Peralihan Dikmen Melenceng dari UU Sisdiknas

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Daerah Berhak Tak Serahkan SMA/SMK ke Provinsi
Surabaya, Bhirawa
Proses peralihan pendidikan menengah (Dikmen) SMA-SMK dari kabupaten/kota ke provinsi ternyata masih belum clear dari sisi aturan. Sebab, pengelolaan Dikmen oleh provinsi yang diatur dalam UU 23 Tahun 2014 tentang Pemda sejatinya telah melenceng dari aturan perundang-undangan Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 50 ayat 4 dijelaskan, kewenangan pemerintah provinsi melakukan koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan, pengembangan tenaga kependidikan dan penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah. Sementara pada ayat berikutnya dipertegas fungsi pemerintah kabupaten/kota adalah mengelola pendidikan dasar dan Dikmen serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal.
Menanggapi pertentangan dua aturan tersebut, sejumlah pakar hukum tata negara menilainya sebagai sesuatu yang lumrah. Seperti diungkapkan dosen hukum tata negara Universitas Muhammadiyah Surabaya Ahmad Labib, perselisihan antar aturan perundang-undangan kerap terjadi. Karena itu, dalam asas hukum ditetapkan tiga prinsip untuk memecahkan perselisihan tersebut. Di antaranya ialah asas lex superiore derogat legi inferiore yang berarti aturan yang dibuat penguasa lebih tinggi memiliki kedudukan lebih tinggi pula. Kedua asas lex spesialis derogat legi generali yang berarti UU yang bersifat khusus mengesampingkan UU yang bersifat umum. Terakhir, asas lex posteriore derogat legi priori artinya UU yang baru mengalahkan UU yang lebih lama. “Kalau melihat masalah peralihan kewenangan SMA/SMK ini, berarti ada dua sudut pandang yang bisa dipakai. Jika menggunakan lex spesialis maka UU Sisdiknas yang seharusnya digunakan,” kata Labib, Kamis, (10/12).
Tetapi, lanjut akademisi yang juga duduk sebagai Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Bidang Hukum, Advokasi dan Ham itu, asas lex posteriore juga bisa dipakai dan mengalahkan pasal dalam UU Sisdiknas.
“Perselisihan ini sering terjadi. Ini karena pembuat undang-undang kita seringkali mengabaikan aturan lama yang sudah ada,” kata dia.
Kendati ada dua asas yang sama-sama, Labib menilai pemerintah akan cenderung menggunakan aturan baru dan segera melakukan perubahan atas UU Sisdiknas. Padahal, jika pemerintah kabupaten/kota menolak untuk menyerahkan pengelolaan SMA/SMK ke provinsi itu tidak melanggar aturan. “Mereka berhak melimpahkan (SMA/SMK) karena payung hukumnya jelas. Mereka juga berhak mengikuti aturan yang baru,” kata dia.
Hal senada diungkapkan pakar hukum tata negara Universitas Dr Soetomo (Unitomo) Surabaya Bachrul Amiq. Pertentangan antar UU beberapa kali terjadi di negeri ini. Namun pihaknya lebih cenderung UU 23 akan mengalahkan UU Sisdiknas. Karena UU yang baru akan mengalahkan UU yang lama.
Rektor Unitomo ini menjelaskan, jika kabupaten/kota yang ngotot mempertahankan pengelolaan Dikmen disebut melanggar UU. “Kabupaten/kota salah bila mempertahankan Dikmen,” ujarnya. Dia melanjutkan, logika yang dibangun Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), pusat tidak bisa menyelenggarakan sendiri semua hal hingga pelosok daerah. Untuk itu dibagi kewenangan mengelola melalui UU 23 tentang Pemda.
Berbagai urusan di pusat kemudian dibagi pengelolaannya ke tingkat kabupaten/kota hingga provinsi. Nah, UU 23 itu mengamanatkan pengelolaan Dikmen dilakukan provinsi. Sementara kabupaten/kota mengelola Dikdas. “Jadi sebenarnya semuanya milik Indonesia. Karena pemerintah pusat tidak bisa mengurus sendiri, sehingga dibagi ke daerah,” ungkapnya.
Ke depannya UU Sisdiknas dipastikan bakal menyesuaikan. “Bisa jadi pada 2017 nanti keluar UU Sisdiknas baru yang sudah menyesuaikan dengan UU 23,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim Dr Syaiful Rachman mengakui, perlu ada pembaharuan dalam UU Sisdiknas. Meski pihaknya yakin, pelimpahan SMA/SMK di Jatim akan berjalan lancar dengan aturan yang lebih kuat dari pada UU Sisdiknas. “Jelas harus menggunakan aturan yang baru. Aturan lama dengan sendirinya tidak berlaku,” kata dia.
Syaiful bahkan mengaku, persiapan pelimpahan SMA/SMK dari kabupaten/kota ke Pemprov Jatim tinggal selangkah lagi. Sebab, rencana pendirian Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dikmen di kabupaten/kota telah mendapat respon positif. Baik dari pemerintah pusat maupun Gubernur Jatim. “Kita akan mendirikan 22 UPT Dikmen untuk 38 kabupaten/kota. Dan itu sudah disetujui,” kata mantan Kepala Badan Diklat Jatim itu.
Seperti diberitakan sebelumnya, pendirian 22 UPT Dikmen ini bertujuan untuk semakin mendekatkan pelayanan ke daerah. “Karena hanya 22 UPT, jadi ada daerah yang UPT-nya menggabung,” pungkas Syaiful. [tam]

Tags: