Oleh :
Shoim
Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Surabaya, semester VI Jurusan Syariah, dan juga salah satu penerima beasiswa Bidik Misi dari Kementerian Agama (Kemenag) RI.
Bulan juni nampaknya akan menjadi bulan yang bersejarah bagi kota Surabaya, pasalnya dibulan juni ini tepatnya pada tanggal 19 nanti Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya berencana akan menutup tempat protitusi terbesar se-Asia Tenggara yakni yang akarab disebut dengan ” Gang Dolly”.
Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya tidak tangung-tangung dalam rencana penutupan tmpat prostitusi tersebut, untuk mensukseskan kebijakan tersebut, seperti yang banyak diberitakan oleh kebanyakan media bahwa Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menyiapkan dana untuk pesangon pemulangan Pekerja Sek Komerisal (PSK) dianggarkan setiap orangnya akan mendapatkan uang sebesar tiga juta rupiah dan untuk mucikari perorangnya dianggarkan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya sebesar lima juta rupiah.
Hal terebut merupakan salah satu langkah sekaligus kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, bahwa kebijakan penutupan gang dolly dilakukan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, semata-mata karena ingin mejadikan kota Surabaya bebas dari prosititusi, sehingga Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dengan tegas megambil sebuah kebijakan tersebut, meskipun banyak terjadi pro dan kontra masalah rencana penutupan tempat tersebut.
Namun rencana penutupan lokalisasi tersebut tdak semulus yag direncakan, banyak sekali dari Lembaga swadaya Masyarakat (LSM) dan juga banyak dari kalangan akademisi dan juga yang paling utma menolak adalah oknum yang terlibat didalamnya yakni para Pekerja Sek Komerisal (PSK) dan juga para mucikari dan masyrakat sekitar yang memiliki penghasilan akibat dari adanya lokalisasi tersebut, mereka genjar menyuarakan suara yakni menolak penutupan prostitusi tersebut.
Jika kita lihat dari segi kesiapan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, nampaknya Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya sangatlah siap, hal ini terlihat dengan adanya tahapan yang dilakukan oleh pemerintah sebelum adanya rencana penutupan gang dolly tersebut, yakni Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menyediakan pelatihan bagi oknum yang terlbat didalamnya baik dari Pekerja Sek Komerisal (PSK) ataupun para mucikari untuk mengikuti pelatihan keahlian atau soft skill yang ditawarkan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya seperti halnya kursus menjahit, membuat kreasi -kreasi seni yang dapat diperjual belikan.
Tidak hanya sebatas itu, melainkan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya juga menyediakan dana sebagai pesangon untuk para oknum Pekerja Sek Komerisal (PSK) dan juga mucikari, sehingga dengan adanya tahapan pra penutupan gagng dolly yang dilakukan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, terlihat bahwa pemerintah tidak asal-asalan dan tanpa pertimbangan membuat kebijakan tersebut, hal ini dimaksudkan tidak lain memberikan sebuah bekal untuk para oknum yang terlibat didalamnya, karena hal tersebut (soft skill) adalah salah satu program Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya untuk pemberdayaan perempuan yang lebih bermartabat.
Penutupan Gang Dolly Solusi Atau Masalah?
Pro dan kontra dalam sebuah kebijakan, nampaknya hal tersebut sepertinya hal yangs sudah lumrah dan bisa dipastikan terjadi. Tidak lain jua dengan kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya yakni berencana mentup gang dolly. Banyak sekali dari kalangan aktivis, LSM dan juga masyarakat sekitar tempat tersebut ( Gang Dolly) menolak penutupan lokasi tersebut, karena dinilai bahwa penutupan gang dolly bukan merupakan sebuah solusi melainkan sebuah masalah baru, hal tersebut dikarenakan bahwa dengan adanya penutupan lokalisasi tersebut, secara finansial dan juga perputaran uang disekitar tempat tersebut akan berkurang dan dampak akan terjadinya kesenjangan ekonomi pada masyarakat disekitar tempat tersebut.
Tetapi setidaknya Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya sudah mikirkan hal tersebut, yaitu dengan adanya penutupan tempat tersebut pastinya akan adanya sebuah penurunan perputran uang, logiknya biasanya penghasilan warga sekitar dengan bertumpuh pad parkir sehari bisa sampai empat ratus ribu rupiah, dan juga para Pekerja Sek Komerisal (PSK) bisa lebih dari lima ratus ribu tetapi ketika ditutup otomatis uang tersebut tidak akan ada, sehingga Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya untuk mengantisipasi thal yang demikian yakni menggunakan sisem berkerja dengan soft skill yang dimilikinya.
Sehingga jika kita analisis, bahwa penutupan tempat tersebut, merupakan sebuah solusi disisi lain yakni solusi sebagai salah satu cara agar kota surabaya bebas dari prostitusi, dan juga Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, menginginkan sebuah kota yang lebih bermartabat yakni kota tanpa adanya prostitusii, tetapi disis lain penutupan gang dolly juga sebagai suatu masalah baru yakni masalah adanya kesenjangan ekonomi terutama bagi yang terlibat langsung didalamnya yakni Pekerja Sek Komerisal (PSK) maupun dari pihak yang terlibat secara tidak langsung tetapi ikut terkena dampaknya yakni masyarakat sekitar. tetapi Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memilikis sebuah antisipasi yang cukup untuk menanggulangi hal-hal yang akan terjadi yakni mulai dari memberikan soft skill sampai pada uang pesangaon, tentunya hal ini menjadikan suatu solusi.
—— *** ——-