Penolakan Rekrutmen CPNS di Jatim Meluas

Guru honorer membentangkan poster yang bertuliskan permintaan maaf pada siswanya karena melakulan aksi unjuk rasa, Kamis (20/9).

Sumenep, Bhirawa
Penolakan rekrutmen CPNS yang dilakukan oleh tenaga guru honorer kategori dua (K2) di Jatim semakin meluas di beberapa kabupaten seperti Sumenep, Tulungagung dan Blitar. Mereka mendesak kepada pemerintah agar diangkat menjadi PNS tanpa syarat.
Lebih dari 1.000 tenaga honorer K2 menggelar demo dengan mendatangi kantor Bupati dan DPRD Sumenep. Mereka menolak pelaksanaan rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) secara umum yang akan digelar pada tahun ini. Sebab, salah satu syaratnya akan membelenggu para honorer guru yakni pembatasan usia.
Mereka menilai, batasan umur sangat diskriminatif, sebab tenaga guru honorer di Sumenep ini sudah lama mengabdi dan mayoritas umur diatas 35 tahun. Otomatis, mereka tidak bisa mengikuti tes CPNS. “Kami sudah puluhan tahun mengabdi menjadi tenaga guru honorer. Tapi kenapa pemerintah masih akan melakukan tes CPNS umum dan ada batasan-batasan yang mengganjal bagi kami untuk ikut seleksi, seperti batasan umur,” kata Koordinator Forum Honorer K2 Sumenep, Abd Rahman, Kamis (20/9).
Di Sumenep jumlah tenaga guru honorer K2 mencapai 1.321 orang, sedangkan formasi rekrutmen CPNS tahun ini hanya diambil 163 dari unsur guru honorer K2. “Kami meminta agar K2 ini diangkat secara otomatis atau tanpa tes, baik secara bertahap ataupun serentak. Karena kami sudah lama mengabdi. Kalau memang ada persyaratan secara administrasi yang kurang kami akan memenuhinya, yang penting bukan batasan umur,” ucapnya.
Sekda Kabupaten Sumenep, Edy Rasyiadi mengatakan, pihaknya telah menyampaikan terkait keinginan para tenaga honorer kepada Menpan RB. Salah satunya agar diangkat secara otomatis, tanpa ada tes. “Mungkin saat ini dalam pembahasan di Menpan RB, karena beberapa waktu lalu kami telah menyampaikan hal itu. Dan kami siap menyampaikan aspirasi ini ke pemerintah pusat lagi,” papar Edy Rasyiadi.
Aksi yang sama juga dilakukan oleh 320 guru honorer SDN se-Kecamatan Kauman di depan Kantor UPT Dindikpora Kabupaten Tulungagung. Koordinator aksi Rian Dedi Prayitno, mengatakan pengumuman formasi dalam rekrutmen CPNS tahun 2018 memicu para guru honorer untuk bereaksi. “Rekrutmen CPNS tahun 2018 jelas tidak memihak kalangan bawah, yakni GTT dan PTT. Apalagi mereka harus melalui jalur umum dan dibatasi umurnya hanya sampai 35 tahun,” tandasnya.
Aturan dalam pendaftaran CPNS tahun 2018 itu, lanjut Rian jelas, membuat guru honorer kecewa. Mereka merasa diabaikan pengabdiannya selama ini. Bahkan di antara mereka ada yang sudah mengabdi sampai 18 tahun kendati dengan honorarium yang terbilang sangat tidak layak.

Mogok Kerja
Sementarea itu ratusan GTT Kabupaten Blitar melakukan aksi mogok kerja di Kantor Korwil Kecamatan Wonodadi Kabupaten Blitar. Salah satu Guru Honorer K2, Alfi yang telah mengabdi selama 17 tahun ini mengatakan, pihaknya bersama dengan GTT dan PTT tingkat SD SMP yang ada di Kecamatan Wonodadi menuntut Pemerintah agar mengangkatnya menjadi PNS tanpa tes dan syarat.
“Selama ini kami merasa ditelantarkan oleh Pemerintah, sebab pengabdian yang kita lakukan selama ini tidak sebanding dengan gaji yang kita peroleh setiap bulannya. Ada yang Rp 100 – Rp 150 ribu perbulannya. Itupun baru diberikan setiap tiga bulan sekali,” kata Alfi.
Ketua Korwil Pendidikan Wonodadi, Hairi Mustofa mengatakan, rencananya aksi mogok kerja ini akan dilakukan selama 8 hari kedepan yang diperkirakan aksi ini dilakukan serentak se-Kabupaten Blitar bahkan se-Indonesia.
“Saya sebagai Korwil juga ikut mendukung apa yang kawan-kawan guru lakukan ini. Jumlah GTT maupun PTT secara keseluruhan di Kecamatan Wonodadi mencapai 132 orang, selama ini mendapat honor yang sangat miris,” terangnya.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar, Budi Kusumarjaka yang ikut mendatangi Kantor Korwil Wonodadi mengatakan turut prihatin dengan nasib yang dialami GTT maupun PTT. Ia berjanji, aspirasi mereka akan ditampung dan akan disampaikan atasan, baik Bupati maupun Pemerintah Pusat. “Kami akan berupaya mencari jalan keluar. Tapi jika buntu, kita upayakan agar Bupati membuat sistem kontrak,” kata Budi Kusumarjaka.
Menanggapi aksi ini Anggota DPRD Kabupaten Blitar, Wasis Kunto Atmojo, juga ikut mendorong Pemkab Blitar agar memberikan solusi yang konkrit soal GTT atau PTT agar tidak meluas ke daerah yang lain. Selain itu, ia juga meminta Pemerintah Kabupaten Blitar segera melakukan koordinasi dengan Pemerintah Pusat.
“Tentu dalam menangani persolan ini negara harus hadir dan segera menyelesaikan persoalan yang terjadi hampir di seluruh daerah di Indonesia,” pungkasnya. [sul,wed,htn]

Tags: