Percepat Pengadaan Rumah, Apersi Jatim Usul SLF Ditarik ke Pemprov

Ketua DPD Apersi Jatim Makhrus Sholeh bersama jajaran pengurus DPD Apersi Jatim saat beraudiensi dengan Wagub Jatim Emil Elestianto Dardak di Gedung Grahadi Surabaya.

Surabaya, Bhirawa
Dewan Pengurus Daerah Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (DPD Apersi) Jatim mengusulkan, agar Sertifikat Laik Fungsi (SLF) yang selama ini ditangani pemerintah daerah (pemda) ditarik ke pemerintah provinsi (pemprov). Usulan ini dilakukan untuk mempercepat KPR dengan skema Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT).
Ketua DPD Apersi Jatim, H Makhrus Sholeh menuturkan, saat ini realisasi program KPR skema BP2BT belum ada yang terwujud. Padahal tersedia 6.600 unit rumah yang seharusnya bisa dimanfaatkan melalui BP2BT. Penyebab tak jalannya BP2BT ini karena harus adanya SLF yang dikeluarkan pemerintah daerah.
“Pengembang kesulitan mendapatkan SLF karena dari 38 kabupaten/kota di Jatim hanya ada tiga daerah yang ada SLF-nya. Tiga daerah yang aturan mengenai SLF-nya siap itu yakni Malang, Gresik dan Sidoarjo. Untuk itu, agar mempermudah prosesnya, SLF tidak lagi dilakukan di pemda, tapi ditarik ke pemprov agar lebih cepat prosesnya,” ujar Makhrus, saat ditemui disela pertemuannya dengan Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak, di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Rabu (4/9).
Usulan agar SLF ini bisa ditarik ke pemprov, lanjutnya, bersifat sangat mendesak. Sebab saat ini kuota FLPP (Fasilitas Lukuiditas Pembiayaan Perumahan) sudah habis. Padahal pengembang sangat tergantung dengan program tersebut agar cash flow pengembang terus berputar.
“Untuk mempercepat realisasi pengadaan perumahan ini, pemerintah mengeluarkan beberapa program. Diantaranya adalah FLPP yang saat ini kuotanya sudah habis dan BP2BT yang syarat harus adanya SLF yang sulit didapat pengembang. Selama menjadi pengembang perumahan, baru kali ini sampai kehabisan FLPP,” ungkap Makhrus.
Menurut Direktur Utama PT Morse Indonesia ini, jika skema BP2BT ini bisa berjalan, nantinya bisa mempercepat realisasi pengadaan rumah karena ada kuota 6.600 unit rumah. “Kami meminta Pak Wagub untuk bisa membantu agar SLF ini bisa ditarik ke pemprov,” ujarnya.
Dengan adanya masalah tersebut, sebanyak 2.500 unit rumah bersubsidi di Jatim terancam mangkrak karena tidak bisa direalisasikan kreditnya dengan habisnya kuota FLPP. Rumah sebanyak itu dibangun 200-an pengembang yang tergabung dalam Apersi Jatim.
Sebanyak 2.500 unit yang sudah selesai dibangun pengembang itu diantaranya berada di Kabupaten Trenggalek, Kediri, Blitar, Kabupaten Malang, Jember, Lumajang, Probolinggo, Banyuwangi, Lamongan, dan beberapa daerah lain.
Makhrus berharap, ke depan ketentuan mengenai persyaratan harus ada SLF sebaiknya ditiadakan, karena berpotensi menimbulkan ekonomi biaya tinggi. SLF juga berpotensi menjadikan pengurusan izin pembangunan rumah bersubsidi menjadi panjang. “Atau SLF cukup ditangani oleh konsultan saja sebagaimana yang pernah jalan pada program FLPP,” ujar Makhrus.
Kondisi pengembang perumahan bersubsidi saat ini, kata dia, sangat memprihatinkan. Jika KPR tidak direalisasikan, pengembang harus menyediakan dana yang tidak sedikit untuk memenuhi kewajibannya membayar angsuran kredit pembebasan lahan dan kredit konstruksi dari bank.
“Padahal, mereka tergolong pengembang kecil sehingga asetnya juga terbatas. Keharusan membayar angsuran kredit pengadaan tanah dan konstruksi ke bank jelas memberatkan mereka jika KPR-nya tidak segera direalisasikan,” tandasnya. [iib]

Tags: