Peran ‘Kartini’ dalam Penguatan Pendidikan Karakter

Oleh :
Uzlifatul  Rusydiana, SPd
Guru SDN Magersari 2 Kota Mojokerto

Pembangunan nasional telah membawa kemajuan dalam berbagai aspeknya. Namun, pada wilayah lain, pembangunan juga menghadirkan beberapa dampak negative, terutama terbaca dari terjadinya pergeseran terhadap nilai-nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pergeseran sistem nilai ini sangat tampak dalam kehidupan masyarakat saat ini. Sebagai contoh, memudarnya apresiasi terhadap nilai budaya dan bahasa, solidaritas sosial, kekeluargaan, sopan santun, kejujuran, dan jiwa nasionalisme.
Perilaku korupsi masih banyak terjadi, dari kelas teri sampai kelas kakap. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai  lembaga pemberantas korupsi nampaknya menjadi musuh utama bagi para koruptor, dan tindakan mereka semakin nyata sebagai penyerang lembaga tertinggi pemberantasan korupsi ini.
Bahkan, salah seorang penyidik KPK Novel Baswedan diserang oleh orang tak dikenal dengan menyiramkan cairan kimia yang diduga air keras kearah wajahnya pada Selasa, 11 April 2017 (Kompas, 12/04/2017).
Benturan dan kekerasan semacam ini memberi kesan, seakan-akan bangsa Indonesia sedang mengalami krisis moral yang berkepanjangan. Belum lagi pengaruh arus deras budaya global, secara jelas memberikan sumbangsih terhadap degradasi moral generasi bangsa. Globalisasi membawa perubahan pola berpikir dan bertindak masyarakat terutama generasi muda yang cenderung mudah terpengaruh oleh nilai-nilai dan budaya luar yang tidak sesuai dengan kepribadian dan karakter bangsa Indonesia.
Pendidikan Penguatan Karakter
Menjawab berbagai fenomena diatas, pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menganggap program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) menjadi sebuah langkah urgen, mendesak, dan strategis untuk direalisasikan mulai tahun ini. Disinilah peran sekolah sebagai tulang punggung strategi pembentukan karakter bangsa, mempersiapkan generasi emas 2045 yang bertaqwa, nasionalis, tangguh, mandiri, dan memiliki keunggulan bersaing secara global.
Gaung pendidikan karakter sejatinya secara intensif telah dimulai sejak tahun 2010 dan sudah melahirkan beberapa sekolah rintisan. Namun upaya ini dirasa belum mampu menyentuh berbagai lini hingga berkembang menjadi Program Penumbuhan Budi Pekerti (PPBP) pada tahun 2016 dengan 18 nilai karakternya.
Pada tahun ini, PPBP diperkuat lagi dengan program PPK dengan 5 nilai karakter utama (religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, integritas) selain sebagai agenda  nawacita nomor 8 Presiden Joko Widodo yaitu penguatan revolusi karakter bangsa melalui budi pekerti dan pembangunan karakter peserta didik sebagai bagian dari revolusi mental.
Berawal dengan melatih ratusan calon narasumber PPK dari perwakilan guru dari berbagai penjuru Indonesia, pemerintah berharap mereka mampu menjadi pasukan-pasukan PPK yang akan mendampingi dan mengimbaskan minimal di sekolah dan gugus masing-masing. Lebih dari itu dengan target kurang lebih 11.000 sekolah sasaran PPK di tahun ini, mereka mampu menjadi bagian tim solid dalam menyukseskan program ini.
Berbagai kebijakan di tingkat pusat terkait program PPK tersbeut nyatanya belum banyak diikuti oleh kebijakan di tingkat pemerintah daerah. Salah satu faktor penting dalam program PPK adalah pelibatan ekosistem pendidikan, di mana pemerintah daerah dalam hal ini dinas pendidikan sebetulnya memiliki peran yang penting. Adanya kebijakan di tingkat pemerintah kota dan kabupaten akan memengaruhi kesiapan sekolah dalam menyelenggarakan program PPK.  Selain itu, kebijakan di tingkat pemerintah kota dan kabupaten dapat mempercepat dan memperluas gerakan PPK, tidak hanya pada satu atau dua sekolah, melainkan ke semua sekolah, baik swasta maupun negeri, di semua jenjang pendidikan dasar hingga menengah.
Upaya mempersiapkan generasi emas 2045 melalui program PPK  bukanlah persoalan remeh dan selesai dalam waktu singkat. PPK menjadi salah satu agenda besar dalam dunia pendidikan yang akan berhasil jika dilakukan secara simultan dan kontinyu. Pendidikan menjadi garda depan dalam upaya pembentukan karakter manusia Indonesia yang sesungguhnya.
Penyelenggaraan pendidikan karakter pada konteks mikro, difokuskan pada sekolah. Sekolah merupakan sektor utama yang secara optimal memanfaatkan dan memberdayakan semua lingkungan belajar yang ada untuk menginisiasi, memperbaiki, menguatkan, dan menyempurnakan secara terus menerus proses pendidikan karakter di sekolah (Endang Sulistyowati, 2012).
Program Penguatan Pendidikan Karakter tidak akan berhasil tanpa melibatkan jaringan peranan Tripusat Pendidikan, yaitu sekolah, orang tua, dan masyarakat. Orang tua berperan penting dalam pembentukan karakter individu. Orang tua, terlebih ibu menjadi sentra pendidikan anak dalam keluarga. Ibu sebagai sekolah pertama anak-anaknya karena darinya pendidikan anak dimulai.
Pesan
Menilik sosok kartini masa lalu tentu sangat bisa disejajarkan dengan peran ibu dalam keluarga, terutama dalam pembentukan karakter anak. Raden Ajeng Kartini adalah simbol perjuangan wanita Indonesia kala itu. Pun sama dengan sosok ibu dalam keluarga. Perjuangan seorang ibu dalam membentuk karakter anak dalam keluarga adalah poin penting dalam partisipasinya sebagai agen tripusat pendidikan guna menyiapkan generasi emas 2045.
Momen Kartini hari ini menjadi puncak intropeksi bagi para ibu yang kemudian menentukan langkah strategis dalam penguatan pendidikan karakter anak dalam keluarga. Sudah semestinya keluarga menjadi sumber komunikasi utama bagi anak, melihat tuntutan globalisasi dan perkembangan teknologi yang pesat saat ini. Bila tidak ada perhatian orang tua secara khusus terhadap hal ini, anak pun dapat terkena dampak yang negatif.
Penanaman spiritual pada anak sejak dini penting dalam membangun karakternya. Dengan anak-anak belajar tentang aturan-aturan agama dan mulai belajar menerapkannya, diharapkan pada saat mereka memasuki fase remaja atau dewasa, sudah ada pengetahuan dan tertanam dalam dirinya perilaku apa saja yang baik dan benar.
Bila keluarga menjalankan fungsinya dengan baik, maka individu-individu yang dilahirkan akan mempunyai moral dan karakter yang baik, sehingga dapat membentuk sumber daya manusia yang berkualitas. Bukan tidak mungkin, negara kita terlepas dari berbagai masalah krisis moral karena disusun oleh masyarakat yang mempunyai keluarga yang menjalankan peran dan fungsinya dengan baik.  Pun mempersiapkan generasi emas Indonesia 2045 bukan hanya sebuah impian, namun cita-cita besar yang dengan sendirinya akan tercipta. Semoga.
———— *** ————-

Tags: