Penyerapan Anggaran Rendah, Pansus LKPj Warning SKPD

Kantor Gubernur Jatim

Kantor Gubernur Jatim

DPRD Jatim, Bhirawa
Akibat penyerapan anggaran rendah pada triwulan pertama 2015 yang hanya mencapai 11 persen, memaksa Pansus LKPj me-warning seluruh Satuan Kerja Perangkat Dinas (SKPD) di lingkup Pemprov Jatim. Pasalnya, penyerapan anggaran tidak sesuai dengan target, yaitu total 30 persen.
Sekretaris Pansus LKPj Gubernur 2015 Yusuf Rohana mengatakan kondisi ini membuat pansus mengingatkan agar target serapan anggaran di triwulan pertama sesuai target, yaitu 30 persen.  Mengingat rendahnya penyerapan anggaran ini berimbas pada proses pembangunan yang digagas Pemprov Jatim di masyarakat.
“Sudah menjadi kebiasaan, serapan anggaran di triwulan pertama selalu rendah. Ini membuat, Pansus LKPj mengingatkan agar serapan berjalan maksimal,” tandas politisi asal PKS saat rapat internal fraksi di ruang FPKS DPRD Jatim dalam menyikapi LKPj Gubernur 2015, Senin (11/4).
Yusuf juga mengingatkan agar penyerapan anggaran bisa dimaksimalkan. Jika ditemukan ada anggaran ngendon di rekening Bank Pembangunan Daerah (BPD) atau Bank Jatim, akan ada peringatan dari pemerintah pusat. Yaitu, penghentian bantuan dana dari pusat dengan menerbitkan Surat Utang Negara (SUN). “Ini yang perlu diperhatikan. Jika terjadi maka proses pembangunan di daerah bisa terhambat,” tandas dia.
Dalam laporan LKPj tahun lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lanjut Yusuf Rohana sempat menyinggung agar penyerapan anggaran setiap triwulan merata. “Jika ditemukan ada anggaran yang tidak terpakai, bisa-bisa Dana Alokasi Khusus (DAK) ditunda oleh pemerintah pusat,”terang dia.
Sementara itu, evaluasi FPDIP Jatim terkait LKPj Gubernur  2015 ditemukan banyak angka realisasi anggaran yang jauh dari target. Salah satunya program pembinaan gizi masyarakat dari Rp 28,2 miliar hanya terserap Rp 2 miliar atau 7,28 persen. Tentu saja imbasnya dalam penanganan gizi buruk secara nasional Jatim ada pada urutan nomor 2 terburuk setelah NTB.
Anggota FPDIP Jatim Giyanto menegaskan kinerja Pemprov Jatim dalam bidang kesehatan dan peningkatan gizi ternyata cukup memprihatinkan. Dari alokasi anggaran yang cukup besar bahkan mencapai puluhan miliar, realisasinya hanya pada angka ratusan juta.
Dicontohkannya program bina gizi dan kesehatan ibu dan anak sebesar Rp 2,9 miliar hanya terealisasi Rp 987 juta atau 33,66 persen. Program kegiatan pembinaan kesehatan ibu dan reproduksi dari alokasi anggaran Rp 9,9 miliar penyerapan anggaran hanya Rp 334 juta atau 3,37 persen. Program pembinaan pelayanan kesehatan anak dari alokasi 4,5 miliar realisasi hanya Rp745 juta atau 16,36 persen. Program bantuan operasional kesehatan dari Rp 1,4 miliar hanya terserap Rp 443 juta atau 31,71 persen dan program pembinaan gizi masyarakat dari Rp 28,2 miliar yang terealisasi hanya Rp 2 miliar atau 7,28 persen. “Imbas dari sangat rendahnya realisasi sejumlah program tersebut provinsi Jatim secara nasional menjadi Provinsi Jatim nomor 2 terburuk dalam permasalahan gizi, setelah NTB,”tegas pria yang duduk di Komisi C ini.
Terpisah, anggota FPDIP Jatim yang lain, Mahhud menegaskan dari angka tersebut menunjukan program yang dialokasikan rata-rata tidak berjalan optimal,  buktinya serapannya tidak sampai 50 persen. Selain itu angka tersebut menunjukkan kinerja sejumlah SKPD sangat lemah. Terbukti dinas terkait dalam menjalankan program yang sudah dialokasikan tidak maksimal. Tidak hanya itu, pengangguran di Jatim pada 2015 mencapai 906 ribu jiwa atau naik 7, 47 persen dibanding pada 2014. [cty]

Tags: