Peran Guru sebagai Character Developer

Nur Cholissiyah copyOleh:
Nur Cholissiyah
Pengajar di SMPN 3 Kedungadem, Bojonegoro

Guru merupakan ujung tombak keberhasilan pendidikan. Maju mundurnya sebuah pendidikan ditentukan oleh semangat, dedikasi, etos kerja para guru. Akan tetapi yang kalah penting dari semua itu adalah kompetensi yang dimiliki guru. Kompetensi inilah modal dasar dalam ditranfer ilmu ke siswa. Diyakini maupun tidak seorang guru yang berkompeten akan mampu mentranfer pengetahuan itu dengan baik.
Seperti analogi orang berdagang, kompetensi inilah merupakan barang dagangan guru yang akan dijual kepada anak didiknya. Tapi bolehlah kita menyatakan bahwa guru memiliki tingkat kewibawaan yang lebih dari pedagang. Karena dengan alasan bahwa guru segala sesuatu yang diberikan guru lebih lama manfaat yang dirasa daripada manfaat barang yang dijual oleh pedagang. Sehingga bisa dikatakan bahwa guru adalah pekerjaan yang mulia tidak hanya mentranfer ilmu saja akan tetapi yang lebih penting lagi peran guru dalam membentuk karakrer pada anak didiknya dalam setiap jengkal langkah kegiatan disekolah.
Salah satu fungsi dan peran guru adalah sebagai character developer (pengembang karakter. Pengembangan karakter adalah sangat signifikan dalam pendidikan. Hal ini menuntut peran dan tanggungjawab proporsional bagi para guru. Ketika sebuah sistem yang dikembangkan tidak memiliki dukungan terhadap penanaman karakter yang baik, maka jangan berharap output yang hasilkan dari pendidikan itu akan baik. Maka yang perlu kita benahi adalah membangun kesadaran bersama tentang pentingnya peran guru yang memiliki andil dalam mendidik dan mengajarkan perilaku yang terpuji lainnya terhadap anak didik. Membentuk karakter adalah bukan hal yang mudah, perlu langkah dan strategi yang jitu.
Strategi penanaman karakter bisa dengan berbagai macam. Langkah awal strategi penanaman karakter dapat diuraikan melalui aturan-aturan main di sekolah. Hal ini dapat dijabarkan ke dalam isi kurikulum, peraturan akademis sampai tata tertib sekolah. Ketiga dokumen aturan-aturan adalah menjadikan kerangka dasar dalam mengimplementasikan penanaman karakter mulai dari semua lini kehidupan di sekolah. Kemudian yang menjadi penegak aturan-aturan ini adalah seluruh warga sekolah baik itu kepala sekolah, guru, karyawan dan lain sebagainya.
Akan tetapi yang utama adalah guru, karena guru memiliki frekuensi tatap muka lebih dari warga sekolah lainnya. Guru dengan segala konsekwensinya diharapkan mampu memandu keberhasilan penanaman karakter pada anak didiknya.
Seperti dalam undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Kemudian dipertegas dalam undang-undang nomor 141 tahun 2005 tentang penjelasan sistem pendidkan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa. Diharapkan pendidikan di Indonesia mampu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, berakhlak dan mejadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Guru dengan segala konsekwensinya menjadi pilar bagi tegaknya karakter bangsa kedepan. Lantaran itu beban berat guru ini jangan ditambah beban yang lain yang akan mengaburkan peran dan fungsi utamanya. Hambatan-hambatan bagi tertanamnya nilai karakter ini harus dieliminir. Bahkan yang amat penting adalah seharusnya membuka seluas-luasnya bagi guru meningkatkan kompetensi yang sesuai dengan tuntutan zamanya. Akhir-akhir ini guru sangat komplek permasalahannya. Diharapkan segala kesulitan baik tentang kenyamanan kerja dan permasalahan hukum harus diberikan sesuai porsinya serta tidak hanya sekedar mencari-cari sensasi atau kenakut-nakuti guru dalam berurusan dengan ranah hukum.
Tidak jarang aturan-aturan hukum sekarang ini bisa menjadi boomerang dan menyeret guru berurusan dengan aparat hukum. Kenapa demikian perlu disadari bersama bahwa tugas penanam karakter ini harus bisa berjalan secara sinergis sehingga bagi guru sendiri berharap adanya perlindungan hukum dalam memgimplementasikan pembentukan dan pengembangan karakter yang berada diwilayahnya. Sekali lagi perlu dilihat dan ditimbang seandainya guru bertindak melanggar hukum. Tentang apa yang melatar belakangi seorang guru berprilaku melanggar hukum. Seperti kasus Ibu Damayanti yang harus dikurung dipenjara karena menyubit anak didiknya karena akibat perilaku anak didiknya menyiram air pel ke ibu gurunya. Kalau dilihat seluruh kejadian arah dan proses yang melingkupi peristiwa tersebut .Sehingga upaya penanaman karaker berjaln tertatih-tatih. Kalau kita telisik lebih dalam bahwa Bu damayanti ini sedang memandu penanaman karakter religius, karena konteknya pada saat selesai sholat dhuha, sementara guru menyubit memang juga upaya membentuk karakter pula yaitu karakter bersih serta karakter sopan santun, hormat kepada oaring lebih tua. Dikenainya pasal tindak tidak menyenangkan bagi ibu Damayanti ini menjadi hal yang perlu dikaji bersama bahwa ketika anak itu sudah diserahkan kesekolah sudah barang tentu kewenangan dalam mendidik itu perlu sepenuh diberikan. Hal ini yang akan menjadi akar fundamental bagi penanaman karakter yang mungkin akan dirasakan anak dikehidupan yang akan datang. Dan Kalau adanya campurtangan orang tua itu akan berakibat bahwa karakter yang ditanankan oleh menjadi tidak penting dan anak merasa tidak bersalah sehingga akan mempengaruhi kewibawaan guru dimata anak tersebut.
Maka seyogyanya semua hal yang berkaitan dengan pembentukan karakter di sekolah diserahkan sepenuhnya kepada guru ketika di sekolah. Sedangkan ketika dirumah juga menjadi tanggung jawab orang tua. Jadi diharapkan antara guru dan orang tua harus mampu bersinergi tidak ada saling tuding. Maka dari itu dalam melihat fenomena ini lebih tanggap dan perlu adanya formula khusus bagaimana ketika menjalankan fungsi dan peran sebagai pengembang, penanam, pembentuk kakarter anak didik ini memiliki kekuatan hukum.
Salah cara yang bisa sejak awal dilaksanakan adalah dengan membuat perjanjian tertulis diawal masuk sekolah yang ditanda tangani oleh ke dua belah pihak bahwa segala upaya guru di sekolah dalam kaitannya dengan penananan karakter dan konsekwensinya maka orang tua tidak boleh menunutut guru keranah hukum kecuali hal-hal yang bersifat melanggaran hak asasi manusia.

                                                                                                        ———- *** ———–

Tags: