Perda KTR Jangan Mematikan Industri Tembakau

Ketua PAKTA KONSUMEN M. Rokhimin, menyerahkan cindera mata kepada Ketua Pansus Perda KTR Sulik Listyowati, akhir pekan kemarin. [m taufiq/bhirawa]

Kota Malang, Bhirawa.
Asosiasi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) meminta agar Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) jangan sampai mematikan industri hasil tembakau dan usaha tani tembakau serta cengkeh.
Ketua AMTI Budidoyo mengatakan secara prinsip AMTI tidak anti terhadap KTR. AMTI mempersilakan Pemda  mengatur orang merokok sesuai dengan kewenangannya.
“Namun jangan sampai KTR itu bersifat larangan,” ujarnya di sela-sela Diskusi Raperda KTR Kota Malang di Malang, akhir pekan kemarin.
Jika sifatnya mengatur, maka Perda tersebut bersifat positif bagi masyarakat dan industri hasil tembakau. Industri rokok masih bernafas.
“Bagaimana pun usaha kami legal. Sumbangan ke negara cukai juga besar, apalagi penyerapan tenaga kerjanya dari hulu-hilir,” ujarnya.
Intinya, Perda KTR haruslah mewadahi berbagai kepentingan. Termasuk kepentingan industri hasil tembakau.
Sementara itu, Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Malang Husnul Muarif mengatakan Perda KTR nanti –jika disahkan- tidak diniatkan untuk melarang atau membatasi orang merokok.
Lewat Perda tersebut diatur agar orang merokok tidak menganggu orang lain yang tidak merokok maupun menganggu lingkungan secara umum.
Pernyataan ini senada dengan Ketua Badan Kajian Hukum dan Sosial Kemasyarakatan Universitas Brawijaya Fadhila Putra, ia  menambahkan agar perda tidak bersifat eksesif, maka perlu pengkajian secara menyeluruh.
Terminilogi dan pasal-pasal harus benar-benar jelas. Karena itulah, kajian lintas disiplin ilmu diperlukan agar hasilnya bagus. Pasal-pasalnya jangan sampai rancu sehingga sulit diterapkan.
Ketua Panitia Khusus Raperda KTR DPRD Kota Malang Sulik Lestyowati menamabahkan DPRD akan berusaha meminta masukan dari berbagai pemangku kepentingan, seperti industri hasil tembakau, agar perda nanti tidak malah membunuh industri tersebut.
“Bagaimana pun Kota Malang banyak industri hasil tembakau yang menyerap banyak tenaga kerja,” ujarnya.
Ditempat yang sama Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi PAKTA KONSUMEN M. Rokhimin, menyatakan bahwa Perda tentang Kawasan Tanpa Rokok nantinya tetap mempertimbangkan aspek sosial ekonomi industri hasil tembakau (IHT).
Menurut  dia, keberadaan Perda KTR yang melampaui PP 109/2012, akan menimbulkan efek domino penurunan sosial ekonomi  pada sektor industri hasil tembakau.
Potential lost ekonomi pada indusri hasil tembakau juga akan berimbas pada pekerja pabrik, petani tembakau, petani cengkeh, dan peritel serta teralienasinya keberadaan konsumen produk tembakau.
Jika dimaksudkan Perda KTR untuk mengatur paparan asap rokok bagi perokok pasif, ibu hamil dan anak-anak, maka sebaiknya yang diatur adalah zonanya bukan tata niaganya, tambah Rokhimin.
Industri hasil tembakau menyerap tenaga kerja lebih dari 6 juta orang dan pada 2015, penerimaan negara dari cukai rokok sebesar ±11.3% dari total penerimaan negara dari pajak, atau ±9,5% dari total penerimaan negara, sektor tembakau saat ini telah berada dalam tekanan yang besar dengan kebijakan cukai dan pajak. Kami berharap pemerintah daerah tidak menambah dengan kebijakan kawasan tanpa rokok yang eksesif. [mut]

Tags: