Penjaminan UMKM Sebuah Keniscayaan

Oleh :
Wahyu Kuncoro SN
Wartawan Harian Bhirawa

Tidak berimbangnya jumlah penduduk usia produktif dengan jumlah lapangan kerja yang tersedia, di satu sisi akan melahirkan pengangguran. Namun di sisi lain, kondisi ini juga akan memacu khususnya para pemuda untuk menciptakan peluangnya sendiri dengan membuka usaha. Sebagian besar tergolong sebagai pelaku usaha sektor industri Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Implikasinya, jumlah pelaku usaha industri UMKM Indonesia terus mengalami peningkatan. Jumlah UMKM di Indonesia terus mengalami perkembangan dari tahun 2015, 2016 hingga tahun 2017 jumlah pelaku UMKM di Indonesia akan terus mengalami pertumbuhan. Data dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (2014), terdapat sekitar 57,8 juta pelaku UMKM di Indonesia.
UMKM mempunyai peran penting dan strategis dalam pembangunan ekonomi nasional. Selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, UMKM juga berperan dalam mendistribusikan hasil-hasil pembangunan. Dengan demikian, peran pelaku UMKM  dalam pembangunan ekonomi nasional tiada terbantahkan lagi.
Berdasar catatan Bank Indonesia (BI), selama ini UMKM memiliki andil besar dalam menyelamatkan Indonesia dari ancaman krisis perekonomian global. Selama tahun 2016 kemarin, UMKM mampu memberikan kontribusi Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sebesar 61 persen. Namun ironisnya, pada sisi lain ternyata baru 22 persen dari total 57,8 juta UMKM di Indonesia yang  memiliki akses kredit ke perbankan. Harus diakui, bank-bank selama ini memang kurang ramah kepada UMKM, terutama usaha mikro dan kecil. Pelaku usaha mikro dan usaha kecil umumnya dianggap tidak layak memperoleh pembiayaan dari perbankan (tidak bankable) karena mereka tak punya agunan dan masih menerapkan manajemen  tradisional, sehingga berisiko tinggi mengalami kredit macet.
Perbankan lebih bernafsu menyalurkan kredit kepada usaha menengah dan usaha besar yang risikonya dianggap jauh lebih kecil, lebih terukur, lebih simpel, dan tak butuh biaya besar. Indikasi perbankan lebih berpihak kepada pengusaha besar ketimbang pengusaha mikro dan pengusaha kecil tampak jelas pada komposisi penyaluran kredit.
Berkaca pada fakta-fakta tersebut, sulit untuk tidak mengatakan bahwa para pelaku UMKM harus didukung secara total. Mereka bukan hanya perlu dukungan akses kredit, tapi juga dukungan fiskal. Di sinilah perlunya kita menggugah  pemerintah untuk mengikuti langkah-langkah yang akan, sedang, dan telah digulirkan BI. Dengan begitu, kebijakan BI dan pemerintah akan seirama, terutama dalam mendorong perluasan akses keuangan untuk segenap lapisan masyarakat (financial inclusion). Pemerintah  seharusnya  memberikan  insentif, bukan disinsentif. Jika pemerintah tetap tidak ramah kepada UMKM, kita khawatir upaya menjadikan UMKM sebagai fondasi perekonomian nasional – sebagaimana sering didengungkan selama ini – bakal kandas.
Sikap pemerintah yang kurang bersahabat kepada pelaku UMKM juga kontraproduktif dengan  program financial inclusion. Padahal, perluasan akses keuangan untuk segenap lapisan masyarakat melalui pemberdayaan UMKM adalah cara paling efektif menyejahterakan  rakyat di akar rumput.
Urgensi Jaminan Kredit UMKM
Salah satu masalah yang sering dialami oleh beberapa UMKM di Indonesia adalah akses terhadap permodalan. Sering kali beberapa UMKM yang usahanya feasible namun tidak bisa mendapatkan pembiayaan/modal karena beberapa hal seperti kurangnya jaminan/agunan, laporan keuangan yang masih belum jelas, usaha yang masih kecil, hingga beberapa faktor yang menyebabkan kreditur tidak bisa memberikan pembiayaan.
Menghadapi persoalan seperti itu, kehadiran perusahaan penjamin untuk membantu pengusaha UMKM mengakses sumber pembiayaan atau pinjaman kepada institusi keuangan menemukan relevansinya. Harus diakui, dalam hal pemberian jaminan maka yang paling terdepan dalam memperjuangkan UMKM ini adalah Perum Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo). Sebagai badan usaha milik negara (BUMN), Jamkrindo adalah perusahaan penjamin kredit, yang membantu mengembangkan UMKM yang layak usahanya (feasible) untuk mendapatkan modal atau pembiayaan meskipun kurang memiliki jaminan atau agunan yang cukup.
Jamkrindo memang tidak menyalurkan kredit secara langsung untuk UMKM, tapi membantu pengusaha UMKM dengan memberikan penjaminan kepada calon debitur agar lebih layak untuk mendapatkan modal atau pembiayaan dari institusi keuangan. Pengusaha UMKM dapat mengajukan permohonan untuk penjaminan kepada Jamkrindo lantas kemudian Jamkrindo akan menganalisa kelayakan usaha calon debitur dan apabila menurut kami layak, maka Jamkrindo akan menyampaikan jaminan kepada institusi keuangan sebagai salah satu persyaratan agunan atau jaminan yang dibutuhkan dalam penyaluran kredit. Prinsipnya Jamkrindo membantu debitur atau nasabah yang kurang dalam hal agunan atau jaminan agar bisa disetujui oleh institusi keuangan.
Harapan ke depan, dengan adanya Jamkrindo ini para pengusaha UKM tidak lagi kesulitan dalam hal peminjaman untuk modal usaha, sehingga lebih berkonsentrasi untuk meningkatkan kualitas produksi. Hadirnya Undang Undang No 1/2016 tentang Penjaminan menjadi payung hukum kepastian kepada lembaga pembiayaan bila terjadi risiko.
Menurut UU ini, usaha penjaminan di antaranya bertujuan untuk menunjang kebijakan pemerintah, terutama dalam rangka mendorong kemandirian usaha dan pemberdayaan dunia usaha, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah serta koperasi dalam perekonomian nasional. Selain itu, penjamian bertujuan  meningkatkan akses bagi dunia usaha, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah serta koperasi dan usaha prospektif lainnya kepada sumber pembiayaan. Muara dari usaha penjaminan adalah untuk mendukung pertumbuhan perekonomian nasional dan meningkatkan tingkat inklusivitas keuangan nasional.
UU ini mengatur perizinan lembaga penjaminan, mekanisme penjaminan, hingga penyelesaian sengketa melalui lembaga alternatif. Perum Jamkrindo memiliki peranan penting dalam membantu usaha mikro, kecil, dan menengah UMKM, untuk mengakses permodalan kepada lembaga keuangan, baik bank umum maupun nonbank. Jadi, UMKM dapat secara maksimal memanfaatkan sumber daya dan infrastruktur yang disediakan oleh pemerintah, guna meningkatkan dan mengembangkan usaha UMKM.
Mengelola Database UMKM
UMKM Indonesia saat ini berjumlah sekitar 56,7 Juta unit usaha, yang dibina oleh sekitar 23 kementerian dan lembaga. Data dan informasi yang tersedia saat ini sangat beragam, tersebar dan kurang terkoordinasi dengan baik. Hal ini memerlukan upaya yang fokus untuk menghimpun database UMKM dengan lingkup nasional, dan dikelola dengan baik.
Sejalan dengan keluarnya UU No.1/2016 tentang Penjaminan Kredit UMKM sebagai payung hukum pemberian kredit penjaminan, Jamkrindo sebagai satu-satunya BUMN penjaminan kredit mendapat tugas melakukan pemeringkatan, yang dimulai dari peningkatan database UMKM yang ada di Indonesia. Dari 57,8 juta UMKM yang ada di Indonesia saat ini, ternyata baru ada 5 juta yang telah masuk ke dalam database UMKM Jamkrindo, yang kemudian akan dilakukan pemeringkatan, sehingga nantinya bisa mendapatkan akses pembiayaan ke perbankan lebih baik lagi. Dengan demikian untuk menjadikan UMKM agar bankable, maka salah satu jalan yang harus dilakukan adalah pemeringkatan UMKM.
Jamkrindo diharapkan lebih fokus dalam melakukan pengelolaan database UMKM sebagai langkah awal pemeringkatan UMKM. Selain itu, Jamkrindo tentu juga harus didorong untuk memberikan konsultasi manajemen kepada UMKM dengan melibatkan berbagai Perguruan Tinggi dan pihak lain yang kompeten. Hal ini penting dilakukan mengingat bahwa UMKM harus terus didampingi. Karena problem mereka tidak hanya di kolateral dan pembiayaan, tapi juga manajemen keuangan, kemasan hingga pemasaran.

                                                                                                                 ———- *** ————

Rate this article!
Tags: