Peran Istri Bupati Dinilai Dominan

Ita Triwibawati

Ita Triwibawati

Korupsi Kain Batik di Nganjuk
Nganjuk, Bhirawa
Sidang korupsi pengadaan kain batik tahun anggaran 2015 telah digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Dari berkas dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU), diketahui siapa inisiator korupsi dan orang-orang yang menikmati hasil pencurian uang negara tersebut.
LSM Djawa Dwipa dalam acara bedah korupsi APBD menilai peran  Ita Triwibawati sang istri bupati relatif dominan. Dapat dikatakan, Ita Triwibawati adalah orang diluar jajaran birokrasi Pemkab Nganjuk. Kalaupun dipaksakan masuk, Ita Triwibawati hanyalah ketua tim penggerak PKK Nganjuk. Namun demikian, Ita Triwibawati yang saat ini menjabat Sekretaris Kabupaten Jombang ternyata memiliki keahlian khusus dalam mengatur proses pengadaan kain batik.
“Dalam catatan saya, hanya Ita Triwibawati yang telah diperiksa sebanyak dua kali oleh Kejaksaan Nganjuk. Selebihnya masih menjadi rahasia jaksa,” ujar Harnanto SH, Sekretaris LSM Djawa Dwipa..
Menurut Harnanto, dalam dakwaan JPU disebutkan Bupati Nganjuk selaku pemegang kekuasaan pengelolahan keuangan daerah, menghubungi Kepala Bappeda Nganjuk Bambang Eko Suharto untuk menyisipkan anggaran kegiatan belanja pakaian batik untuk PNS. Kepala Bappeda lantas menyampaikan perintah dari bupati ke Masduqi selaku Sekkab yang juga Ketua tim penyusun anggaran daerah (TPAD) dan ke Mukhasanah, Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DP2KAD) Nganjuk.
Selanjutnya kegiatan pengadaan kain batik masuk kedalam anggaran, hingga penguncian spesifikasi, hal itupun tidak luput dari campur tangan Ita Triwibawati. “Dari perintah pertama hingga disisipkan alokasi anggaran belanja kain batik tradisional sebesar Rp 6.262.000 ke APBD 2015 hingga terjadinya tindak pidana korupsi. Dari kronologis ini, jaksa sebenarnya sudah sangat paham siapa pejabat yang seharusnya masuk penjara, tapi mereka tidak berani ambil resiko,” tegas Harnanto.
Diberitakan Bhirawa sebelumnya, sidang kasus korupsi pengadaan kain batik di Pemkab  Nganjuk tahun 2015 dengan anggaran Rp 6,2 miliar disidangkan di Pengadilan Tipikor Juanda. Meski diancam 20 tahun penjara, terdakwa Masduqi yang juga mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Nganjuk tidak menyatakan keberatan atau eksepsi atas atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Persidangan yang di Ketuai Majelis Hakim Matheus Samiaji mengagendakan pembacaan dakwaan oleh JPU. Dalam dakwaannya, Jaksa Eko Baroto mengatakan terdakwa Masduqi bersama dengan tiga terdakwa terpisah yakni, Sunartoyo, Mashudi, dan Edy Purwanto mendapatkan keuntungan dari pengadaan kain batik tahun anggaran 2015.
Dari perbuatan yang dilakukannya, masing-masing terdakwa menerima keuntungan bermacam-macam. “Selaku Sekda, terdakwa Masduqi mendapatkan keuntungan sebesar Rp 20 juta,” kata Jaksa Eko Baroto dalam surat dakwaanya, Kamis (9/9).
Atas perbuatan itu, Jaksa mengaku negara merugi hingga Rp 3,2 miliar. Dan perbuatan terdakwa Masqudi didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Jo UU RI Nomor 20 tahun 20012 tentang Perubahan UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. [ris]

Rate this article!
Tags: