Percepatan Tangani PMK

Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada ternak sudah mewabah di 15 propinsi (menyebar di 52 kabupaten dan kota). Bahkan karena penularan secara airborne (dibawa udara), juga berpotensi menular pada hewan berkuku belah yang hidup di hutan. Sapi liar, kerbau liar, rusa, dan babi hutan, yang hidup di alam bebas (hutan lindung) bisa tertular. Maka pemerintah juga perlu melakukan penyemprotan disinfektan melalui pesawat udara (water bomber). Terutama di hutan berstatus Geo-park global.

Perlindungan hewan berkuku belah di alam liar perlu dilindungi, karena menjadi sumber indukan ternak. Di perkampungan (area usaha peternakan), diperkirakan sebanyak 4 juta ekor ternak akan terdampak. Niscaya berpotensi mengguncang perekonomian, berkait ketersediaan daging, dan susu segar. Terutama peternak rakyat (mandiri) kehilangan produktifitas. Serta terpaksa “jual obral” (murah) sapi sakit. Pasokan daging, dan susu akan semakin bergantung pada impor.

Potensi kerugian akibat wabah PMK diperkirakan bisa mencapai Rp 10 trilyun. Maka diperlukan percepatan penanganan. Pemerintah perlu mempercepat pengobatan, dan segera menyediakan vaksin. Wabah PMK dikenal cukup cepat menular terhadap hewan ternak yang hidup se-kandang. Bahkan terhadap hewan yang hidup pada areal sekitar 2 kilometer. Angka kematian tinggi terutama mengancam anak sapi (dan jenis hewan berkuku belah).

Namun pengobatan di daerah kabupaten dan kota oleh bidang Peternakan, telah mencatatkan kesembuhan cukup besar. Sudah sebanyak 3 ribu ekor yang berhasil disembuhkan dalam waktu pengobatan sekitar 7 hari. Tetapi banyak pula yang tidak tertolong, lebih dari seribu ekor. Tingkat kematian cukup tinggi, sekitar 0,36% dari hewan ternak yang sakit. Berarti 36 ekor dari seribu ternak yang sakit, tidak bisa ditolong lagi.

Catatan kematian akibat PMK, diduga bagai “gunung es.” Yang tidak dilaporkan lebih banyak. Antara lain telah dipotong sebelum mati. Bahkan dagingnya juga laku dengan harga normal. Karena telah menerima “edukasi” dari ahli veterinaria (dokter hewan). Yakni, daging sapi dari sapi yang sakit tidak akan menularkan penyakit kepada manusia. Sifat wabah PMK bukan zoonosis. Tetapi manusia bisa menjadi pembawa karier virus yang menempel di pakaian.

Tetapi beberapa peternak sapi perah telah mengeluhkan susu ditolak pabrik. Bukan karena tercemar wabah PMK. Melainkan penggunaan (suntik) antibiotik untuk pencegahan PMK pada sapi perah. Ribuan liter susu dibuang ke dalam lubang. Kerugian peternak mandiri semakin besar, karena harus menyediakan obat peencegahan PMK (antara lain antibiotik). Dipastikan tidak dapat membayar cicilan (Bunga dan angsuran utang pokok) kredit usaha rakyat (KUR).

Maka wabah PMK harus ditangani secara cepat. Selain pengobatan hewan yang sakit, juga perlu penyemprotan dis-infektan pada areal yang luas. Namun di seluruh daerah wabah, tidak tersedia anggaran pencegahan wabah PMK. Karena diluar dugaan. Sehingga dicari cara penyediaan anggaran, terutama dengan pola Biaya Tidak Terduga (BTT). Padahal sudah terdapat UU Nomor 18 TAHUN 2009 Tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan.

UU pada pasal 46 ayat (2), menyatakan, “Dalam hal suatu wilayah dinyatakan sebagai daerah wabah, pemerintah daerah provinsi atau pemerintah daerah kabupaten atau kota wajib menutup daerah tertular, melakukan pengamanan, pemberantasan, dan pengobatan hewan, serta pengalokasian dana yang memadai di samping dana Pemerintah.”

Wabah PMK tidak akan bisa ditangani hanya oleh Kementerian Pertanian. Berbagai Kementerian wajib dilibatkan, termasuk Kementerian Keuangan, dan Bank Indonesia. Juga patut melibatkan Kemenko Perekonomian, Kemenko Investasi dan Kemaritiman, serta Kemenko PMK (Pembangunan Manusia dan Kebudayaan).

——— 000 ———

Rate this article!
Percepatan Tangani PMK,5 / 5 ( 1votes )
Tags: