Perayaan Ogoh-ogoh

Karikatur Ilustrasi

Iring-iringan patung kertas Bhuta Kala, tetap menjadi ikon perayaan ogoh-ogoh, tahun ini (Saka 1939). Tetapi disamping patung raksasa itu, juga terdapat “patung” eskavator (alat berat pengeruk). Di bawah patung bertuliskan, “masyarakat desa adat Legian menolak reklamasi pantai Benoa.” Nampaknya, ogoh-ogoh masa kini, juga semakin “meng-akomodir” permasalahan sosial yang sedang berkembang.
Perayaan ogoh-ogoh, rutin diselenggarakan sehari sebelum hari raya (umat Hindu) Nyepi. Iring-iringan ogoh-ogoh, memiliki istilah sebagai pengerupukan (penggerebekan dan penangkapan) sifat buruk. Disimbolkan dengan bentuk raksasa Bhuta Kala (kekuatan besar zaman). Karena diyakini, setiap zaman selalu terdapat permasalahan sosial yang cukup besar. Boleh jadi, permasalahan sosial yang menggejala, berupa krisis ekonomi, maupun korupsi atau terorisme.
Maka ogoh-ogoh, melambangkan kebersamaan untuk mencari solusi penyelesaian yang dihadapi masyarakat. Patung raksasa Bhuta Kala (yang tertangkap), selanjutnya akan dibakar. Namun pembakaran ruh jahat, mesti di-ikuti laku nyepi. Yakni, mengurangi nafsu ke-dunia-an, menghindari berfoya-foya, dan tidak meng-eksploitasi kekayaan (alam). Harus terdapat “jeda” kesibukan sehar-hari, untuk ber-kontemplasi (mawas diri).
Perayaan ogoh-ogoh, seolah-olah mengalami “penggalian” budaya, tahun 1983. Ketika itu pemerintah yang men-jadwalkan hari raya Nyepi, sebagai hari libur nasional. Saat itu umat Hindu di Bali mulai membuat semacam perwujudan Bhuta Kala untuk menyambut Nyepi. Dimaksudkan sebagai pengembalian Bhuta Kala ke asalnya. Sekarang ogoh-ogoh menjadi semacam ritual wajib yang dilaksanakan sehari sebelum Nyepi.
Sebagai iringan ritual Nyepi, sebenarnya ogoh-ogoh telah melampaui zaman (ke-emas-an Hindu di Indonesia). Ogoh-ogoh telah menjadi budaya nasional. Bukan hanya di Bali, melainkan juga telah populer di seantero Jawa. Diantaranya di Yogya, Kediri, dan Jombang (Jawa Timur). Peserta ogoh-ogoh, juga bukan hanya umat Hindu, tetapi juga diikuti umat Islam, Kristen, dan Katolik.
Telah terjadi akulturasi budaya bersendi agama. Seperti perayaan Megengan (menjelang puasa Ramadhan). Serta adat Grebek Sura di Ternate. Di Ternate, menandai Tahun Baru Islam (Hijriyah) dijadikan sebagai waktu potong rambut pada mahkota raja. Selain bertabur manik-manik permata dan batu mulia, mahkota raja Ternate juga dilengkapi rambut asli. Uniknya, rambut pada mahkota raja terus tumbuh. Sehingga harus dipotong, setahun sekali pada awal tahun Hijriyah.
Perayaan grebek Suro, memang adat bersendi syara’. Tradisi ini diperingati dengan beragam cara di berbagai tempat. Pada suku Jawa dan Sunda misalnya, dilakukan kungkum (berendam) di sungai besar, danau atau sumber mata air tertentu. Sembari mandi kembang. Selain itu juga dilakukan tirakatan (tidak tidur semalam suntuk) dengan perenungan diri sambil berdoa. Harus diakui, beberapa perayaan hari ke-agama-an, telah menjadi “milik” masyarakat (umum).
Misalnya di desa Mojowarno (Jombang), terdapat unduh-unduh yang menjadi perayaan tahunan. Perayaan ini asalnya milik umat Katolik. Penyelenggaraannya mirip “pawai pembangunan,” di-iringi pamer hasil pertanian masyarakat. Ada singkong, jagung, terong, waluh, semuanya dengan ukuran terbesar. Peserta unduh-unduh di Mojowarno, hampir seluruhnya umat Islam, dan beberapa umat Kristen (dari GKJW, Gereja Kristen Jawi Wetan).
Di Wonosalam (tetangga desa tak jauh dari Mojowarno), dengan perayaan ogoh-ogoh. Bedanya, pelaksanaan dilakukan oleh mayoritas umat Hindu se-Jombang. Wonosalam, merupakan kecamatan dengan jumlah umat Hindu terbesar di Jombang, sekitar seribu jiwa. Juga terdapat pura Kayangan Pacaringan di desa Wonomerto, Wonosalam. Di Yogya, diikuti pimpinan daerah. Meski tidak se-ramai ogoh-ogoh juga diselenggarakan pawai melintasi jalan utama, Malioboro.
Maka pesta budaya ogoh-ogoh, menjadi inspirasi. Bahwa antara adat budaya dengan agama, seharusnya saling mendukung. Tidak saling “menghunus pedang,” karena masing-masing memiliki ranah dalam kehidupan sosial.

                                                                                                     ————– 000 —————–

Rate this article!
Perayaan Ogoh-ogoh,5 / 5 ( 1votes )
Tags: