dosen untuk melakukan penelitian.
“Oktober 2018, riset Indonesia 20,000, Singapura 16.000 dan Thailand 12.000. Padahal, selama 20 tahun, jumlah riset Indonesia tidak pernah bisa mengalahkan Thailand,” jelasnya.
Karena itu, untuk meningkatkan daya saing Indonesia, pengajar di perguruan tinggi harus melakukan publikasi riset. Namun, publikasi saja tidak cukup karena juga harus diikuti dengan inovasi. “Kita hidup di era revolusi industri 4.0. Kita mengalami perubahan yang sangat drastis,” ujarnya.
Menurut Nasir, revolusi industri 4.0 telah membawa lompatan teknologi yang lebih pesat daripada sebelumnya. “Lompatan teknologi itu kita rasakan dalam kehidupan sehari. Dulu kalau mau naik kendaraan umum, kita harus menunggu di pinggir jalan. Saat ini, dengan Gojek, kita bisa mengirim pesan langsung kepada pengemudi dan dijemput di rumah,” tuturnya.

PT Kembangkan Daring
Pada kesempatan itu, Menristekdikti Mohamad Nasir mendorong perguruan tinggi (PT) untuk mengembangkan kelas dalam jaringan atau daring yang memungkinkan mahasiswa mengikuti perkuliahan dimana saja dan kapan saja. “Ke depan, kuliah tidak hanya di kelas. Karena daring jadi kuliah tidak memerlukan ruangan kelas,” katanya.
Dengan perkuliahan daring, maka perguruan tinggi bisa mendapatkan mahasiswa dari mana pun. Universitas Yudharta misalnya, tidak hanya akan mendapatkan mahasiswa dari Pasuruan, tetapi juga bisa dari seluruh Jawa Timur, seluruh Indonesia dan bahkan luar negeri.
Menristek Nasir mengatakan perkuliahan secara daring sudah dilakukan oleh Universitas Terbuka. Selain itu, beberapa program studi di perguruan tinggi negeri lain seperti Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung dan Universitas Gadjah Mada juga telah mengembangkan kelas daring. ” Perguruan tinggi swasta yang telah mengembangkan kelas daring adalah Bina Nusantara, sebanyak lima program studi,” jelasnya.
Pengembangan kelas daring tersebut, kata Nasir, sesuai dengan pesan Presiden Joko Widodo agar perguruan tinggi menyesuaikan diri dengan perubahan global.
Selain itu, kelas daring juga bisa menekan biaya kuliah. Praktik kelas daring di luar negeri, biaya perkuliahan pada kelas daring bisa ditekan menjadi 1.500 dolar Amerika Serikat per semester dari sebelumnya mencapai 7.000 dolar Amerika Serikat per semester. “Namun, jaringan teknologi informasi perlu diperbaiki agar mahasiswa bisa mengakses kelas daring tersebut,” tuturnya.
Nasir mengatakan telah mengumpulkan pimpinan perguruan tinggi Nahdlatul Ulama (NU) untuk mendorong mereka bekerja sama dengan Universitas Terbuka mengembangkan kelas daring. “Ke depan, 275 perguruan tinggi NU akan bekerja sama dengan Universitas Terbuka mengembangkan kelas daring,” katanya. [ant]

Tags: