DPRD Jatim, Bhirawa
Memperingati hari difabelitas yang jatuh pada 3 Desember 2014, sejumlah penyandang cacat bersama mahasiswa Unesa menggelar aksi demo di depan Gedung DPRD Jatim. Dalam aksinya mereka juga melakukan aksi teaterikal yang menceritakan hidup kalangan difabelitas yang selalu mengalami diskriminasi. Padahal mereka memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan orang normal.
Salah satu penyandangn difabel, Ledi Hana mengaku selama ini pemerintah tidak begitu memperhatikan kalangan difabelitas. Misal terkait fasilitas umum masih banyak gedung pemerintah yang tidak memiliki akses untuk kalangan penyandang difabel. Tidak hanya itu dari segi pendidikan pun sangat terbatas. Anak berkebutuhan khusus selalu disekolahkan di SLB (sekolah luar biasa).
”Padahal banyak dari mereka yang secara fisik ini memiliki kekurangan, tapi mereka bisa berprestasi. Untuk itu di hari difabelitas ini para kalangan penyandang difabel sangat berharap pemerintah bisa memberikan perhatian kepada mereka. Tidak hanya sekedar mengeluarkan undang-undang atau peraturan daerah untuk penyandang difabelitas, tapi faktanya itu hanya menjadi macan kertas,”tegasnya saat hearing bersama Komisi E DPRD Jatim, Rabu (3/12).
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim, Suli Da’im mengatakan jika Jatim sudah memiliki Perda nomor 3/2013 tentang penyandang difabelitas. Sesuai amanah perda bagi penyelenggara pemerintah (instansi/lembaga) diwajibkan memberikan fasilitas, sarana dan prasaran maupun akses bagi penyandang difabelitas selambat-lambatnya lima tahun setelah perda itu disahkan.
”Jika tidak aka nada sanksi administrasi bagi penyelenggara pemerintahan yang tak melaksanakan amanah Perda 3/2013,”tegas politisi asal PAN Jatim ini.
Terpisah, Anggota Komisi E DPRD Jatim, Agus Dono Wibawanto mengakui jika pelaksanaan Perda difabelitas memang belum maksimal, karena baru tahun 2013 digedok artinya masih butuh sosialisasi.
”Yang pasti dari cerita para penyandang difabelitas ini, saya akan meminta Pemprov maupun Pemkot dan Pemkab untuk merealisasikan perda penyandang difabelitas, khususnya untuk fasilitas umum,”lanjut politisi asal Partai Demokrat Jatim ini.
Di sisi lain, dia mendorong implementasi khususnya pada akses pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan dan olahraga. Ini agar mereka tidak merasa dianaktirikan. ”Yang lebih kami soroti adalah masalah pendidikan SD, SMP dan SMA. Ini karena belum ada kuota kursi untuk penyandang difabel ditingkat dua dan tingkat. Karena itu dengan adanya perda ini seharusnya pemerintah segera mewujudkan perda tersebut. Dimana mereka harus dipandang seperti orang normal, dan mereka memiliki peluang untuk sekolah di sekolah umum. [cty]