Pentingnya Mencintai Pekerjaan

Pensiun Muda Pensiun KayaJudul    : Pensiun Muda Pensiun Kaya
Penulis    : Elie Mulyadi
Penerbit  : Mizania; PT Mizan Pustaka
Cetakan  : I, 2014
Tebal    : 292 Halaman
ISBN    : 978-602-9255-83-6
Peresensi  : Fatmawati Ningsih S.Th.I
Alumnus IAIN Walisongo Semarang Konsentrasi Tafsir dan Hadis.

Kalimat Retire Young Retire Rich atau “Pensiun Muda Pensiun Kaya” pertama kali dikenalkan oleh Robert T. Kiyosaki. Sejak itu terjadi ueforia pensiun muda di kalangan masyarakat pekerja. Begitu banyak orang ingin menikmati indahnya pensiun muda dan kaya. Namun pada kenyataannya, pensiun muda pensiun kaya tak semudah yang diucapkan. Hanya segelintir orang yang disiplin, kerja keras dan sabar yang bisa mewujudkannya.
Buku “Pensiun Muda Pensiun Kaya” karya Elie Mulyadi menceritakan perjalanan orang-orang yang telah mencapai kesuksesan maupun masih dalam proses. Dari faktor keberuntungan hingga kedisiplinan. Dari kecerobohan sampai kegagalan. Kisah dalam buku ini banyak mengutip dari pengalaman perempuan pekerja, baik kantoran dan domestik.
Kisah perempuan bekerja sekaligus ibu rumah tangga yang mencintai profesinya datang dari Tati Sutiasih. Dia bekerja selama 36 jam. Sejak menikah di usia 15 tahun, Tati bekerja tak pernah ada putusnya. Selama 12 jam dia bersama suaminya berjualan di toko kelontong. Sementara 24 jam berperan sebagai pedagang, ibu rumah tangga, pekerja kebersihan, tukang masak, dan perawat bayi. Tati mengerjakan semuanya sendirian tanpa seorang pembantu.
Tati Sutiasih sekeluarga tinggal di kios berukuran 3×10 yang dibagi menjadi dua ruangan. Satu untuk memajang barang dagangan, satu lagi gudang merangkap tempat tinggal. Kehidupan kerja dan rumah tak bisa terpisah. Tati melayani pembeli sambil membuat sarapan. Menghitung uang setoran sambil mengawasi anak-anaknya bermain di dalam toko yang sering membuat onar dengan memecahkan telor, menumpahkan minyak goreng dan lain sebagainya.
Namun demikian, Tati selalu bisa melewatinya meski kadang tak semua hal bisa dikerjakannya. Mungkin inilah kelebihan wanita dibandingkan pria. Itulah mengapa ia ditinggikan posisinya dan diagungkan Tuhan dibanding pria.
Kini setelah 30 tahun berlalu. Tati tak lagi mukim di kios melainkan rumah yang nyaman. Anak-anaknya telah dewasa dan berumah tangga. Mereka menginginkan agar Tati berhenti bekerja di kios dan menikmati masa pensiunnya, tapi Tati tak ingin mundur apalagi berhenti. Dia bilang “Aku telah bekerja begitu lama sehingga tak tahu bagaimana cara menghentikannya!”.(Halaman 62)
Berbeda dengan Tati Sutiasih yang berperan ganda sebagai wanita bekerja sekaligus ibu rumah tangga, Septi Peni Wulandari menjalani profesinya sebagai ibu rumah tangga yang berhasil menemukan teknik berhitung cepat dengan hanya menggunakan jari tangan atau yang dia sebut “Jarimatika”.
Septi menemukan teknik ini dari hasil uji coba bersama ank-anaknya. Sebagai ibu rumah tangga, Septi sangat memperhatikan tumbuh kembang anak-anaknya secara fisik dan psikis, apalagi setelah anak-anaknya memasuki bangku sekolah. Septi menjadi Ibu sekaligus guru. Septi tak segan ikut kursus keterampilan anak. Dari situlah Septi menulis metode Jarimatika dalam sebuah buku. Hasilnya sungguh di luar dugaan. Banyak pihak yang merespon dan tertarik belajar Jarimatika. Dalam tempo singkat, bukunya dicetak ulang sebanyak sepuluh kali.
Inilah berkah menjadi ibu. Septi mendapat inspirasi dari anak-anaknya untuk berkarya. Septi tidak hanya mendapat penghasilan besar tapi juga dikenal masyarakat luas pencipta teknik Jarimatika. Septi dinobatkan menjadi nominator Ibu Teladan salah satu majalah dan menjadi kandidat Enterpreneur of The Year Ernest & Young 2008. Septi selalu menekankan bahwa dirinya bukan orang hebat. Dia hanya ibu rumah tangga yang menikmati pekerjaannya. Saatnya kita bangga menjadi ibu rumah tangga!. (Halaman 55)
Buku ini sangat menarik karena bertutur banyak kisah berbeda dalam kehidupan karir setiap orang. Mengetahui perjalanan dan pengalamannya merupakan sebuah proses belajar dan pendewasaan. Pembaca bisa share dengannya untuk kemudian menyadari bahwa hidup begitu kompleks. Benang merah yang bisa ditarik dari buku ini adalah kesadaran akan pentingnya mencintai pekerjaan. Bukan hanya demi pencapaian materi, bekerja juga demi penyampain ekspresi. Kreatifitas, keberanian dan pengabdian itulah unsur cinta yang akan membawa serangkaian keberhasilan. Membaca buku ini menghadirkan atmosfir yang berbeda bagi kita yang membutuhkan semangat baru untuk terus bekerja dan berkarya.

                                                      —————————- *** —————————

Rate this article!
Tags: