Penipuan di Kota Batu Merebak

6-FOTO A nas-1014 Kasus Tanah Torongrejo (12)Kota Batu, Bhirawa
Naiknya nilai harga jual tanah di Kota Batu harus diikuti kewaspadaan warga setempat ketika hendak menjual tanahnya. Karena kondisi ini rawan dimanfaatkan oleh pelaku penipuan. Seperti yang terjadi di Desa Torongrejo, warga yang menjual tanahnya di tahun 2009, hingga saat ini belum menerima uang pembayaran sepeserpun. Korban bersedia bertanda tangan, karena saat itu dia diber jaminan oleh perangkat desa setempat.
Diketahui, warga Dusun Krajan, Desa Torongrejo, Kecamatan Junrejo yang menjadi korban penipuan adalah Tasripan, usia 40 tahun. Pada tahun 2009, ia menual tanahnya yang berlokasi di Desa Torongrejo seluas 2.880 m2 melalui perantara (makelar) bernama Edi Suprapto. “Saat itu kesepakatan saya dengan Edi Suprapto, tanah tersebut saya jual dengan harga Rp 150 juta,” ujar Tasripan, Selasa (14/10).
Dalam perkembangannya, pada Mei 2012, Tasripan didatangi Perangkat Desa Torongrejo bernama Suparno. Kedatangan Suparno tersebut untuk meminta tanda tangan korban dalam pembuatan akta jual beli tanah. Awalnya, korban menolak memberikan tanda tangan karena belum ada kesepakatan atau kejelasan pembayaran jual beli tanah itu, baik dari perangkat desa maupun dari Edi Suprapto sebagai makelar.
“Namun perangkat desa, pak Parno (Suparno), terkesan memaksa agar saya segera bertanda tangan. Karena yang meminta adalah perangkat desa dan yang bersangkutan bersedia memberikan jaminan tanggung jawab jika ada permasalahan di kemudian hari, maka saya akhirnya member tanda tangan,” jelas Tasripan.
Namun usai memberikan tanda tangan, Tasripan tak pernah lagi mendapat kabar (dikabari) tentang perkembangan penjualan tanah miliknya. Pernah suatu saat, korban menanyakan hal tersebut ke kantor desa. Informasi yang diperoleh, tanah milik korban sudah ganti pemiliki atas nama Chairatun Nikmah, warga Desa Sukabangun, Kecamatan Sukarami, Palembang, dengan akte jual beli nomor 1014/Junrejo/V/2012. “Tentu saja saya kaget mendapatkan kabar ini. Karena sampai sekarang saya belum pernah menerima pembayaran sepeserpun atas penjualan tanah saya,” ungkap Tasripan.
Atas kenyataan ini, pada bulan Juni 2014, korban (Tasripan) mengajukan surat permohonan pembatalan akte jual beli nomor 1014/Junrejo/V/2012 yang tak lain adalah tanahnya. Dalam surat permohoan tersebut juga disebutkan bahwa sejal bulan Mei 2012 hingga Juni 2014, korban belum pernah menerima uang pembayaran atas penjualan tanah milik korban.
Ketika kasus ini dikonfirmasi ke Kantor Desa Torongrejo, Bhirawa menemui perangkat desa bernama Suparno yang meminta tanda tangan kepada korban. Suparno mengaku sebagai perangkat desa, saat itu dirinya hanya mendapatkan tugas untuk meminta tanda tangan kepada Tasripan. Ia mengaku tidak tahu terkait transaksi jual-beli ataupun pembayaran pada tanah milik Tasripan.
“Saat itu saya hanya disodori berkas berupa akte yang kita terima dari Kecamatan Junrejo. Dan kemudian saya diperintahkan oleh pajabat Kepala Desa yang lama untuk mencari tanda tangan nama-nama yang ada di akte tersebut,” ujar Suparno. Pernyataan Suparno ini dibenarkan oleh Moch. Yakni, pejabat sekretaris desa.
Sementara Kepala Desa Torongrejo saat ini, Sugeng Santoso Wijaya, mengaku jika dirinya tidak mengetahui proses awal dalam jual beli tanah milik Tasripan tersebut. “Saya masih 1 tahun ini menjabat sebagai Kepala Desa Torongrejo,” ujar Sugeng.
Namun ia mengaku pernah menyampaikan kasus ini ke pihak kecamatan Junrejo. Laporan inipun mendapatkan tanggapan dari Kecamatan dengan melakukan pemanggilan terhadap pihak yang bersangkutan di jual-beli tanah itu. “Namun dalam pemanggilan tersebut, pihak Pemerintah Desa Torongrejo tidak dilibatkan atau tidak diundang. Jadi penyelesaian atas kasus ini kitapun tidak mengetahui,” pungkas Sugeng. [nas]

Keterangan Foto: Tasripan (kiri) saat melakukan aksi protes ke Kantor Desa Torongrejo ditemui Kepala Desa setempat, Sugeng Santoso Wijaya (berkopiah), Selasa (14/10).

Rate this article!
Tags: