Peralatan e-Koordinasi Kabupaten Malang Disoal

George da Silva

(Lembaga Riset Anggap sebagai Pemborosan Anggaran)
Kab Malang, Bhirawa
Pengadaan peralatan aplikasi elektronik Koordinasi (e-Koordinasi) atau alat untuk video conference yang dibeli Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang, senilai Rp 20,8 miliar dipersoalkan Lembaga Research and Consultant Evaluasi Pemantau Otonomi Daerah Malang.
“Kami menilai, jika pengadaan aplikasi e-Koordinasi untuk kepentingan video conference antar kepala desa (kades) dan Bupati Malang kurang efisien dan hanya pemborosan,” tegas Direktur Lembaga Research and Consultant Evaluasi Pemantau Otonomi Daerah Malang George da Silva, Rabu (15/3), kepada wartawan.
Pengadaan alat untuk video conference yang dilakukan Pemkab Malang tersebut, tegas dia, tidak akan efisien. Jumlah wilayah desa di Kabupaten Malang ini cukup luas yakni sebanyak 378 desa dan 12 keluarahan, sehingga dikhawatirkan hal tersebut tidak akan bisa maksimal.
“Mestinya, anggaran untuk pengadaan e-Koordinasi yang menyedot anggaran Rp 20, 8 miliar, lebih baik digunakan untuk kesejahteraan masyarakat atau untuk menambah pembangunan infrastruktur jalan desa,” ujar George.
Menurut dia, Pemkab Malang dalam melakukan pengadaan peralatan aplikasi e-Koordinasi didasarkan pada Peraturan Bupati (Perbup) Malang Nomor 35 Tahun 2017 tentang Perubahan ketiga atas Perbup Malang Nomor 21 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Alokasi Dana Desa pada huruf E Nomor 3 antara lain digunakan untuk pembelian dan atau pemeliharaan aplikasi/sistem koordinasi, biaya langganan internet, dan berlangganan media baca.
“Ironisnya, Perbup itu disusul dengan adanya Surat Edaran (SE) dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa tertanggal 6 Maret 2017. Bahkan, dalam SE pengadaan aplikasi e-Koordinasi itu telah menyebut rincian anggaran pengadaan dan spesifikasi peralatan,” sebut dia.
Yang menjadi pertanyaan, kata George, kenapa pengadaan itu dilakukan di setiap desa, kok tidak dimasukkan dalam alokasi dana Pemkab Malang bukan dibebankan pada desa. Selanjutnya, dilakukan pelelangan pengadaan aplikasi e-Koordinasi.
Menurut George, jangan-jangan ada unsur kesengajaan dipecah agar tidak dilelang. Sebab, anggaran untuk pengadaan barang dan jasa yang nilainya diatas Rp 200 juta harus dilakukan pelelangan,  apalagi pengadaan peralatan e-Koordinasi tersebut nilanya Rp 20,8 miliar. Sehingga, dia menegaskan, pengadaan e-Koordinasi itu telah menabrak Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Perpres Nomor 70 Tahun 2012 atas perubahan Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
“Namun nilai anggaran untuk pengadaan alat e-Koordinasi sebesar Rp 20,8 miliar dipecah menjadi 378 desa dan 12 kelurahan,” jelas George.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Eko Suwanto mengakui, jika rencana pengadaan aplikasi e-Koordinasi hal ini telah mendapatkan banyak protes kades. Karena setiap desa harus berkewajiban untuk berlangganan media baca. Sedangkan pengadaan  aplikasi video conference itu berawal dari usulan Bagian Tata Pemerintahan Desa (Tapemdes) tahun 2016.
“Pengadaan e-koordinasi itu, saya hanya menindaklanjuti saja. Informasi terkait e-Koordinasi, sudah saya koordinasikan dengan Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kabupaten Malang. Dan selanjutnya, juga saya tindaklanjuti dengan SE, tapi kok masih ada kades yang protes,” ungkap dia. [cyn]

Tags: