Peran Media dan Iklan Parpol

6-agus samiadji.jpg (1)Oleh :
Agus Samiadji
Wartawan anggota PWI Jatim

Jadwal kampanye Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif DPR-RI, DPD, Kabupaten, Kota maupun Pilpres belum ditetapkan, namun para Partai Politik peserta Pemilu sudah bermunculan ditayangkan media, khususnya di media televisi.
Para pengiklan parpol beralasan tidak ada ketentuan yang dilanggar karena tidak ada unsur kampanye. Ada beberapa parpol yang mengiklankan Capres yang dibalut dengan berbagai kegiatan untuk menarik simpati masyarakat. Memang harus diakui bahwa peran media dalam tahun politik saat ini sangat penting artinya bagi parpol untuk menyalurkan visi dan misinya yang dikemas begitu apik agar bisa menarik perhatian masyarakat di seluruh lapisan.
Sebenarnya, kedua belah pihak antara Parpol dan Media itu sama-sama  membutuhkan. Bagi parpol dengan sering dimuat di media, maka masyarakat akan bisa memperoleh keuntungan yang besar dan bisa eksis. Berkembangnya suatu media, adalah banyak ditunjang dari banyaknya pemasangan iklan, dari parpol, perusahaan makanan dan minuman, dan para pebisnis. Bagi media cetak maupun televisi dan media online, juga dibatasi dengan rambu-rambu tentang tayangan atau pemuatan iklan dan berita umum, diawasi oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Bagi media yang melanggar ketentuan, akan diberi peringatan, juga bisa diberikan sanksi Parpol (Partai Politik) menggunakan media televisim media cetak, radio, dan media online adalah sangat efektif. Sebagaimana diketahui bahwa peran media memang memiliki kemampuan bisa untuk mempengaruhi opini publik dan perilaku masyarakat. Selain itu, media juga mempunyai peran dalam mentransmisi dan menstimulasi permasalahan politik. Sedangkan cakupannya sangat luas dalam masyarakat., membuat media dianggap sebagai salah satu cara yang paling efektif dalam upaya mengkomunikasikan segala program parpol.
Media yang paling jadi idola Parpol adalah media televisi, karena televisi sekarang telah menjangkau pelosok desa, kepulauan, pegunungan yang tak terjangkau oleh media cetak. Rakyat senang melihat televisi karena ditayangkan berbagai kebutuhan masyarakat, antara lain hiburan, harga sembako dan lain -lainnya. Dalam konteks ini, maka pemilik media televisi yang kebetulan menjadi pimpinan Parpol tentu saja menjadi pihak yang diuntungkan. Mereka bisa saja mengiklankan partai politiknya, atau para kader yang kebetulan mencalonkan jadi Capres. Dengan biaya yang bisa dinego atau kalau perlu bisa membayar dengan harga yang murah. Berbeda dengan parpol yang tak punyai media televisi, untuk mengiklankan parpol maupun capresnya harus mengeluarkan biaya yang besar.
Dalam tahun politik saat ini, para media bisa memperoleh keuntungan yang besar sekali dari iklan atau berita pariwara dari parpol. Terutama sekali pada saat gencarnya kampanye para parpol peserta pemilu, mereka tak segan mengeluarkan beaya yang besar. Bukan hanya parpol, para caleg yang ingin memperoleh kekuasaan di DPR-RI, DPRD, DPD di Provinsi, Kabupaten maupun kota berlomba mengiklankan dirinya.
Bagi negara yang sudah maju utamanya yang bermukim di perkotaan mereka bisa mendapat informasi yang cepat dengan internet, lewat telepon seluler, media online. Kampanye terbuka pengerahan di lapangan saat ini berkurang, selain beaya mahal juga dikhawatirkan terjadi gesekan. Bahkan KPU, memberi ruang untuk kampanye di dalam gedung serta debat Capress, lebih efektif dan tak mengganggu kepentingan masyarakat lain. Karena itu, tak heran para elit politik sudah ancang -ancang mendirikan media televisi di Indonesia.
Sebagai contoh Surya Paloh memiliki Televisi Metro dan media cetak Media Indonesia. Aburizal Bakrie, yang ketua Umum Golkar punyai TV ONE, ANTV, serta Ketua Umum Hanura Wiranto menggandeng Hari Tanusudibjo yang punyai RCTI, Global TV serta media cetak. Dengan demikian, maka para elit politik yang punyai media dengan lancar melakukan kampanye lewat medianya.
Parpol Perlu Media
Sebenarnya para parpol di Indonesia sejak dulu ingin menguasai informasi dan punyai media sendiri. Sebagian contoh pengalaman pada saat pemerintahan Presiden Ir. Soekarno banyak parpol  yang memiliki media cetak. Antara lain Parpol Partai Nasional Indonesia (PNI) punyai media Suluh Indonesia, NU punyai media Duta Masyarakat, PKI mempunyai media Harian Rakyat,  Muhammadiyah punya media koran Abadi, dll.
Dengan pergantian pemerintahan dari orde lama ke orde baru di bawah Presiden Suharto, maka penerbitan di Indonesia ditertibkan. Yang boleh menerbitkan media cetak adalah Yayasan atau ormas yang diatur oleh kementrian penerangan dan harus mendapatkan Surat Ijin Usaha Penerbitan (SIUP). Kemudian bermuncullah Harian Kompas, Sinar Harapan, Suara Karya, berita Yudha, Harian Angkatan Bersenjata, dan lain-lainnya.
Menurut penulis siapa yang menguasai “informasi”  merekalah yang berpeluang akan menang atau berhasil dari bidang apa saja. Sebagai contoh, bagi para pebisnis, harus mengetahui informasi di dalam maupun luar negeri, agar bisa berhasil usahanya. Kalau pebisnis, tak menguasai informasi, maka usaha akan kalah dan tidak berkembang. Demikian pula parpol, kalau menguasai informasi dan punyai media maka akan banyak diketahui publik dan lebih dikenal publik berpeluang menang.
Kalau pada saat orde baru yang mengawasi pemberitaan adalah Kementerian Penerangan. Dan kalau terjadi pelanggaran pemberitaan yang akan menyebabkan keamanan negara, maka  dibredel dan dicabut  Surat Ijin Usaha Penerbitan (SIUP). Sedangkan dalam orde reformasi sekarang ini, yang mengawasi porsi pemberitaan dan iklan atau pelanggaran penyiaran pemberitaan adalah dari unsur independent yakni Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Seperti yang terjadi baru-baru ini, KPI telah memberhentikan sementara program siaran kuis Indonesia Cerdas yang ditayangkan di Global TV dan Kuis Kebangsaan  yang ditayangkan di RCTI.  Sebagaimana diketahui bahwa acara yang ditayangkan di Global TV dan RCTI tersebut kental dengan nama parpol Hanura dan kuis tersebut bernuansa kampanye untuk pasangan Capres dan Cawapres Wiranto  dan Hari Tanusudibjo. Penghentian tersebut mulai hari Jumat  21 Februari 2014 dan keputusan penghentian di Global TV dan RCTI oleh KPI tersebut berdasarkan laporan dari pengaduan masyarakat. Selain itu, berdasarkan laporan dan hasil analisis menemukan pelanggaran atas Pedoman Perilaku penyiaran dan standar program penyiaran.
Sebelum memutuskan pemberhentian, pihak KPI telah melakukan teguran tertulis kepada Global TV dan RCTI dan tidak ada perubahan materi siaran yang diminta oleh KPI.
Menurut Ketua KPI P. Yudhariksawan menyatakan dalam dua program tersebut dinilai tidak netral dan dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi pemilik lembaga penyiaran atau kelompoknya. Bahkan mengikut sertakan anggota legislatif dari Parpol Hanura, program siaran tersebut juga menghadirkan Wiranto dan Hari Tanoesudibjo yang sudah mendeklarasikan sebagai Capres dan Cawapres. Pelanggaran lainnya, adalah password kuis yang menggunakan dengan kata Bersih, Peduli, Tegas, yang merupakan Tagline partai Hanura.
Menurut penulis, selain Global TV dan RCTI, juga ada pemberitaan tayangan di TV ONE yang menayangkan salah satu Capres dan juga tagline salah satu partai yakni Suara Rakyat adalah Suara Golkar. Harapan penulis, sebaiknya Parpol peserta pemilu agar mentaati ketentuan yang telah digariskan oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) . Selain itu, masyarakat sekarang sudah banyak mengerti Parpol yang mencuri start. Pelaksanaan pemilu tahun 2014 agar berjalan Jurdil tidak terjadi kecurangan, berkualitas dan aman.

Rate this article!
Tags: