Penundaan Pemilu Tak Ada Aturannya, Pemisahan Direktorat Pajak dari Kemenkeu Tunggu Waktu

Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo didepan wartawan Parlemen dalam pressgathering di Jakarta Jumat (17/3).

Jakarta, Bhirawa.
Keputusan PN Jakarta pusat yang memenangkan tuntutan “penundaan Pemilu 2024”, menurut Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, tidak tepat. Penundaan Pemilu 2024 tidak ada aturannya dalam UU, sehingga Pemilu akan tetap dilaksanakan pada 14 Februari 2024, sesuai Amanat UU Pemilu.

“Terkait niat merubah Pemilu dengan sistem proporsional tertutup dari selama ini terbuka, semua itu tergantung keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan para pimpinan Parpol,” ungkap Bambang Soesatyo didepan wartawan Parlemen dalam pressgathering bertema “Peran Media dalam Mewujudkan Rumah Kebangsaan MPR RI,” Jumat (17/3).

Hadir Sekretaris partai Demokrat di MPR RI Benny K Harman, Seketaris partai PKB MPR RI Neng Eem Marhamah, perwakilan Waka MPR RI Moh Sadya dan Plt Deputi Bidang Administrasi Setjen MPR RI Siti Fauziah.

Bambang Soesatyo menelesik, bahwa konstitusi Indonesia banyak bolongnya dan belum sempurna. Seperti halnya tentang penundaan Pemilu tersebut. Jadi sesuai UU yang ada, penundaan Pemilu itu, tidak ada. 

“Soal penundaan Pemilu akibat bencana nasional maupun bencana global, seperti pandemi Covid-19, perang dunia dsb, masih belum diatur dalam konstitusi Indonesia. Termasuk jabatan politik hasil Pemilu, seperti Gubernur, Bupati/Walikota dan legislatif,” papar Bambang Soesatyo.

Dikatakan, TAP MPR hanya mengatur pengangkatan dan pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden. Sedang soal perpanjangan belum ada aturannya. Masih ada hal hal lain yang harus dibicarakan bersama. Apakah melalui amandemen konstitusi lewat PPHN (Pokok Pokok Haluan Negara) atau konsensus. Namun bukan sekarang waktunya, belum tepat.

“Bangsa kita tidak akan maju-maju jika tidak ada PPHN. Sebab, setiap ganti Presiden, Haluan Negara pasti akan dirubah atau diganti. Begitu juga pada pergantian Gubernur, Bupati/ Walikota, biasanya semua juga akan mengganti kebijakan. Seharusnya, pembangunan itu harus selaras antara pusat dengan daerah,” tandas Bamsoet.

Ditempat terpisah, berbicara masalah wacana pemisahan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dari Kementerian Keuangan, Ketua MPR RI menyatakan dukungannya. Sebab, wacana pemisahan ini katanya sudah muncul sejak tahun 2014, saat kampanye Capres Joko Widodo. Dimana saat itu, Bambang Soesatyo menjabat sebagai Ketua DPR RI periode 2014-2019.   

“Pemisahan Direktorat Pajak dari KemenKeu sebenarnya sudah masuk dalam RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Yang dibuat pemerintah pada 2015.  Pada pasal 95, disebutkan bahwa penyelenggaraan tugas pemerintah di bidang perpajakan, dilaksanakan lembaga sesuai dengan ketentuan peraturan perUUan,” jelas Bamsoet.

Dikatakan, nantinya DJP akan dibentuk dalam Badan Penerimaan Negara (BPN) yang bersifat otonom. Pemisahan DJP sebagai lembaga mandiri yang bersifat independen, bertujuan agar institusi tersebut lebih kuat dan efektif. Sama halnya ketika pembentukan badan baru Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia.

PLt Deputi Bidang Administrasi Sekjen MPR RI Siti Fauziyah berharap adanya hubungan yang baik antara wartawan Parlemen dengan para Pimpinan MPR RI. Sebab, katanya, anggota dan pimpinan MPR RI adalah nara sumber berita yang kredibel. Dengan demikian akan muncul  produk berita yang akurat dan ber kualitas. 

“Pers Indonesia memiliki peran sebagai salah satu pilar Demokrasi Indonesia. Dengan perannya itu, media yang memiliki tanggung jawab untuk memberi informasi secara utuh dan benar kepada masyarakat luas. Agar bisa menepis dan memerangi berita hoaks dan kabar bohong di berbagai medsos,” ungkap Siti Fauziyah. (ira.hel).

Tags: