Penurunan Produksi Susu Pasca PMK Membuat Peternak Sapi Perah Merugi

Meskipun wabah PMK sudah tertangani, namun dampaknya nasih dirasakan peternak di Kota Batu.

Kota Batu,Bhirawa.
Peternak sapi perah dj Desa Oro Oro Ombo Kota Batu mengeluhkan penurunan produksi susu segar sampai 68 persen. Menurutnya, salah satu solusi yang dapat diambil yakni memperbaiki bahan makanan sapi. Hal ini ditengarai sebagai dampak berkepanjangan dari Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang sempat mewabah.

“Produksi susu per sapi biasanya bisa sampai 25 liter per hari. Tetapi kini turun hanya menjadi 8 liter per hari. Penurunan produksi susu ini mengakibatkan kerugian bagi kami, para peternak,” ujar Sukitman, salah satu peternak sapi perah, Jumat (7/10).

Ia menceritakan bahwa sejak masa pemulihan dari PMK, sapi- sapinya sudah mulai sehat. Nsmun ternyata produksi susunya sangat sulit untuk naik. Karena itu diperlukan adanya nutrisi untuk ternak yang belum terakomodir oleh pupuk bersubsidi.

Menurutnya, salah satu solusi yang dapat diambil yakni memperbaiki bahan makanan sapi. Peternak sangat bergantung pada pakan ternak yakni rumput gajah. Sementara untuk bisa mendapatkan rumput gajah yang baik juga diperlukan nutrisinya yang baik pula.

Ditambahkan Ketua Gapoktan Rukun Santoso, Karianto bahwa ada sekitar 145 hektare lahan yang dijadikan tempat untuk penanaman hijauan sebagai kebutuhan dasar pakan ternak. Lahan tersebut milik Perhutani.

Dampak PMK juga telah membuat perputaran uang menurun drastis di Koperasi Unit Desa (KUD). Misalnya di KUD Batu, sebelum PMK perputaran nilai per 10 hari bisa mencapai Rp 3 miliar.

“Sejak adanya PMK hingga hari ini hanya separohnya, yakni Rp 1,5 miliar dalam 10 hari. Dengan asumsi seperti itu, peran peternakan itu sendiri sangat besar untuk perekonomian Kota Batu,” tambah Karianto.

Selain itu para peternak juga telah berusaha semaksimal mungkin mencapai pemulihan dari sektor peternakan. mereka berupaya swadaya demi kondisi yang lebih baik. Bahkan memberanikan diri untuk pinjam uang ke sanak keluarganya.

Para peternak juga mengeluhkan pendataan yang dilakukan oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) yang dinilainya hanya mendata sapi mati saja. Dinas tidak mendata sapi-sapi yang sakit dan mengalami penurunan produksi susu.

Menanggapi hal ini, Kepala DPKP Kota Batu, Heru Yulianto menawarkan solusi kepada peternak untuk kembali ke pertanian organik. Karena di tengah kelangkaan pupuk bersubsidi menyebabkan harganya menjadi mahal.

Adapun terkait PMK, Heru mengatakan bahwa penyakit tersebut tidak bisa selesai dalam waktu satu atau dua tahun saja. Butuh waktu cukup panjang untuk benar-benar mentas. Apalagi dari sekitar 15 ribu ternak sapi di Kota Batu, hanya 500 di antaranya yang merupakan sapi potong, dan sisanya sapi perah.

“Data ini menandakan bahwa sapi perah sangat banyak di Kota Batu,” ujar Heru. Untuk itu DPKP sudah berupaya meningkatkan anggaran ke dalam kategori Bantuan Tidak Terduga (BTT).

Namun hal tersebut belum bisa terlaksana karena tidak masuk dalam pembahasan Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) 2022. “Awalnya hendak kami masukan ke BTT, tapi sampai pembahasan PAK, BTT tidak bisa dilaksanakan. Akhirnya ada anggaran yang tidak banyak,” tandas Heru.(nas.hel)

Tags: