Peran Perpustakaan Dalam Reformasi Birokrasi

 

Oleh :
Drs Sudjono, MM
Pustakawan Ahli Utama di Dinas Perpustkaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur

Seiring perkembangan zaman, birokrasi di Indonesia dituntut untuk berubah seiring tantangan dan kebutuhan zaman. Pemerintah pun, dalam rangka mempercepat reformasi birokrasi telah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 80 Tahun 2011 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi Indonesia 2010-2025. Melalui Perpres ini diharapkan peta jalan (road map) tentang reformasi birokrasi menjadi bisa terukur capaian-capainnya.
Birokrasi yang awalnya bekerja berdasarkan peraturan (rule based bureaucracy) kini menuju performance based bureaucracy yang pada akhirnya akan mengerucut menjadi dynamics government. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan good and clean government yang telah ditetapkan melalui percepatan implementasi reformasi birokrasi.
Dalam lembaran Grand Design Reformasi Birokrasi Indonesia, disebutkan bahwa visi reformasi birokrasi adalah terwujudnya pemerintahan kelas dunia. Untuk mewujudkan visi tersebut, artinya pemerintah harus memiliki birokrasi yang profesional dan berintegritas dan mampu hadir lebih dekat kepada masyarakat dengan memberikan pelayanan prima. Pemerintah pun telah menyusun strategi reformasi birokrasi nasional untuk mencapai tiga sasaran reformasi birokrasi, yaitu terwujudnya pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, meningkatknya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi, serta meningkatnya kualitas pelayanan publik. Strategi pemerintah tersebut dibagi menjadi dua kerangka, yaitu makro (sebagai kerangka regulasi nasional) dan mikro (sebagai program/kegiatan pada tingkat instansi).
Pada tingkat makro, tiga strategi telah ditetapkan, yaitu melalui Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN), UU Administrasi Pemerintahan, dan Sembilan Program Percepatan Reformasi Birokrasi. Sembilan program tersebut adalah penataan struktur birokrasi, penataan jumlah, distribusi dan kualitas PNS, sistem seleksi dan promosi secara terbuka, profesionalisasi PNS, pengembangan sistem elektronik pemerintah (E-Government), peningkatan pelayanan publik, peningkatan transparansi dan akuntabilitas aparatur, peningkatan kesejahteraan pegawai negeri, dan efisiensi belanja pegawai.
Sementara di tingkat mikro, pemerintah telah menetapkan Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, Road Map Reformasi Birokrasi, dan pedoman pelaksanaan lainnya yang menyasar delapan area perubahan melingkupi organisasi, tatalaksana, sumber daya manusia aparatur, peraturan perundang-undangan, pengawasan, akuntabilitas, pelayanan publik, dan budaya kinerja.
Pemerintahan nampaknya menyadari betul bahwa reformasi birokrasi di Indonesia berjalan sangat lambat akibat pola pikir dan perilaku birokrat yang belum berkomitmen untuk berubah. Oleh karenanya, tepat jika Presiden Joko Widodo kemudian mengeluarkan semangat perubahan melalui Revolusi Mental. Revolusi mental memang dirasa perlu dilakukan untuk mengubah mindset dan culture set aparatur yang selama ini seolah berperilaku layaknya priyayi. Revolusi mental menekankan tiga aspek penting yang harus ditanamkan, yaitu integritas, etos kerja, dan gotong royong. Ketiga hal tersebut yang kemudian harus diaplikasikan oleh birokrat dalam rangka percepatan reformasi birokrasi.
Peran Perpustakaan
Perpustakaan sebagai sebuah pusat pengetahuan dan pusat pembelajaran memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan masyarakat karena di dalamnya tersedia begitu banyak informasi yang dapat digunakan oleh masyarakat ketika mereka bermaksud memiliki keterampilan yang dapat digunakan untuk memproduksi sesuatu yang bernilai ekonomi, dari produk yang sederhana sampai produk yang canggih.
Tidak hanya itu, perpustakaan juga sebenarnya menyediakan begitu banyak informasi dan pengetahuan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, dari kesehatan keluarga sampai pada informasi tentang bagaimana memperluas pergaulan dalam masyarakat. Perpustakaan adalah ‘gudang ilmu’, bukan gudang buku seperti selama ini dipersepsikan orang pada umumnya.
Dengan kekayaan sumber ilmu pengetahuan yang dimilikinya, perpustakaan sebenarnya merupakan salah satu faktor pendukung utama bagi pemerintah ketika akan melaksanakan program pembangunan, baik fisik maupun mental karena melalui perpustakaan, informasi tentang kebijakan pembangunan dapat disebarluaskan pada masyarakat dengan cara yang lebih efektif dan menjangkau berbagai lapisan masyarakat, baik lapisan sosial, pendidikan, usia, suku bangsa, maupun lapisan ekonomi. Hal ini dapat terjadi karena di perpustakaan tidak ada pembedaan terhadap pengunjung. Semua orang dilayani sesuai dengan kebutuhannya, bukan statusnya.
Mendukung Reformasi Birokrasi
Dalam reformasi birokrasi selalu menyentuh tiga aspek perubahan yaitu area Pelayanan Publik, SDM ASN, dan kelembagaaan. Ketiga aspek ini sangat terkait dengan perpustakaan. Perpustakaan sendiri merupakan institusi dengan tupoksi layanan. Tujuan perpustakaan yaitu memberikan layanan dan memperluas wawasan dan pengetahuan. Dalam konteks kelembagaan, perpustakaan juga perlu memahami keterkaitan tupoksi perpustakaan dengan unit lain, misalnya dengan unit SDM, Organisasi, Diklat, Litbang, dan sebagainya. Pemahaman diperlukan untuk kolaborasi dan sinergi program atau kegiatan perpustakaan dengan unit lain dalam organisasi. Perpustakaan merupakan bagian dari institusi yang mengerahkan potensi yang dimilikinya sehingga kebutuhan masyarakat akan segera dipenuhi. Hubungan perpustakaan dengan reformasi birokrasi tetap menjadikan kegiatan institusi induk lebih utama, perpustakaan merupakan wadah yang menyediakan informasi menuju good governance. Bahwa impact perpustakaan sebagai pusat manajemen pengetahuan adalah meningkatkan pembelajaran, memanfaatkan publikasi, peningkatan modal intelektual, peningkatan proyek kolaboratif serta operasional pengambilan keputusan.
Perpustakaan, khususnya di lingkungan instansi pemerintah selain memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan informasi dalam rangka mendukung visi misi lembaga induknya juga memiliki fungsi layanan yang erat kaitannya dengan reformasi birokrasi. Oleh karena itu, sumber daya yang terlibat di dalam unit perpustakaan harus memiliki kesadaran bahwa mereka terlibat (in-charge) dalam pelaksanaan reformasi birokrasi lembaga induknya, khususnya dalam konteks pelayanan publik. Dengan demikian, perpustakaan dan pustakawan saat ini harus semakin produktif dan inovatif. Mereka harus bisa membaca peluang dan menjawab tantangan minimal di lingkup institusinya, dalam hal ini menyediakan asupan informasi bagi manajemen.
Hal itu tentunya berdampak pada pelaksanaan reformasi birokrasi lembaga induknya. Sesungguhnya, ada irisan antara perpustakaan dan reformasi birokrasi yaitu dalam hal pengawasan, SDM aparatur, tata laksana dan pelayanan publik. Dalam rangka peningkatan pelayanan kepada publik, perpustakaan perlu bertransformasi dari layanan konvensional menuju digital. Apalagi di tengah perkembangan isu revolusi industri 4.0 dimana kemudahan dan keterbukaan akses informasi menjadi sebuah keniscayaan bagi masyarakat.
Perpustakaan dituntut untuk semakin kreatif dan inovatif dalam membuat konten serta menyebarluaskannya kepada pengguna melalui media yang representatif. Di era digital ini, tantangan pengelolaan perpustakaan semakin besar. Perpustakaan kini tidak bisa lagi bangga dengan tumpukan koleksi buku di raknya. Pencarian informasi dari para pengguna informasi mengalami perubahan seiring dengan kemajuan teknologi informasi. Diluar itu juga dibutuhkan peningkatan kapasitas dan kompetensi SDM pustawakan. Di bidang pendayagunaan aparatur, pustakawan harus makin profesional, memiliki kemampuan yang mumpuni didalam ilmu perpustakaan, dan melek teknologi.
————- *** ————–

Tags: