Peranan TNI Dalam Era Globalisasi

Oleh :
Untung Dwiharjo
Peneliti pada LAZNAS YDSF, Alumnus Fisip Unair

Pada Setiap tanggal 5 Oktober Tentara Nasional Indonesia (TNI) mempunyai gawe Besar. Berupa Peringatan ulang tahun kelahiran dirinya. Dimulai dari tahun 1945 dimana TNI banyak berpearan dalam membela eksistensi Negara Republik Indoensia dari Penjajahan negara asing sampai era sekarang ini. Perjalanan yang berliku dan penuh onak dan duri untuk mempertahankan negara ini dari rongorongan bangsa asing serta gejolak dalam negeri yang memuncak pada meletusnya peristiwa G 30 Sepetember 1965/PKI yang mengakibatkan gugurnya pucuk pimpinan TNI Angkatan Darat.

TNI pun bersama-sama rakyat turut memberantas bahaya dari dalam negeri tersebut sehingga negera kembali aman dan terkendali. Sampai kemudian pada masa Orde Baru TNI menjalankan fungsi sebagai “dwifungsi ABRI” dengan menjalankan fungsi hamkam dan politik. Sampai pada era reformasi TNI diposisikan “Kembali ke Barak” yang hanya mengurusi pertahanan negara.

Dinamika Peran TNI

Dalam Setiap refleksi Hari ulang tahun TNI. Maka tidak dapat dilepaskan dari peran TNI dari masa-ke masa. Untuk itulah kita harus mengingat Pidato Jenderal Abdul Haris Nasution sebagai KSAD pada HUT I Akademi Militer Magelang tahun 1958 yang menyampaikan pidato “jalan tengah” yang sangat monumental, saat itu ia membedakan secara tegas antara TNI dengan tentara bayaran yang apolitik di Barat maupun tentara yang ” haus kekuasaan” seperti di Amerika Latin (Hariyadi, 1990).

Pidato Jalan Tengah Nsution itu kemudian diadopsi oleh pemerintahan Orde Baru dengan “dwifungsi ABRI” dimana tentara disamping sebagai kekuatan pertahanan ( tempur) sekaligus juga kekuatan politik dengan memiliki wakil di lembaga legistlatif (MPR). Sehingga banyak perwira-perwira TNI waktu itu yang dikaryakan di luar wilayah kemiliteran.

Selanjutnya pada masa reformasi setelah yang ditandai dengan tumbangnya pemerintahan Suharto maka atas amanat reformasi TNI mengalami perubahan peran. Yaitu setelah TNI berpisah dengan POLRI, dimana TNI harus “Kembali ke Barak. Dalam Hal ini TNI tidak lagi berpolitik tetapi hanya menangani masalah keamanan saja. Hal tersebut karena tuntutan reformasi yang menginginkan TNI tidak dijadikan alat oleh negera untuk mempertahankan kekuasaan sebagaimana dipraktekan Pak Harto di masa Orde Baru .

Hindari Jadi Alat Kekuasaan

TNI harusnya tidak menjadi alat kekuasaan. Untuk dibenturkan dengan rakyat. Sebagaimana terjadi pada kasus sengketa lahan, dibenturkan dengan kalangan mahasiswa dan kekuatan civil society. Seperti pada penangkapan mahasiswa pada masa reformasi yang berujung pada gugurnya beberapa mahasiswa. Yang sampai sekarang belum ditemukan jasadnya.

Untuk itulah harusnya TNI tidak menjadi alat kekuasaan negara untuk mempertahankan kekuaasaan politik pihak-pihak tertentu di republik ini. TNI harus lepas dari kekuatan politik manapun, terlebih lagi dari para cukong yang ada di negara ini. Sehingga TNI bekerja dengan hati nuraninya. Bukan kepada pemilik modal yang berkantong tebal.

Terlebih jangan sampai TNI di dikte oleh kekuatan tertentu untuk selalu melayani kepentingan golongan tertentu yang mungkin itu bertentangan dengan sumpah prajurit dan Sapta Margaserta Pancasila & UUD 1945. Jangan sampai TNI bertindak represif kepada pihak tertentu yang dipandang sebagai lawan sebagaimana terjadi di masa lalu. Jangan sampai TNI menjadi perangkat negara yang ideologis (Ideological State Apparatus/RSA) sebagaimana dikatakan Louis Althuser (1971). Dimana sifat RSA bersifat sentralistis dan sistematis yang berfungsi sebagai penyanggga kekuasaan yang sah dan eksplisit.(Cahyadi, 1993).

Peran Di tengah Globalisasi.

Kini diarus perubahan zaman yang sangat cepat, dimana peran teknologi informasi (IT) dan perkembangan internet dan digitalisasi kehidupan manusia dengan adanya pandemi Covid-19. Memaksa TNI pun harusnya melakukan reorintasi peran di masa yang akan datang. Pelibatan perwira militer misalnya dalam penanganan Covid-19 tentunya bisa dilihat sebagai sinyal perubahan peran TNI dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tapi gejala ini perlu dilihat apakah temporer saja atau untuk seterusnya.

Kemudian ditengah zaman serba canggih ini TNI perlu perubahan pendekatan dalam memecahkan persoalan bangsa, karena bagaimanapun juga TNI masih dipandang sebagai kekuatan pengintegrasi sekaligus pembangun bangsa. Dimana sebagai militer profesional memusatkan diri pada fungsi pertahanan dan keamanan, menjauhkan diri dari politik serta lebih peduli pada pembinaan secara ketat profesionalisme kemiliteran ( Fatah, 1998).

Kini ditengah globliasi TNI butuh reorientasi peran dimana dibutuhkan perubahan-perubahan dalam bahasa politik militer : dari represi ke persuasi, dari monolog ke dialog dan dari defensif ke responsif. Sehingga di era kontemporer ini peran TNI menjadi lebih humanis, peka dengan kondisi negara dan rakyatnya sehingga jiwa sapta Marga TNI untuk memihak rakyat sebagaimana awal berdirinya di tahun 1945 tetap menjadi pedoman.

Apalagi sekarang di era perang semesta dengan adanya perang teknologi maka TNI dituntut lebih responsif dengan persoalan rakyat. Kini waktunya TNI berperan sebagaimana di gambarkan Peter Breten ( 1996) dari “jago” menjadi ” Satria”. Selamat Ulang Tahun TNI.

————— *** —————

Rate this article!
Tags: