Penuhi Janjinya, Kajari Turun Langsung jadi JPU Sidang Pidana Pemilu 

Kajari Kota Mojokerto Rudy Hartono ketika memberikan penjelasan perkara tindak pidana pemilu. [kariyadi setiawan/bhirawa].

Kab Mojokerto, Bhirawa
Kajari Kab Mojokerto Rudy Hartono memenuhi janjinya turun langsung menjadi JPU dalam sidang perdana kasus pidana Pemilu di Mojokerto yang melibatkan terdakwa seorang Kades
Sempat diwarnai adu argumen diawal sidang karena  tidak hadirnya terdakwa Kepala Desa (Kades) Sampangagung, Kecamatan Kutorejo,  Kab Mojokerto Suhartono dalam sidang pedana di PN Mojokerto, Jalan RA Basuni tersebut
Sidang  perkara pidana Pemilu itu digelar di ruang Cakra, Pengadilan Negeri Mojokerto. Sidang dimulai pukul 10.15 WIB  dipimpin Ketua Majelis Hakim Hendra Hutabarat, serta hakim anggota Ardiani dan Juply Pansariang.
Kepala Kejaksaan Negeri Mojokerto Rudy Hartono turun langsung sebagai Jaksa Penuntut Umum (JPU). Rudy didampingi dua jaksa lainya, yakni Kasi Pidana Umum Faiq Sofa dan Kasi Barang Bukti Ivan Yoko.
Terdakwa tunggal dalam perkara pidana Pemilu ini Suhartono tidak hadir dalam sidang  Kuasa hukum Kades yang akrab disapa Nono ini juga tak hadir.
Mangkirnya Nono memantik perdebatan antara JPU dengan Ketua Majelis Hakim. Menggunakan pedoman Pasal 482 UU RI No 7 tahun 2017 tentang Pemilu, Rudy meminta majelis hakim tak menunda agenda pembacaan surat dakwaan. Terlebih lagi sidang perkara pidana Pemilu ini dibatasi hanya 7 hari.
“Dalam pasal tersebut disebutkan sidang tetap bisa digelar meskipun terdakwa tidak hadir. Mohon kami diberi kesempatan untuk membacakan surat dakwaan,” kata Rudy di dalam persidangan, Rabu (5/12)
Namun, permintaan JPU ditolak oleh Ketua Majelis Hakim Hendra Hutabarat. Dia memilih memberikan kesempatan bagi terdakwa untuk hadir dan mendengarkan langsung isi dakwaan.
“Terdakwa agar dipanggil ulang untuk sidang berikutnya, supaya bisa tahu terdakwa mengajukan eksepsi atau tidak,” ujar Hendra.
Kasi Pidana Umum Faiq Sofa yang juga duduk di kursi JPU membeberkan alasan berbeda. Dia berdalih tak bisa menghadirkan terdakwa dalam sidang perdana lantaran penetapan jadwal sidang yang dikeluarkan PN Mojokerto baru dia terima pagi tadi. Sehingga pemanggilan terhadap terdakwa juga terlalu mepet.
Ketua Majelis Hakim menolak alasan yang diajukan JPU. Hendra memutuskan menunda pembacaan surat dakwaan.
“Memerintahkan penuntut untuk memanggil kembali terdakwa. Hari sidang berikutnya Kamis 6 Desember 2018 pukul 10.30 WIB. Memerintahkan penuntut agar menghadirkan terdakwa, alat bukti dan barang bukti dalam persidangan,” tegasnya.
Terkait keputusan hakim menunda sidang dengan agenda pembacaan surat dakwaan, Kajari Mojokerto Rudy Hartono memilih mengikuti keputusan tersebut.
“Ketua majelis ingin memenuhi hak terdakwa supaya dipanggil lagi, tak masalah. Padahal penetapan kami terima baru pagi tadi,” tandas Kajari.
Dengan begitu, waktu yang tersisa untuk menyidangkan perkara pidana Pemilu ini hanya 6 hari kerja. Menurut Rudy, majelis hakim bakal menggelar sidang secara maraton dalam waktu yang tersisa tersebut.
Sidang perdana dengan terdakwa Suhartono ini dijaga ketat sekitar 70 anggota Polres Mojokerto. Unit K9 juga diterjunkan untuk memastikan proses sidang berjalan aman.
Kapolres Mojokerto AKBP Setyo Koes Heriyatno menuturkan, penjagaan ini atas permintaan Kejaksaan.
“Setiap proses sidang perkara ini kami terapkan pola pengamanan yang sama,” tandasnya.
Penyidik Sentra Gakkumdu Kabupaten Mojokerto menetapkan Suhartono sebagai tersangka dalam kasus pidana Pemilu. Tindakan yang dilakukan tersangka dinilai menguntungkan salah satu calon di Pilpres 2019.
Tindak pidana Pemilu yang dilakukan Suhartono nampak dilakukan secara terang-terangan. Tersangka menggalang massa ibu-ibu di kampungnya untuk menyambut Sandiaga Uno di Jalan Desa Sampangagung, Minggu (21/10). Capres nomor 2 tersebut dalam perjalanan untuk berkampanye di Wisata Air Panas Padusan, Pacet. [kar]

Tags: