Penyakit DBD Paling Banyak Serang Anak Sekolah

Narasumber yang dihadirkan dalam acara Nyamuk Bandel, Perkembangannya dan Wabah yang Ditimbulkan di Surabaya, Kamis (12/10). [gegeh/bhirawa]

Surabaya, Bhirawa
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) kerap menyerang anak-anak. Khususnya saat berada di lingkungan sekolah setiap harinya. Pemicunya di antaranya siswa cenderung duduk di dalam ruang kelas selama pagi hingga siang hari.
Hal ini diungkapkan Dr dr Leonard Nainggolan, SpPD-KPTI saat media briefing dengan tema Nyamuk Bandel, Perkembangannya dan Wabah yang Ditimbulkan di Surabaya, Kamis (12/10). Menurutnya, nyamuk dewasa sangat menyukai area gelap dan benda-benda berwarna hitam atau merah.
“Penyakit DBD memang paling banyak menyerang anak-anak saat berada di sekolah. Karena kaki mereka tersembunyi di bawah meja menjadi sasaran empuk nyamuk jenis Aedes Aegypti,” katanya.
Menurut dr Leonard yang juga bergabung dalam Persatuan Peneliti Penyakit Tropik dan Infeksi (PETRI) ini mejelaskan bahwa di Indonesia, nyamuk Aedes Aegypti umumnya memiliki habitat di lingkungan perumahan dan tempat terdapat banyak penampungan air bersih.
Menurut data dari Kementerian Kesehatan, lanjut dia, penyakit DBD hingga saat ini terus berkontribusi besar dalam meningkatkan jumlah kasus di Indonesia. Pada 2016 tercatat sebanyak 201.885 orang di 34 provinsi terjangkit DBD dan 1.585 orang meninggal akibat DBD. “Artinya, kasus kematian akibat DBD per hari itu 3-5 orang,” terangnya.
Menurut dia, gejala DBD ditandai dengan demam mendadak, sakit kepala, nyeri belakang bola mata, mual dan juga manifestasi pendarahan seperti mimisan. Oleh sebab itu, perlu adanya upaya – upaya pengendalian DBD. Salah satunya yakni mengupayakan pembudayaan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) 3M plus secara berkelanjutan sepanjang tahun. Selain itu mewujudkan gerakan 1 rumah 1 jumantik.  “Pelatihan tatalaksana kasus untuk dokter dan tenaga kesehatan di puskesmas dan rumah sakit juga perlu dilakukan,” imbuhnya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Surabaya dr Mira Novia MKes menjelaskan kasus penularan DBD paling banyak terjadi di Kecamatan Tambaksari. Karena penduduknya paling padat dan terbanyak. “Tapi, kita sudah banyak  melakukan sesuatu dan itu didukung Bu Wali (Tri Rismaharini). Para camat dan lurah juga setiap Jumat pagi selalu kerja bakti,” katanya.
Menurut dia, tren kasus DBD di Kota Surabaya menunjukkan penurunan hingga September 2017. Hal ini bisa dilihat pada kurun waktu sama pada 2016 tercatat ada 938 kasus. Dan tahun ini tercatat ada 302 kasus. “Dari angka itu kasus DBD di Surabaya turun drastis,” pungkasnya. [geh]

Tags: