Pentingnya Regulasi Perlindungan Data Pribadi

Kasus pencurian data pribadi diduga kembali terjadi di instansi pemerintah. Itu artinya, bukan kali ini saja data di instansi pemerintah diretas. Sebelumnya, 2,3 juta data pribadi sensitif meliputi nama, alamat, nomor induk kependudukan, dan nomor kartu keluarga diduga diretas dari situs Komisi Pemilihan Umum. Saat itu, peretas juga berhasil membobol data pihak swasta. Sedangkan, pada Mei lalu, seorang peretas menjual data pengguna platform dagang Tokopedia. Sungguh, realitas ini jika dibiarkan akan mengudang perhatian dan kecemasan publik.

Sedangkan kali ini, kasus pencurian data pribadi kembali terjadi dengan peretas bernama akun Database Shopping mengklaim memiliki lebih dari 200.000 data pribadi dari database pasien Covid-19.Adapun data yang dihimpun adalah data sensitif termasuk nama, nomor telepon, alamat, hasil test PCR, dan lokasi tempat pasien dirawat. Data tersebut dijual olehnya secara terbuka di Raid Forums, yaitu situs yang digunakan oleh hacker untuk menjual data pengguna Tokopedia beberapa waktu lalu, (kompas.com,22/6).

Melalui kenyataan itu, setidaknya semakin memperkuat argumentasi tentang perlunya negeri ini membuat regulasi perlindungan data pribadi dan sekaligus membentuk pusat data nasional. Sementara dasar hukum untuk menjerat kasus ini pemerintah masih berpegang pada Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggara Sistem Transaksi Elektronik (PSTE) yang menjadi landasan hukum kasus pencurian data. Minimya lagi, aturan itu hanya berisi imbauan untuk penguatan sistem dan tidak menjelaskan sanksi apabila terjadi pencurian data.

Belajar dari kejadian kebocoran data pribadi yang kesekian kalinya dan pemberian sanksi pada pelaku yang terbilang masih longgar dan kurang jelas, semakin menegaskan bahwa potensi kebocoran data pribadi di instansi pemerintah sangatlah berpotensi besar. Sehingga besar harapan pemerintah bisa segera berbenah dengan membuat protokol keamanan siber yang andal agar data lembaga negara maupun swasta bisa aman dan terlindungi.

Ani Sri Rahayu
Pengamat Politik Universitas Muhammadiyah Malang

Tags: