Perangi Narkoba Sejak Dini

Oleh :
Nurul Yaqin, S.Pd.I
Pendidik di SMP IT ANNUR. Asal Sumenep Madura. Alumnus Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan.

Sungguh miris, bersamaan dengan peringatan hari anti-narkoba pada kamis (13/7/2017), aparat kepolisian telah menemukan tumpukan narkoba seberat 1 ton di daerah Banten yang diselundupakan oleh para penjahat Taiwan dengan sistem penyelundupan yang sangat canggih. Ini merupakan ancaman besar bagi bangsa Indonesia. Ketika kerugian materi mencapai 1,5 triliun rupiah, ada kerugian yang jauh lebih besar, yaitu hancurnya masa depan bangsa.
Besar kemungkinan masih ada berton-ton narkoba yang tersimpan rapi oleh para sindikat di negeri ini. hasil penggerebekan polisi di atas bisa jadi hanya satu dari sekian banyak kejahatan narkoba yang belum terungkap ke permukaan. Karena zat adiktif ini telah menjamur di berbagai kalangan, mulai dari para politisi, kalangan artis, rakyat jelata, hingga anak sekolahan (pelajar). Yang paling memprihatinkan ternyata narkoba juga telah merasuk ke taman kanak-kanak dalam bentuk permen. Sungguh ancaman bom waktu yang sangat berbahaya.
Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN) pada tahun 2014, pengguna narkoba dari kalangan pelajar dan mahasiswa mencapai 22 persen. Dan penyalahgunaan narkotika pada anak di bawah usia 19 tahun yang mendapatkan pelayana rehabilitasi berjumlah 348 orang dari 5127 orang. Sedangkan tahun 2016 jumlah tersangka kasus narkotika dengan usia di bawah 19 tahun mencapai 2186 atau 4,4 persen dari jumlah tersangka (netral.news 28/9/2016).
Target Kejahatan Narkoba
Beragam cara dan upaya telah dikemas untuk menangkal kejahatan narkoba. Makin dicari solusi makin bertambah pula korban tiada henti. Seolah kejahatan narkoba ibarat membunuh nyamuk, dibasmi satu tumbuh seribu. Maka, tak salah jika bangsa ini berada pada status darurat narkoba. Memang tak mudah memutus mata rantai kejahatan ini, karena pergerakannya bersifat nasional dan antarnegara (transnasional crime).
Narkoba diproduksi oleh sekitar 11 negara. Di antaranya, Taiwan, Hongkong, Filipina, Singapura, dan terbesar yaitu Afrika dan China. Dan negara-negara ini menjadi Indonesia sebagai pangsa pasar paling empuk. Maka, Presiden Jokowi menegaskan “Negara kita Indonesia tidak boleh dijadikan lalu lintas atau peredaran apalagi produksi barang haram tersebut. Saatnya kita perang melawan narkoba. Kata-kata gak diperlukan lagi, kita membutuhkan tindakan konkret dan nyata, semua harus bersinergi, harus melakukan langkah yang terpadu melawan narkoba yang mengalahkan kelicikan para Bandar dan tak kalah penting semua harus mengalahkan ego sektoral” pada minggu (26/6/2016) di Taman Sari, Kota Tua, Jakarta Barat.
Narkoba memang merupakan obat yang membuat candu siapa saja. Sekali ketagihan, tidak ada kata mundur, terus-menerus akan terjangkit dalam kubangan obat haram tersebut. Jika kondisi darurat seperti ini berkelanjutan, bukan tidak mungkin akan lahir generasi-generasi perusak negeri ini. Politikus, artis, pejabat, aparat keamanan, rakyat jelata dan bahkan ustad yang berada dalam cengkraman narkoba. Akhirnya, kita hanya bisa menunggu negara ini hancur dan binasa.
Anehnya, para pecandu narkoba bukal lagi dari kaum awam, tapi juga dari kalangan terpelajar dan orang-orang yang mengerti bahaya narkoba. Deputi Badan Narkotika Nasional (BNN), Ali Djohardi Wirogioto dalam acara Deklarasi Front Anti Narkoba Tingkat Jawa Barat di Bandung (18/2/2017) menuturkan bahwa dari hasil penelitiannya terhadap para pelaku narkoba yang  paham akan bahaya narkoba prosentasinya mencapai 80 persen. Sebuah fenomena yang sangat memprihatinkan.
Banyak faktor yang membuat manusia negeri ini terlena dengan narkoba diataranya, mental yang lemah, ingin tahu dan coba-coba, stres dan depresi, sekadar sensasi, broken home, minimnya perhatian, kurangnya komunikasi, salah bergaul, iming-iming keuntungan uang, dan ikut-ikutan. Dan mangsa yang paling empuk untuk menjalankan aksi kejahatan ini adalah anak- anak dan para remaja. Karena ini merupakan fase mulai mengenal pergaulan dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.
Pendidikan Moral
Tak bisa dimungkiri, sampai saat ini pendidikan moral masih menjadi salah satu cambuk sakti yang bisa menyelamatkan nasib negeri ini. Meskipun kita memiliki generasi hebat dalam bidang ilmu sains, matematika, teknik, dan lain-lain, tapi tidak ada peran moral, maka semuanya akan menjerumuskannya pada keburukan. Lihat saja, mayoritas para koruptor negeri ini semuanya orang pintar dan hebat, namun tidak mempnyai kelembutan hati dan moral yang baik.
Memang pendidikan moral atau karakter sampai saat ini masih menjadi PR kolektif, mengingat penerapannya sangat tidak mudah. Berbagai upaya telah dicanangkan oleh lembaga-lembaga pendidikan dan pemerintah untuk mengefektifkan pendidikan karakter tersebut. Namun, kita tidak lantas menyerah, masih banyak cara untuk menerapkan pendidika moral dengan lebih baik lagi.
Salah satu tujuan pendidikan nasional yang  tercantum dalam UU nomor 20 tahun 2003 adalah aspek karakter yang meliputi, keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang demokratis dan bertanggung jawab. Menurut T. Ramli (2003) pendidika karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik.
Maka dari itu, orangtua dan guru harus menjadi garda terdepan dalam menangkal serangan narkoba yang semakin masif. Bekali anak-anak kita dengan pendidikan moral sejak dini. Didik mereka dengan akhlak yang baik, tidak sekadar pengetahun tapi juga disertai pengamalan. Sehingga akan lahir generasi yang tak mudah terlena dengan iming-iming narkoba, berbudi luhur, dan berhati mulia. Aristoteles pernah berkata “Educating the mind without educating the heart is no education at all.

                                                                                                            ———- *** ———–

Rate this article!
Tags: