Perceraian Tinggi, PA Sidoarjo Gelar Sidang di Kantor Kecamatan

Sidoarjo, Bhirawa
Kewalahan menangani gugatan perceraian, permasalahan ahli waris dan perwalian anak, yang jumlahnya mencapai 5 ribu kasus per tahun. Membuat Pengadilan Agama (PA) Sidoarjo Kelas 1A telah melakukan jemput bola, yakni dengan memberikan layanan Sidang Keliling di kecamatan-kecamatan.
Jumlah perceraian yang tinggi, sementara hakimnya hanya 12 orang. Tentu saja sangat kewalahan, menangani proses persidangan di PA Sidoarjo bahkan dilakukan hingga pukul 17.30 WIB tiap hari kerja.
”Maka dalam memaksimalkan permasalahan itu, agar bisa berjalan dengan baik dan lancar, kami melakukan jemput bola, yakni dengan sidang keliling seperti ini,” tegas Ketua PA Sidoarjo, Dr Muhamad Jumhari SH.
Menurut Jamhari, dari 5 ribu kasus yang ada, didominasi oleh masalah perceraian, yakni mencapai sekitar 4.500 kasus, selebihnya masalah waris dan perwalian anak. Sedangkan keberhasilan penundaan perceraian melalui proses mediasi hanya berhasil sekitar 3%. ”Karena memang mereka berangkat dari rumah rata-rata sudah siap, dengan resiko apa yang mereka lakukan,” katanya.
Sementara itu, Wakil Bupati, Nur Ahmad Syaifuddin yang membuka acara sidang keliling, Kamis (12/4) kemarin mengaku prihatin dengan semakin tingginya angka perceraian di Sidoarjo. Ironisnya, kasus perceraian yang ditangani PA Sidoarjo saat ini mencapai 4.500 an kasus.
Wabup menjelaskan, penyebab tingginya kasus perceraian yang pertama adalah masalah mental pasangan yang labil atau gampang goyah karena kurangnya pendidikan pra-nikah, kemudian penyebab kedua karena faktor ekonomi dan yang ketiga karena adanya pengaruh pihak ketiga. ”Jadi pasangan muda saat ini minim sekali pengetahun tentang pra-nikah, padahal pemahaman masalah pra-nikah sangat penting bagi setiap calon pengantin,” katanya.
Maka, menurut Wabup, Balai Nikah yang ada di KUA (Kantor Urusan Agama) harus lebih serius dalam menyelenggarakan pendidikan pra-nikah. Harus diakui, selama ini pasangan yang akan menikah terkadang tak memiliki wawasan yang cukup untuk menikah. Mereka tidak mengerti kewajiban suami, kewajiban isteri dan makna serta filosofis tentang anak.
Karena rendahnya pemahman dan kurangnya wawasan pernikahan menyebabkan angka KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) juga menjadi tinggi. ”Saya akui, permasalahan rumah tangga itu sangat kompleks. Makanya, harapan saya pendidikan pra nikah harus diperkuat,” tegas Cak Nur panggilan akrab Wabup Nur Ahmad Syaifuddin. [ach]

Tags: