Perbaikan Tata Kelola Pupuk Bersubsidi

foto ilustrasi

Demi meningkatkan produksi hasil pertanian dan mendukung ketahanan pangan di Indonesia, pemerintah telah mengambil langkah yang sangat positif dengan memberikan pupuk bersubsidi kepada para petani. Namun, sayangnya langkah positif tersebut tidak semulus yang terjadi dilapangan. Senyatanya yang terjadi pupuk bersubsidi ini semakin sulit didapatkan oleh petani. Sehingga, tidak heran jika keberadaan pupuk bersubsidi ini kerap menjadi perhatian petani dan publik pemerhati sektor pertanian.

Secara regulasi pupuk bersubsidi ini sejatinya telah diatur jelas dalam Surat Keputusan Menperindag No.70/MPP/Kep/2/2003 tentang pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian. Dalam Pasal 1 peraturan tersebut dijelaskan, pupuk bersubsidi pengadaan dan penyalurannya mendapatkan subsidi dari pemerintah untuk kebutuhan petani yang dilaksanakan atas dasar program pemerintah. Adapun jenis pupuk bersubsidi pada pasal 3 disebutkan yaitu pupuk organik (urea, superphos, ZA,NPK) dan pupuk organik.

Dalam Permentan No.49 Tahun 2020, total alokasi pupuk subsidi pada tahun 2021 ditetapkan sebanyak 10,5 juta ton, antara lain terdiri dari Pupuk urea sebanyak 4,17 juta ton, SP-36 sebanyak 640.812 ton, ZA sebanyak 784.144 ton dan NPK sebanyak 2,67 juta ton. Alokasi pupuk subsidi ini lebih tinggi dari tahun 2020 yang sebesar 8,9 juta ton. Untuk mendapatkan pupuk bersubsidi ini para petani diwajibkan memiliki Kartu Tani yang terintegrasi dalam e-Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani (e-RDKK).

Namun, kendati teknis pengalokasian pupuk bersubsidi sudah diatur jelas dalam regulasi, sinergisitas semua pihak masihlah tetap dibutuhkan. Termasuk perlunya sinergi antar lembaga untuk terus meningkatkan tata kelola pupuk bersubsidi melalui upaya menjaga transparansi, akuntabilitas, teamwork dan inovasi. Terkait transparansi dalam tata kelola pupuk bersubsidi, stakeholder diharapkan bersama-sama melakukan pengecekan lapangan. Sementara sebagai bentuk akuntabilitas publik, data penerima RDKK yang terpampang di setiap kantor desa bisa dikoreksi. Selebihnya, seluruh stakeholder sebisa mungkin bisa menelaah dan memperbaiki setiap kelemahan dan kekurangan dalam pengelolaan pupuk subsidi selama ini.

Dyah Titi Muhardini
Dosen FPP Universitas Muhmammadiyah Malang

Tags: