Penyandang Difabel Kurang dapat Tempat di Bursa Kerja

3-gehSurabaya, Bhirawa
Untuk bisa menjadi bagian masyarakat yang produktif , penyandang diffabilitas perlu mendapatkan keleluasaan akses termasuk dalam pemberitaan pers.  Media massa bisa menjadi salah satu akses bagi penyandang difable untuk  mempromosikan perlunya peningkatan peningkatan akses pada pendidikan dasar, pelatihan kejuruan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja.
Demikian salah satu kesimpulan dalam penyegaran dan pelatihan jurnalistik terkait aksesbilitas masyarakat difable yang digelar majalah Diffa di Hotel Fortuna, Kamis(21/8).
Kegiatan ini terselenggara atas dukungan dari International Labour Organization (ILO) dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jatim. Selama pelatihan para peserta diberi pemahaman tentang isu disabilitas, sehingga diharapkan media massa memiliki kepedulian terhadap hak-hak difabel.
Perwakilan dari ILO bidang disabilitas, Yohanis Pakereng mengatakan, prinsipnya yaitu mengakses kesempatan kerja. Begitupun pendidikan kalau tidak diberi pelatihan bagaimana bisa memiliki pengalaman, karena daya saing sangat tinggi.
” Media massa dalam memberitakan disabilitas diharapkan melihat dari semangatnya, bukan dari sosok yang perlu dikasihani. Kemarin itu saat berkunjung di salah satu media telivisi nasional operatornya itu tuna netra,” terangnya ketika di sela-sela acara, Kamis (21/8).
Pelatihan media pada isu disabilitas yang bertajuk ‘Jurnalisme disabilitas untuk meningkatkan kepedulian akan hak-hak penyandang disabilitas’ ini diiukuti puluhan peserta dari media cetak maupun elektronik. Selain itu juga ada perwakilan dari komunitas difabel.
Pada sesi pertama ini, Nestor Rico Tambunan membagikan pengalamannya dalam meliput dan memberitakan isu disabilitas selama kurun waktu tiga tahun setengah. Ia mengatakan, dalam melakukan pemberitahan tentang penyandang disabilitas, media massa jangan hanya melihat dari kulitnya saja, melainkan penyampaian yang lebih kritis.
” Sebagai contoh menulis seorang difabel netra yang berhasil lulus S2 dari luar negeri, seharusnya yang ditulis bagaimana perjuangannya dan kendala apa yang dialami,” katanya di antara peserta.
Dunia disabilitas, tambah Nestor, yang selama ini terpuruk oleh diskriminasi dan marjinalisasi seyogyanya mendapatkan perhatian dari para awak media agar kehidupan dunia disabilitas perlahan terpenuhi hak-haknya dalam satu konsep kesetaraan dan tatanan masyarakat yang inklusif.
” Oleh sebab itu peran media menjadi sangat penting terlebih dalam membangun persepsi dan perspektif masyarakat umum dalam memandang dunia disabilitas agar lebih benar, positif, dan proper yang nanti berujung pada pemberdayaan disabilitas itu sendiri,” tambahnya.
Program pelatihan ini, Pakereng berharap, menghasilkan para jurnalis yang berempati pada dunia disabilitas sekaligus bisa memberitakan isu disabilitas pada media masing-masing dan menjadi agen perubahan pada lingkungan sekitar untuk terwujudnya dunia disabilitas yang setara. ” Dunia disabilitas adalah bagian dari perbedaan, serta dunia disabilitas adalah bagian dari tatanan masyarakat yang inklusif,” imbuhnya. (geh)

Tags: