Penyakit Mematikan Tertinggi Setelah Diare

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Jatim, Dr dr Kohar Hari Santoso saat menjadi pembicara dalam acara diskusi media bertajuk “Menebar Aksi Melawan Pneumonia” di Hotel Kampi Surabaya, Rabu (28/8) kemarin. [Gegeh Bagus Setiadi/bhirawa)

(Pneumonia Jadi Momok Balita di Jatim)

Surabaya, Bhirawa
Serangan Pneumonia masih menjadi momok di Jawa Timur. Penyakit yang sering menyerang balita ini tetap menempati peringkat kedua penyakit yang mematikan setelah diare.
Hal ini disampaikan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Jatim, Dr dr Kohar Hari Santoso saat menjadi pembicara dalam acara diskusi media bertajuk “Menebar Aksi Melawan Pneumonia” di Hotel Kampi Surabaya, Rabu (28/8) kemarin.
Menurut dr Kohar, Pneumonia berada dibawah penyakit diarea. Pneumonia sendiri juga dalam kategori penyakit saluran pernapasan akut atau yang biasa disebut ISPA, yang menyerang jaringan paru-paru (alveoli).
Penyebab Pneumonia adalah virus dan bakteri yakni streptococcus pneumoniae 50 persen, Haemophylus influenzae 20 persen. Selainnya juga masalah gizi, higenitas, dan sanitasi juga mempengaruhi.
Pneumonia rentan menyerang pada bayi, balita dan manula. Dengan prosentase 32,910 (26 persen) menyerang usia diatas 5 tahun sedangkan usia dibawah 5 tahun memiliki prosentase 92,913 (74 persen).
“Anak-anak menjadi lebih rentan karena respon imunnya belum benar benar terbentuk sempurna. Untuk itu penting sekali imunisasi agar terhindar dari terjangkit penyakit yang disebabkan oleh virus dan bakteri,” kata Kohar.
Meskipun saat ini imunisasi atau vaksin untuk Pneumonia belum ada di Indonesia, tetapi menurut Kohar imunisasi dasar masih menjadi faktor penting dalam tindakan preventif.
“Setidaknya meskipun belum ada vaksin Pneumonia, kalau bayi sudah lengkap imunisasi dasarnya makan kemungkinan terjakit infeksi virus bakteri akan lebih rendah. Ini juga upaya untuk menumbuhkan daya tahan tubuh seseorang,” tuturnya.
Di Jatim sendiri, temuan penderita Pneumonia pada tahun 2018 masih diangka 5.000 pasien. Puncaknya pada bulan Maret, kasus Pneumonia ditemukan sebanyak 9116 pasien.
“kita butuh kesadaran masyarakat agar mau mengimunisasi anaknya. Bagiamana pun juga, imunisasi dasar merupakan proteksi yang paling mungkin kita lakukan saat ini, karena memang belum ada benar benar vaksin untuk itu (pneumonia, red). Kalau daya tahannya kuat, maka bakteri atau virus tidak akan sampai menginfeksi paru-paru,” paparnya.
Sementara, Pakar Epidomologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unair Surabaya Dr Muhammad Attoillah Isfandiari dr MKes, mengatakan, upaya preventif harus bisa dilakukan untuk menekan jumlah serangan Pneumonia.
“Salah satu cara yang bisa dilakukan semua pihak adalah dengan imunisasi,” kata dia. Dengan adanya upaya preventif maka biaya yang dikeluarkan seseorang jauh lebih murah.
Kalau serangan pneumonia itu terjadi, biaya pengobatan yang dikeluarkan bisa sampai puluhan juta. “Dukungan lainnya tentu saja kebiasaan hidup sehat. Polusi yang terjadi di sebuah daerah juga berpengaruh,” kata dia.
Untuk diketahui, United Nations Children’s Fund (UNICEF) menempatkan Indonesia pada posisi keenam sebagai negara yang memiliki jumlah terbanyak bayi yang belum mendapatkan imunisasi lengkap hingga tidak divaksinasi.
Di Indonesia tiap tahun ada sekitar 700.000 bayi yang tidak menerima layanan imunisasi. World Health Organization (WHO) bahkan memprediksi 1,5 juta nyawa meregang setiap tahun akibat kurangnya vaksinasi.
Puluhan ribu anak diantaranya dikatakan meninggal setiap tahun karena penyakit yang seharusnya dapat dicegah dengan vaksin, seperti diare dan pneumonia, yang menjadi penyebab terbesar kematian anak-anak muda di negara ini. [geh]

Tags: