Percepat Program Sejuta Rumah, Pemerintah Bentuk Komite Tapera

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Pemprov, Bhirawa
Untuk mempercepat program sejuta rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah, pemerintah telah membentuk Komite Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat). Komite ini beranggotakan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Menteri Keuangan, Menteri Ketenagakerjaan, Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dan dari unsur profesional.
“Sudah ada SK-nya, yang profesional itu Pak Sonny Loho nanti beliau purna tugas (dari Kemenkeu, red) dan diberi penugasan ini,” tutur Menteri PUPR Basuki Hadimuljono melalui siaran pressnya, Rabu (14/12).
Dikatakannya, sesuai UU No 24 Tahun 2016, Komite Tapera berfungsi merumuskan kebijakan umum dan strategis dalam pengelolaan Tapera. Dengan terbentuknya Komite Tapera akan membentuk komisioner dan deputi komisioner BP (Badan Pengelolaan) Tapera paling lambat 6 bulan.
“Ada di UU yaitu 6 bulan setelah komite Tapera dibentuk, Pak Maurin (Dirjen Pembiayaan Perumahan, red) sedang ngurusi untuk pembentukan (BP Tapera)-nya,” tambah Menteri Basuki.
Komite Tapera juga memiliki kewenangan mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian komisioner dan deputi komisioner dari jabatannya kepada presiden.  Komite Tapera juga melaksanakan tugas pembinaan dan pengelolaan Tapera, merumuskan ketentuan gaji, tunjangan dan fasilitas lainnya bagi komisioner dan deputi komisioner yang merupakan anggota BP Tapera.
BP Tapera dipimpin oleh seorang komisioner dan dibantu paling banyak oleh 4 deputi komisioner. Pembentukan Tapera sendiri bertujuan untuk menghimpun dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pembiayaan perumahan dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau bagi peserta.
Sebelumnya disampaikan, permasalahan Program Nasional Pembangunan Sejuta Rumah bukan pada sektor pembiayaan, melainkan suplai atau ketersediaan. Direktur Jenderal (Dirjen) Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Maurin Sitorus mengatakan, masalahnya justru ada pada pasokan karena belum tentu pengembang bisa memenuhinya. “Bukan dana, melainkan pasokan. Pengembang sanggup tidak membangunnya,” ujar Maurin.
Maurin mengatakan, sejak 2010 hingga sekarang distribusi Kredit Perumahan Rakyat (KPR) dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sudah sebanyak 443.688 rumah dengan total dana Rp 23,08 triliun. [rac]

Tags: