Penyandang Disabilitas Kabupaten Trenggalek Dilatih Membuat Batik Ciprat

Trenggalek, Bhirawa
Menindaklanjuti program provinsi Jawa timur tentang pengembangan Kampung Inklusi Pemerintah Kabupaten Trenggalek melalui Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) memberikan pelatihan membuat batik ciprat bagi penyandang desabilitas.

Meski dengan keterbatasan fisik bukan berarti sebuah halangan untuk memberikan pelatihan dan memperkaryakan, melalui pelatihan yang diberikan akan menumbuhkan semangat mereka untuk terus berkreasi

Kepala Dinas Sosial P3A Kabupaten Trenggalek Ratna Sulistyo melalui Staf Pengelolaan Data Bansos dan Hibah Dinsos P3A Indra Prasetyo Budi Adnanto mengungkapkan awal kegiatan pelatiahan pembuatan batik ciprat bagi penyandang desabilitas berawal dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur tentang pengembangan kampung inklusi. Yang mana Kampung inklusi ini merupakan pusat rehabilitasi berbasis komunitas untuk kaum disabilitas, dan peran serta keluarga disabilitas dan masyarakat.

“Di kampung inklusi ini dimungkinkan kaum disabilitas maupun non disabilitas bisa bekerjasama. Kebetulan disini memproduksi batik ciprat dan gula semut. Akan tetapi, untuk gula semut ini produksi masih dihentikan karena proses pembuatannya dirasa cukup berat bagi teman-teman disabilitas,” ungkap Indra dikonfirmasi di kampung inklusi Gunung Kebo Kabupaten Trenggalek, Rabu (02/12) siang.

Pria yang akrab disapa Indra menyebutkan perkembangan produksi batik ciprat yang mulai dibuka Bulan Agustus kemarin cukup banyak peminat. Sudah mencapai puluhan pesanan batik ciprat dari dalam Trenggalek bahkan sampai luar kota.

Untuk proses pemasarannya sendiri, Dinas Sosial P3A Trenggalek menggandeng Kelompok Swadaya Mandiri (KSM) selaku pembina dari produksi batik ciprat ini. Mengingat produksi batik ciprat ini masih tergolong baru, Dinas Sosial P3A Trenggalek semakin gencar melakukan promosi.

“Di KSM ini juga terbagi menjadi link – link yang bergerak mulai bagian produksi hingga pemasaran. Sementara ini pemesanan batik ciprat bisa dilakukan via offline ataupun online melalui media sosial yang ada,” ujarnya.

“Kami juga punya harapan, nanti kampung inklusi ini bisa berkembang di tiap-tiap kecamatan yang ada di Kabupaten Trenggalek. Dan juga proses produksi bisa setiap hari dilakukan,” imbuh mas Indra.

Selain fokus ke produksi batik ciprat, kedepan Dinas Sosial P3A juga akan melakukan pengembangan lain seperti melakukan pelatihan mennjahit untuk produksi baju dari bahan batik ciprat itu sendiri dan tempat cuci kendaraan bermotor.

“Karena kita masih terkendala sarana prasarana yang ada. Bahkan untuk lokasi produksi ini juga diberikan secara cuma-cuma oleh Pondok Gunung Kebo. Jadi kita perlu adanya penambahan fasilitas lain seperti pengolahan air limbah,” kata Indra

Sementara itu, Sri Utami koordinator produksi menuturkan proses pembuatan batik ciprat ini tidak memerlukan waktu yang lama.

“Prosesnya, mulai dari pemotongan kain lalu diberi pewarna dasar kemudian di jemur dibawah terik matahari. Selanjutnya adalah penguncian warna menggunakan water glass. Hal ini dimaksudkan agar warna dasar tidak berubah

Setelah itu, kain diberi motif dengan menggunakan malam (Red : lilin batik). Disinilah kreatifitas mulai ditunjukkan. Untuk pemberian motif ke kain ini bisa dilakukan dengan menggunakan sapu lidi, garpu, kuas, dan canting.

“Baru setelah itu dilakukan pewarnaan kedua menggunakan pewarna yang lebih gelap. Misalnya, hitam, maroon, biru dongker dan lainnya. Tapi bagi pemesan juga bisa request warna, motif dan juga ukuran kainnya. Jika ingin menambah aksen dalam kain ini, pemesan juga bisa membubuhkan tandatangan, nama maupun aksen yang lain,” ungkapnya.

Masih terang Sri, proses selanjutnya adalah penguncian warna dengan water glass untuk kedua kalinya. Lalu kain di siram menggunakan air mengalir, dan baru direbus menggunakan air mendidih selama 5 menit. Hal ini berfungsi untuk menghilangkan malam yang menempel pada kain.

Ia mengaku jika dalam proses produksi ini juga melibatkan teman – teman disabilitas yang mau belajar untuk membuat suatu karya yakni batik ciprat.

“Dengan belajar dan memproduksi sendiri batik ciprat ini, tentu teman – teman bisa berdaya seperti orang normal pada umumnya. Dan tentu bisa menghasilkan penghasilan sendiri ,” pungkas Sri.

Disingung terkait harga jual batik ciprat ini, wanita paruh baya ini menyebut bervariasi. Mulai harga Rp 125 – 190 per lembar. Harga tersebut juga tergantung dari panjang bahan, dan tingkat pewarnaan yang bisa dilakukan hingga 3 kali.

“Kami berharap produksi batik ciprat ini bisa berjalan dan bisa membantu perekonomian teman – teman disabilitas,” tutupnya. (Wek).

Tags: