Perda 11 Tahun 2019 dan Dokumen LKPj Berbeda

Rapat Banggar dan TAPD di DPRD kota Probolinggo. [wiwit agus pribadi]

DPRD Kota Temukan Selisih Angka Sebesar Rp4,6 M
Probolinggo, Bhirawa
Rapat Banggar DPRD Kota Probolinggo dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), terdapat temuan selisih anggaran. Sebab, banggar menemukan adanya perubahan pendapatan yang tidak dilaporkan kepada DPRD Kota Probolinggo.
Sibro Malisi, anggota Banggar dari Fraksi Nasdem, Minggu (26/4) menuturkan, antara perda 11/2019 dan dokumen LKPj, ada selisih angka sebesar Rp4,6 miliar yang bersumber dari dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah.
“Data ini berarti jelas tidak disampaikan kepada pimpinan DPRD. Saya ingat betul, SE Wali Kota menyebutkan setiap perubahan perwali, penjabaran APBD memang tidak perlu dibahas dengan DPRD. Tapi, cukup disampaikan kepada Pimpinan DPRD,” ujarnya dalam Rapat Banggar.
Terpisah, Sibro menjelaskan, ada perbedaan yang ditemukan antara Perda 11/2019 dengan dokumen LKPj. Perbedaan itu di antaranya, untuk pendapatan ada penambahan dari Dana Perimbangan sebesar Rp4.018.880.000 dan lain-lain pendapatan yang sah yaitu dari pendapatan hibah sebesar Rp615.000.000.
Sedangkan di sisi belanja, juga ada perbedaan. Antara Perda 11/2019 dengan dokumen LKPj. Perbedaan itu di antaranya, untuk belanja bantuan sosial ada penambahan Rp60 juta dan Bantuan Keuangan sebesar Rp100 juta. Fernanda Zulkarnain, wakil ketua II DPRD Kota Probolinggo membenarkan jika ada perbedaan angka antara Perda 11/2019 dengan dokumen LKPj.
Seharusnya perubahan itu dilampirkan kepada pimpinan DPRD. Tadi ada anggota menyampaikan bahwa ketua DPRD juga tidak mendapat perubahan perda tersebut. “Saya tidak melihat detailnya perbedaan angka itu. Namun, di belanja daerah, ada perbedaan sebesar Rp60 juta,” tandasnya.
Politisi Partai Golkar ini menjelaskan, seharusnya tidak boleh ada perbedaan antara Perda dan LKPj. “Jika ada yang berubah, seharusnya perda juga berubah. Tadi katanya memang ada perubahan perda, tapi tidak dilampirkan kepada kami, sehingga menjadi tanda tanya bagi kami,” terangnya.
Sementara itu, Yulius Hendra, plt kepala Bidang Anggaran, Badan Pengelolaan Pendapatan, Keuangan, dan Aset (BPPKA) Kota Probolinggo menjelaskan, angka penjabaran itu hukumnya mendahului sebelum P-APBD.
“Ini ada penjabaran setelah P-APBD. Ketemunya nanti di Perda Pertanggung jawaban. LKPj masih pertanggungjawaban SPJ-nya. Nanti ada perda pertanggungjawaban, di sana nanti akan diketahui balance-nya atau keseimbangannya,” jelasnya. “Nanti akan ada penjelasan dalam Perda pertanggungjawaban terhadap LKPJ ini,” tuturnya.
PNS yang juga menjabat sebagai kabag Keuangan ini menjelaskan, pada akhir Desember 2019 ada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) kenaikan BPJS Kesehatan dari Rp25 ribu jadi Rp42 ribu.
“Itu disubsidi oleh Pemerintah Pusat. Kami mendapat Rp3 miliar lebih. Tapi, uangnya tidak masuk ke kita, langsung dimasukkan ke BPJS. Tapi. kami tetap harus mencatatkan di APBD,” tandasya. “Memang ada selisih dalam LKPj, tapi dalam Perda pertanggungjawaban itu, harus dimasukkan,” jelasnya.
Fraksi PDIP DPRD Kota Probolinggo kembali menyoroti pembangunan Pasar Baru dan alun-alun dalam rapat banggar membahas dokumen Laporan Keuangan Pertanggungjawaban (LKPj) Wali Kota. Dalam rapat tersebut, Fraksi PDIP melihat bahwa proyek-proyek dengan anggaran besar kerap dikerjakan pada pertengahan tahun. Imam Hanafi, anggota Banggar dari FPDIP mengatakan, pada tahun 2019 cukup banyak proyek dengan anggaran besar tidak bisa diselesaikan. Seperti Pasar Baru dan alun-alun.
“Saya berharap hal ini tidak terjadi lagi di tahun 2020. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah mengapa pengadaan di ULP dengan anggaran yang besar seperti alun-alun, Pasar Baru, baru di-launching pada bulan Agustus,” ungkapnya.
Menurutnya, DPRD sudah mendorong agar pembuatan Detail Engineering Design (DED) dilaksanakan saat Perubahan Anggaran Keuangan. Sehingga, awal tahun sudah bisa jalan. Anggota Komisi III ini berharap agar belanja modal, terutama yang berkaitan dengan masyarakat luas mendapat perhatian lebih untuk pelaksanaannya.
Haris Nasution, wakil Ketua I DPRD Kota Probolinggo juga menyoroti pembangunan Pasar Baru dan alun-alun yang tidak selesai. “Pasar Baru itu seperti menjadi pekerjaan rumah setiap tahun bagi Pemkot. Tahun 2019 proses pembangunan tidak selesai. Termasuk pembangunan alun-alun,” lanjutnya.
Dua proyek ini pun berada di tengah Kota Probolinggo. Seperti Pasar Baru, di mana situasi pembangunannya berdampak pada berbagai sektor. Termasuk pedagang di luar pasar. Penggunaan TPS baru yang estimasinya hanya 1 tahun, ternyata sudah berjalan 4 tahun. Pedagang di jalan Niaga dan Jalan Siaman sulit menggunakan akses jalan untuk kegiatan usahanya.
“Sudah menjadi rekomendasi DPRD bahwa DED itu dikerjakan saat Perubahan APBD. Baru bulan ke 2 dan ke 3 sudah jalan. Sekarang malah proyek di-launching pada bulan 7 dan 8,” ujar Haris Nasution. Tidak hanya itu, Cak Yon mengungkapkan bahwa penambahan SDM di ULP juga harus dilaksanakan.
Sekda Kota Probolinggo drg Ninik Ira Wibawati menyampaikan, rekomendasi-rekomendasi dari DPRD ini akan menjadi perhatian eksekutif dalam pelaksanaan pembangunan Pasar Baru dan alun-alun. “Rekomendasi-rekomendasi ini akan kami tindaklanjuti untuk pembangunan Pasar Baru dan alun-alun,” paparnya.
Dia juga memastikan bahwa penambahan SDM di Unit Layanan Pengadaan (ULP) telah dilakukan. “Salah satunya dengan melakukan mutasi dari beberapa OPD lain. Akibatnya, memang terjadi kekosongan di OPD lain. Sehingga, perlu ada peningkatan SDM tentang pengadaan barang dan jasa,” tambahnya. [wap]

Tags: