Perahu Tanpa Awak Tenaga Surya

Muchammad Arif Amril mahasiswa Teknik Elektro Universitas 17 Agustus 1945 mendemonstrasikan karyanya berupa prototipe perahu bertenaga surya, Kamis (1/9). [adit hananta utama]

Muchammad Arif Amril mahasiswa Teknik Elektro Universitas 17 Agustus 1945 mendemonstrasikan karyanya berupa prototipe perahu bertenaga surya, Kamis (1/9). [adit hananta utama]

Jadi Solusi Kelangkaan Energi, Dapat Berfungsi Siang dan Malam
Kota Surabaya, Bhirawa
Inovasi dan riset seputar energi baru terbarukan semakin intens dikembangkan para mahasiswa di kampus-kampus. Berbagai jenis teknologi direkayasa agar lebih ramah lingkungan dengan memanfaatkan potensi alam. Perahu bertenaga surya karya mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya adalah salah satunya.
Ketergantungan nelayan terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM) masih sangat tinggi. Hal ini tentu saja dapat memengaruhi pendapatan para nelayan karena menanggung beban melaut terlalu besar. Di sisi lain, perahu dengan energi tak terbarukan juga menyebabkan polusi.
Persoalan itu mudah saja dijawab jika teknologi melaut bisa digantikan dengan energi yang terbarukan seperti karya Muchammad Arif Amril. Mahasiswa Teknik Elektro Untag Surabaya ini mendesain perahu dengan energi alternatif. Dia membuat perahu tenaga surya dengan penggerak motor Direct Current (DC). “Indonesia terletak di daerah khatulistiwa, energi matahari merupakan sumber pengganti minyak yang ramah lingkungan,” kata saat ditemui di kampusnya, Kamis (1/9).
Perahu yang dibuat Arif memang baru berbentuk prototipe. Namun, ini bisa dikembangkan lebih baik jika ada dukungan dari pemerintah atau dunia industri kemaritiman. Prototipe yang dirancang Arif dibuat dengan cukup sederhana menggunakan bahan dari fiber. Keuntungannya, meski menggunakan tenaga surya perahu dapat dijalankan baik siang atau malam.  “Kalau siang sepenuhnya pakai tenaga matahari. Malamnya bisa pakai baterai yang sudah menyimpan listrik dari solar cell,” ujarnya.
Dia menjelaskan, bagian atas perahu dipasang panel solar cell untuk menyerap sinar matahari dan mengubahnya menjadi energi listrik. Untuk mengubahnya, sinar diterima bush converter atau penstabil tegangan untuk selanjutnya masuk ke motor penggerak.
Untuk tenaga saat malam hari, Arif menggunakan baterai NI-CD (Nickel-Cadmium) dengan kekuatan 4 ampere hours (AH). Dalam keadaan penuh, kapasitas baterai mencukupi digunakan selama 8,5 jam. “Penggunaan dalam satu hari hanya menghabiskan 1,6 ampere,” ungkapnya.
Pemuda asal Sidoarjo ini menambahkan prototipe perahu nelayan masih digerakkan dengan remot kontrol. Perahu hanya dapat dikendalikan dari jarak sekitar 12 meter. Namun, bila diaplikasikan ke perahu yang sesungguhnya pun tak akan sulit. “Tinggal diatur ulang di bagian kemudi. Memang tidak mudah, tapi bisa diaplikasikan ke perahu sesungguhnya,” tuturnya.
Dia hanya membutuhkan waktu selama 6 bulan untuk penelitian sampai membuat perahu prototipe. “Habis biaya sampai Rp 4 juta. Yang paling mahal itu panel suryanya. Satu paket seharga Rp 500 ribu. Tapi yang dibutuhkan hanya panel surya saja,” jelasnya. Arif menggunakan panel surya dengan kekuatan 5 watt power (WP).
Kesulitan yang dihadapi dalam merakit perahu bertenaga surya pada pengaturan tegangan yang masuk dari panel surya ke motor DC. “Tegangan sering drop. Jadi saya pakai rangkaian penguat seperti resistor, dioada, dan lainnya,” ujar alumni SMK Senopati Sedati, Sidoarjo, ini. Meski begitu, oleh dosen penguji, perahu dapat dikembangkan menjadi kapal tanpa awak dengan ditambah kamera. [Adit Hananta Utama]

Rate this article!
Tags: